Klaim Lahan TPA dan IPST Hutan Lindung, Walikota Asbun
AMBON, Siwalimanews – Kuasa hukum pemilik lahan TPA dan IPST Toisapu, Dusun Toisapu, Kecamatan Leitmur Selatan menilai Walikota Ambon, Richard Louhenapessy asal bicara alias asbun, tanpa didasarkan data.
Klaim walikota bahwa lahan TPA dan IPST Toisapu adalah hutan lindung, kata Edward Diaz, kuasa hukum pemilik lahan bentuk pembohongan publik.
Seharusnya sebelum mengeluarkan pernyataan, walikota mengecek Dinas Kehutanan Maluku untuk memastikan lahan TPA dan IPST masuk kawasan hutan lindung atau tidak.
“Kadis kehutanan provinsi punya domain di sini, lalu kenapa sampai walikota saya katakan bohongi publik, karena yang bersangkutan tidak berkoordinasi langsung dengan provinsi terkait hal ini,” tandas Diaz kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Rabu (14/10).
Penjelasan Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Sadli Ie sekaligus menjawab pernyataan walikota. Lahan TPA dan IPST Toisapu jelas milik Enne Yosephine Kailuhu.
Baca Juga: Kadishut: Kawasan TPA dan IPST Bukan Hutan Lindung“Kita masyarakat jangan dibodohi dengan pernyataan-pernyataan seperti ini,” ujar Diaz.
Daniel Manuhuttu yang juga kuasa hukum pemilik lahan mengatakan, apa yang disampaikan Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Sadli Ie bahwa lahan 10 hektar yang dibeli Pemkot Ambon tidak masuk dalam kawasan hutan lindung memang benar.
“Memang sejak plotting tahun 1984 pengukuran oleh BPN tanah klien kami belum pernah diberitahukan kena plotting hutan lindung, tetapi manakala tanah digunakan untuk TPA, baru pemkot berdalil sebagian tanah sudah kena hutan lindung,” kata Manuhuttu.
Menurutnya, Dinas Kehutanan Maluku yang lebih tahu apakah lahan TPA dan IPST masuk dalam hutan lindungan atau tidak.
“Jadi kalau memang Kadis Kehutanan Maluku sampaikan itu tidak masuk hutan lindung, maka kami pun sependapat dengan beliau,” ujarnya.
Sementara Sekot Ambon, A.G Latuheru yang dikonfirmasi awalnya menolak untuk berkomentar. Alasannya tidak mau membuat polemik.
“Beta seng kasi komentar, nanti beta bikin pertentangan baru,” kata Latuheru kepada Siwalima di Balai Kota Ambon, Rabu (14/10).
Namun lebih lanjut Latuheru mengatakan, akan mempelajari dulu dokumen, sehingga tidak salah berbicara.
“Beta lihat dokumen dulu, supaya jangan salah,” ujarnya.
Bukan Hutan Lindung
Seperti diberitakan, Klaim Walikota Ambon, Richard Louhenapessy bahwa lahan IPST Toisapu dan TPA Toisapu, Kecamatan Leitimur Selatan adalah kawasan hutan lindung dibantah oleh Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Sadli Ie.
Menurut Sadli, kawasan itu merupakan Areal Penggunaan Lain (APL), sehingga tidak ada urusannya dengan Kementerian Kehutanan.
“Lahan yang dibeli Pemkot Ambon seluas 10 hektar untuk perluasan areal TPA dan IPST Toisapu itu APL bukan kawasan hutan lindung, dari status kawasan tidak ada masalah,” kata Sadli Ie ketika dikonfirmasi Siwalima di Kantor Gubernur Maluku, Selasa (13/10).
Menurutnya, perluasan lahan TPA yang dibeli Pemkot Ambon jaraknya tidak jauh dari kawasan hutan lindung. “Tapi dalam peta 854 tentang kawasan perairan Provinsi Maluku lokasi yang dibeli pemkot bukan merupakan kawaan hutan lindung,” jelasnya.
Karena itu, Pemkot Ambon tidak perlu melakukan pengusulan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendapatkan izin pakai kawasan.
