AMBON, Siwalimanews – Komisi II DPRD Kota Ambon akan memanggil Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Ambon membahas masalah pungutan liar (Pungli) yang diduga dilakukan oknum pegawai Disperindag dari pedagang.

Menurut anggota Komisi II DPRD Kota Ambon, Ari Sahertian bahwa, pihaknya panggil Disperindag guna memperta­nyakan proses pembayaran retribusi yang dilakukan terhadap PKL.

Menurutnya, tudingan yang disampai­kan oleh komisi III bahwa ada terjadi pungli pada 318 lapak di tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi.

Ia beranggpan, bisa saja pungli yang dilakukan bukan hanya kelembagaan tetapi bisa orang perorang, yang mela­kukan pungli itu dalam satu kelem­bagaan,”tegas Sahetian.

“Bisa saja dia melaksanakan tugas yang di perintahkan oleh dinas tetapi ia tidak taat pada aturan sehingga melen­ceng dari aturan itu,”jelasnya.

Baca Juga: KM Sanjaya Karam di Laut Aru

Dijelaskan, untuk pelayanan pasar yaitu retribusi PKL dan retribusi sampah tetap melekat, dimana semua pedagang yang menggunakan fasilitas umum tetap harus dikenakan kewajiban mem­bayar retribusi.

Ia menyampaikan, soal sosialisasi peraturan daerah tentang retribusi ha­rus memilki ketelitian dan pemahaman yang baik, sehingga dapat dimengerti oleh masyarakat penggguna jasa atau para pengusaha.

Ditambahkan  jika ada temuan se­perti itu, para pedagang sendiri seharusnya melapor sehingga bisa ditindak lanjuti .

Janji Tindak

Seperti diberitakan sebelumnya, Ke­pala Dinas Perindustrian dan Perdaga­ngan (Disperindag) Kota Ambon, Pieter Jan Leuwol berjanji akan menindak anak buahnya yang melakukan pungli.

Leuwol tidak akan toleransi. Jika ditemukan bukti, akan diberikan sanksi tegas. “Jika kedapatan oknum pegawai yang nakal, maka kita akan tindak se­suai dengan aturan yang berlaku, kare­na akibat perbuatan oknum-oknum ter­se­but akan berdampak pada institusi dan saya selaku kepala dinas punya satu ta­ng­gung jawab,” tandas Leuwol, kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (13/3).

Leuwol juga mengaku, tidak bisa me­lakukan pengawasan intensif terhadap ki­nerja semua anak buahnya di lapa­ngan. “Saya tidak akan main-main, pasti akan ditindak. Beta hanya punya dua tangan dan dua mata, sehingga beta seng bisa melakukan pengawasan ter­hadap banyak orang yang melakukan aktivitas di pasar, termasuk pegawai saat melakukan penagihan retribusi ka­rena mereka itu ada dibawah tang­gung jawab UPTD pasar,” ujarnya.

Dijelaskan, sesuai dengan Perda Nomor 17 tahun 2017 tentang Retri­busi, dimana dalam Perda itu mengisya­ratkan bahwa setiap lapak per meter persegi Rp 1.250 dan bukan Rp 1000.

“Jadi besaran penarikan retribusi bagi setiap pedagang itu bervariasi berda­sarkan luasnya lapak tapi sesuai Perda itu per meter persegi Rp 1.250 dan bukan Rp 1000,” jelasnya.

Disinggung soal retribusi yang di­tagih dari pedagang gerobak sebesar Rp 5000, Leuwol mengatakan, itu sudah melanggar aturan.

“Pedagang gerobak itu dikategorikan sebagai PKL dan retribusi yang ditagih itu hanya Rp 1.250 hingga Rp 2.500 dan bukan Rp 5000 dan jika itu terjadi maka sudah kelewatan dan melanggar aturan,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, diduga oknum petugas Disperindag Kota Ambon melakukan pungli dari PK. Modus yang dilakukan dengan memberikan karcis retribusi pelayanan pasar kepada para pedagang gerobak.

Tak tanggung-tanggung karcis retri­busi yang seharusnya dibayar Rp 1000 justru ditagih Rp 5000. Mirisnya mo­dus, ini bukan baru pertama kali dilakukan, tetapi sudah berlangsung lama.

Para pedagang gerobak ini seha­rusnya membayar retribusi sampah Rp 1000 dari Dinas Lingkungan dan Per­sampahan, namun anehnya para peda­gang gerobak justru diberikan karcis pelayanan pasar.

Beberapa pedagang gerobak yang ditemui Siwalima mengeluhkan pungli yang sudah berlangsung lama, dan pembayaran karcis bukan Rp 1000 tetapi Rp 5000. (Mg-5)