AMBON, Siwalimanews – Terbukti korupsi aloksi dana desa (ADD) dan dana desa (DD), Ali Ke­liobas bendahara Desa Rumadurun Kecamatan Wakate Kabupaten Se­ram Bagian Timur (SBT) divonis lima tahun penjara. Vonis tersebut di­bacakan dalam sidang yang ber­langsung di Pengadilan Tipikor Ambon, Senin (8/3).

Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Felix R Wiusan itu dalam amar putusan menyatakan terdakwa Ali Keliobas terbukti secara sah dan meyakinkan ber­salah korupsi ADD dan DD Rumadurun.

Perbuatan terdakwa melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHp.

“Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal (3) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar hakim.

Sebelumnya, kepada hakim terdakwa dalam keterangannya mem­bantah menerima uang perjala­nan dinas sebesar Rp 5 juta setiap kali hendak mencairkan dana desa. Hal tersebut disampaikan dalam si­dang yang berlangsung Senin (21/1).

Baca Juga: Odie Ada Juga di Damkar Bandara

“Tidak benar. Saya tidak pernah di­berikan ongkos,” katanya. Dia juga membantah ketika jaksa mena­nyakan uang perjalanan dinas yang diberikan padanya senilai Rp 22 juta.

“Saya tidak pernah terima,” kata Keliobas.

Dijelaskan, setiap pencairan dana desa dilakukan dalam tiga kali taha­pan. Dia selalu mencairkan uang itu bersama kepala desa. Mereka men­cairkan uang itu di Bula. Dia me­ngaku, mereka biasa menempuh perjalanan selama dua hari menggu­nakan kapal laut. “Tidak pernah. Saya cuma dikasi gaji dua kali selama dua tahun,” ujarnya.

Terdakwa lalu merincikan besaran gajinya selama tahun 2018 dan 2019. Pertama, dia diberikan gaji Rp. 8 juta, setelah itu gaji sebesar Rp. 12 juta.

“Selain itu saya tidak dapat apa-apa,” tegasnya. Dia juga mengaku tidak tahu menahu soal alokasi dana desa dan dana bumdes.

“Alokasi dana desa tidak pernah cairkan. Saya cuma tahu pencairan dana desa,” bebernya.

Dikatakan, tidak ada pemberian tunjangan kepada perangkat desa. Meskipun terdakwa bendahara, namun dirinya tidak memegang uang tunjangan. Semuanya dilakukan langsung oleh kades yang saat ini dalam daftar pencarian orang. “Mereka ambil semua hak saya,” ujarnya.

Terdakwa menyebutkan tidak tahu me­nahu soal pembagian semen ke­pada masyarakat sebanyak 1100 sak. Dia mengatakan, bantuan seng itu diuangkan 55 kepala keluarga, ma­sing-masing sebesar Rp 1 juta. “Itu juga perangkat desa serahkan,” ujarnya.

Dia menegaskan hanya mem­berikan upah kerja kepada masing-masing keluarga sebesar Rp 1,3 juta.

Tak hanya membantah menerima uang perjalanan dinas, terdakwa juga membantah menerima uang sebesar Rp 90 juta. “Tidak. Saya cuma terima Rp. 77 juta,” jelasnya.

Bukan itu saja, terdakwa juga membenarkan uang sewa kantor memang tidak pernah dibayarkan. Termasuk dengan kursi kantor dan juga cartridge tidak ada di dalam kantor desa.

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Ali Keliobas, melakukan perbuatan melawan hukum pengelolaan keua­ngan Negeri Rumadurun Tahun 2018 dan 2019 secara tidak benar dan akuntabel.

Terdakwa adalah seorang benda­hara ia tidak melaporkan sejumlah kegiatan fiktif dan tanpa pertang­gungjawaban. Terdakwa disebut bersama Abuhariyamko memper­kaya diri sendiri, dengan merugikan negara hamper Rp. 1 miliar. Hal itu bermula pada tahun 2018, Negeri Administratif Rumarudun memper­oleh bantuan dana desa sebesar Rp 659,56 juta dan alokasi dana desa Rp 133,9 juta.

Mereka melakukan mark up beberapa item dan sejumlah kegiatan fiktif. Termasuk dda fiktif, ada tunjangan-tunjangan aparatur desa sebagian diberikan, namun sebagian diambil lagi kepala desa yang saat ini masih menjadi DPO.

Jaksa lalu membidiknya dengan pasal tindak pidana korupsi melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Ten­tang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. Majelis hakim Felix R. Wiusan didampingi Jenny Tulak dan Hamzah Kailul menunda per­sidangan tersebut dengan agenda tuntutan, Senin depan. (S-45)