“Kan tidak perlu, kecuali itu merupakan kawasan hutan lindung, itu APL, saya pikir jelas tidak ada masalah,” tandasnya singkat.
Jadi Hutan Lindung
Sebelumnya Walikota Ambon Richard Louhenapessy mengungkapkan, pada tahun 2006 pemkot sudah membebaskan lahan seluas 5 hektar. 3,1 hektar dibayar kepada keluarga Lesiasel dan 1,9 hektar kepada keluarga Sarimanella.
“Untuk lokasi itu sudah ada sertifikat hak milik Pemerintah Kota Ambon,” kata walikota kepada wartawan, Kamis (9/10).
Lanjut walikota, karena adanya kebutuhan lahan direncanakan akan membebaskan 10 hektar.
“Kita sudah memberikan 1 hektar tanda komitmen. Itu sebagai panjar dari pemerintah untuk mereka dan 9 hektar akan diselesaikan, mereka mau kalau boleh langsung diselesaikan,” jelasnya.
Namun kata walikota, sejak 2014 kawasan itu sudah ditetapkan Kementerian Kehutanan sebagai hutan lindung. “Hutan lindung tidak boleh ada transaksi jual beli, namun ada kepentingan untuk bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum,” ujarnya.
Pemkot Ambon mengupayakan untuk dua kemungkinan. Pertama, bisa mendapatkan izin pakai dari Kementerian Kehutanan. Kedua, merubah status hutan lindung menjadi hutan pemanfaatan lain.
“Jadi harus merubah perda tentang tata ruang, ini yang diproses oleh pemerintah kota, sehingga dapat diselesaikan oleh ahli waris. Jika kita ambil langkah tanpa ada dasar bisa masuk penjara,” tandasnya.
Beri Waktu
Pemkot Ambon diberikan deadline satu minggu oleh pemilik lahan TPA dan IPST, Enne Yosephine Kailuhu untuk menyelesaikan isi perjanjian perdamaian.
Jika tidak ada itikad baik dari Pemkot Ambon, maka IPST dan TPA akan ditutup kembali.
“Deadline kami berikan selama satu minggu, Pemkot harus punya itikad baik untuk menyelesaikan pasal-pasal perdamaian sesuai Akta Perdamaian 269,” tandas Daniel Manuhutu, Kuasa Hukum Enne Yosephine Kailuhu, kepada Siwalima, Kamis (8/10), usai melakukan pertemuan dengan Pemkot Ambon.
Jika dalam waktu satu minggu, Pemkot Ambon tidak menunjukkan itikad baik, maka TPA dan IPST akan kembali ditutup.
“Kalau memang dalam waktu satu minggu, kami berikan kepada walikota untuk tidak melaksanakan itu maka kami akan menutup kembali,” tandasnya.
Manuhutu menjelaskan, berdasarkan Akta Putusan Perdamaian Nomor 269/Pdt.G/2019/PN.Amb, dalam pasal 17 disebutkan, kewajiban Pemkot Ambon adalah melakukan appraisal lahan seluas 10 hektar, setelah appraisal harus dilakukan pembayaran kepada ahli waris selaku pemilik tanah.
“Jadi pasal-pasal dalam Akta Putusan Perdamaian Nomor 269 itu harus dilakukan karena itu sudah berkekuatan hukum,” ujarnya.
Pasca penutupan TPA IPST di Toisapu, Rabu (7/10), mengakibatkan belasan mobil truk sampah parkir berjejer di depan pintu masuk TPA dan IPST.
Pantauan Siwalima, Kamis (8/10), sejak pukul 07.40 WIT, satu per satu mobil truk sampah mulai berdatangan untuk membuang sampah di TPA, namun mobil-mobil tersebut hanya bisa parkir di depan pintu masuk, karena jalan masuk TPA dipalang oleh pemilik lahan, Enne Yosephine Kailuhu.
Hingga pukul 10.00 WIT, nampak belasan truk sampah hanya bisa berjejer dengan tumpukan sampahnya. (S-39)
Tinggalkan Balasan