PEMBERIAN remunerasi sejak tahun 2021 hingga 2023 bagi jajaran direksi dan komisaris pada PT Bank Maluku Malut, ternyata tidak dilakukan atas keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.

Komitmen Kajati Maluku untuk mendalami kasus dugaan korupsi remunerasi pada Bank Maluku-Malut terus didorong dan diapresiasi berbagai pihak.

Bagaimana tidak, pemberian remunerasi bagi jajaran direksi dan komisaris pada PT Bank Maluku Malut harus dibongkar boroknya.

Hal ini diketahui ketika Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengawasan, alhasil oleh OJK mengusulkan agar dikeluarkan Circular Letter agar disetujui oleh seluruh pemegang saham.

Usulkan OJK itu kemudian dilaksanakan oleh pihak direksi Bank Maluku Malut, sehingga terbitlah Circular Letter, namun penerbitan Circular Letter dinilai oleh sejumlah pakar hukum tidak bisa berlaku surut ke belakang, sehingga telah melanggar aturan hukum yang berpotensi terjadinya kerugian Negara.

Baca Juga: Kejati Bidik Anggaran Covid Maluku

Kejaksaan Tinggi Maluku sudah seharusnya bergerak cepat untuk mengusut kasus pembayaran remunerasi yang dilakukan di Bank Maluku-Malut.

Kejati harus melakukannya guna memberikan kepastian hukum bagi masyarakat sebab Bank Maluku adalah bank milik masyarakat Maluku dan Maluku Utara.

Pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi dan komisaris Bank Maluku tanpa melalui persetujuan RUPS telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum akibat dari penyalahgunaan wewenang dalam menetapkan besaran remunerasi.

Penetapan remunerasi merupakan kewenangan pemagangan saham dan wajib ditetapkan dalam RUPS tetapi faktanya ketentuan tersebut disepelekan sehingga terbitlah kebijakan yang menyimpang dari aturan.

Kejaksaan Tinggi harus berani memanggil direksi dan komisaris Bank Maluku untuk dimintakan pertanggung jawaban terkait pembayaran remunerasi yang tidak sesuai dengan aturan.

Perbuatan yang dilakukan direksi dan komisaris tidak dapat dibenarkan sebab, telah bertabrakan dengan aturan dimana penetapan besaran remunerasi wajib dilakukan RUPS bukan direksi.

Langkah yang ditempuh dengan tidak mengindahkan RUPS namun kewenangan Circular Letter, tidak sejalan dengan nilai dan standar Good Corporate System serta bertentangan dengan aturan perundang undangan dan peraturan OJK.

Mestinya ada satu pertanggungjawaban dan keterbukaan publik dari pihak Bank Maluku Malut sebagai upaya menjaga agar tidak ada kerugian negara maupun dampak negatif terhadap sektor ekonomi dan keuangan daerah ini, bukan malah membuat masalah yang berujung terjadinya penyimpangan dan terkesan tabrak aturan.

Pemberian remunerasi di luar RUPS adalah tidak dibenarkan, karena RUPS memiliki kewenangan penuh dan keputusan tertinggi, sehingga Circular Letter tidak bisa berlaku surut atas kebijakan yang sudah dilakukan atau sudah terjadi.

Kejati Maluku untuk segera mengusut kasus ini, jangan hanya dia dan membiarkannya berlarut-larut, karena ada indikasi perbuatan melawan hukum atas pemberian remunerasi Bank Maluku Malut dengan penyalahgunaan wewenang, dan indikasi perbuatan korupsi yang merugikan keuangan negara. (*)