SUDAH setahun program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) berjalan. Program ini termasuk salah satu program yang diluncurkan Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim dalam Merdeka Belajar Episode 8 pada 2021. SMK PK merupakan salah satu program prioritas dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Diksi) Kemendikbud-Ristek. Program ini lahir sebagai upaya pengembangan SMK dengan program keahlian tertentu agar mengalami peningkatan kualitas dan kinerja. Tentunya, pencapaian tersebut harus diperkuat dengan adanya kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), plus hadirnya pemerintah daerah setempat beserta perguruan tinggi vokasi sebagai pendamping.

Pemimpin subur Orientasi program SMK PK tidak sekadar untuk membangun gedung dan melengkapi peralatan, tetapi juga diawali dengan penetrasi dari sisi sumber daya manusia (SDM) dan konsep link and match. Program ini membutuhkan kepala sekolah ‘subur’, bukan kepala sekolah ‘gersang’. Kepala sekolah gersang lebih memilih zona nyaman, yaitu takut melakukan inovasi dan perubahan, tidak mampu mengembangkan komunikasi dan networking dengan industri sebagai calon user lulusan. Dia juga lambat membaca perkembangan zaman, tidak paham keinginan dunia kerja, serta lebih suka memberlakukan kurikulum yang terlalu fokus pada porsi hard skill alias tidak mau menginovasi kurikulum, dan cara mengajar seperti berbasis project based learning untuk menguatkan karakter dan soft skill. Sebaliknya, jika memiliki karakter pemimpin subur, kepala sekolah yang memiliki jiwa kreatif dan leadership kuat sebenarnya tanpa investasi apa pun otomatis selalu menghasilkan inovasi dan terobosan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan DUDI. Bring industy to schools mereka maknai dengan membawa dan menciptakan karakter, mindset professional industri ke dalam SDM dan kurikulum di SMK, serta merombak dan mengembangkan metode pembelajaran di sekolah.

Pemimpin subur akan menjadikan konsep link and match antara SMK dan industri sebagai peluang dan solusi untuk menyelesaikan masalah lulusan yang kualitas dan kompetensinya belum sesuai dengan kebutuhan DUDI. Hingga 2021, jumlah SMK yang mengikuti program itu telah mencapai 901 sekolah. Pada 2022, SMK PK dilanjutkan dengan harapan semakin memperkuat kemitraan dan keselarasan SMK PK dengan industri melalui skema pemadanan dukungan atau matching support scheme. Melalui skema pemadanan dukungan SMK PK, industri dapat memberikan intervensi lanjutan pada program SMK PK. Intervensi industri ini di antaranya dilakukan dalam bentuk upskilling dan reskilling guru kejuruan, penyelarasan kurikulum, pembelajaran berbasis projek, praktik kerja lapangan, bantuan sarana dan prasarana untuk mengembangan teaching factory, hingga pada hilirisasi produk.

Capaian program  Selama menjalankan program, kami dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud-Ristek melakukan monitoring dan evaluasi berupa survei baik dari internal maupun melibatkan eksternal. Tujuannya mengetahui apakah target dan harapan yang dicanangkan pusat dapat berjalan seirama di sekolah, atau malah sebaliknya. Hasilnya cukup mengejutkan, di antaranya sebanyak 95% SMK PK yang sudah menerapkan Kurikulum Prototipe sejak 2021, yang sekarang dinamakan Kurikulum Merdeka, menyatakan sangat cocok, baik guru maupun siswanya. Kurikulum Merdeka sengaja dirancang agar memuat lebih sedikit materi. Kurikulum Merdeka juga akan dilengkapi dengan perangkat yang memudahkan guru melakukan diferensiasi pembelajaran. Misalnya, Kemendikbud-Ristek akan menyediakan alat asesmen diagnostik untuk literasi membaca dan matematika. Kemendikbud-Ristek juga membekali guru dengan beragam contoh modul yang bisa diadopsi atau diadaptasi sesuai dengan konteks. Dengan kata lain, Kurikulum Merdeka mendorong guru untuk mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan.

Berdasarkan survei, dari 343.837 siswa lulusan dari SMK PK pada tahun pelajaran 2020/2021, persentase keterserapan lulusan yang berwirausaha terjadi peningkatan 1,07% jika dibandingkan dengan 2019/2020. Namun, untuk lulusan yang bekerja, jumlahnya mengalami penurunan sebesar 3,24%. Selain itu, persentase keterserapan lulusan yang melanjutkan ke pendidikan tinggi mengalami peningkatan sebesar 2,16% jika dibandingkan dengan tahun pelajaran tahun sebelumnya. Penurunan persentase keterserapan bekerja juga disebabkan penurunan daya serap SDM oleh industri dan dunia kerja akibat tekanan yang disebabkan pandemi covid-19 selama beberapa tahun ini.

Baca Juga: Menjaga Pers sebagai Pilar Keempat Demokrasi

Industri yang pasarnya cenderung lesu pasti akan cenderung mengurangi tenaga kerja. Namun, setelah mengalami puncak dampak pandemi di 2020, mulai 2021 kemampuan industri menyerap SDM, termasuk siswa magang atau praktik kerja lapangan, sudah mulai pulih kembali. Selain itu, ada peningkatan penerapan model pembelajaran teaching factory (tefa) dari 45% menjadi 52%. Juga ada tren positif SMK yang mengundang praktisi dunia kerja untuk mengajar di SMK. Instruktur praktisi dunia kerja yang mengajar sebesar 91% atau sebesar 777 SMK. Jumlah SMK yang belum terdapat instruktur praktisi dunia kerja yang mengajar sekitar 9%, atau 78 SMK. Itu hal yang menggembirakan. Salah satu karakter yang ingin dipastikan muncul di SMK PK ialah jumlah praktisi industri yang mengajar secara rutin, yang sebagian besar sudah menerapkan secara signifikan di SMK. Hal lain, pakar industri yang mengajar di atas 50 jam per program studi (prodi) per semester meningkat, dari yang sebelumnya 20% sekarang jadi 41%. Harapannya, kelak seluruh SMK bisa mengundang rutin praktisi untuk datang mengajar selama 50 jam per prodi per semester. Pelatihan kepala SMK dan guru pendidik hampir 100% terpenuhi.

Mayoritas kepala SMK dan guru pendidik mengalami peningkatan signifikan dalam kemampuan kepemimpinan dan manajerial (80,8%), serta kompetensi guru pendidiknya (75%). Kepala sekolah dan guru merupakan mediator siswa dalam proses belajar sehingga peningkatan kualitas kepala sekolah dan guru menjadi hal yang fundamental. Melalui program SMK PK juga keterampilan dan kompetensi peserta didik dinilai mengalami peningkatan signifikan (65,2%) sehingga optimisme juga tampak sangat tinggi bahwa program SMK PK dapat mengurangi pengangguran (96,3%) dan mendorong lebih cepat para lulusan mendapat pekerjaan (82,9%). Sementara itu, terhadap DUDI, dukungan terhadap program SMK PK sangat tinggi, yaitu 97,9%. Salah satu alasannya ialah DUDI dapat lebih jelas melihat manfaat dari program. Data-data di atas bukanlah sesuatu yang harus dipuja, tetapi menjadi bahan refleksi untuk terus mengupayakan hal terbaik dan amunisi meningkatkan bara optimisme kami dalam bekerja. Tentu masih banyak hal yang perlu disempurnakan. SMK PK merupakan salah satu ikhtiar dalam upaya meningkatkan kualitas SMK di seluruh Indonesia. oleh: Wikan Sakarinto  Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud-Ristek RI