AMBON, Siwalimanews – Dinas Lingkungan Hidup Pro­vinsi Maluku memastikan Amdal PT Gunung Makmur Indah (GMI) akan ditolak jika masyarakat me­nolak tambang marmer.

Sudah tiga kali, aliansi warga dan pelajar Taniwel Raya, Kabupaten Seram Bagian Barat melakukan demonstrasi menolak PT GMI menggarap tambang marmer, karena merusak lingkungan.

Demo dilakukan di Kantor DPRD Maluku dan juga Kantor Gubernur Maluku. Aksi ini dilakukan ber­ulang­kali, lantaran DPRD dan Pem­prov Maluku lamban menyi­kapi aspirasi masyarakat, dan terkesan berpihak kepada PT GMI.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sekaligus Ketua Komisi Amdal Maluku Roy Siauta mengatakan, saat ini PT GMI dalam proses pe­nyusunan Amdal, dan Pemprov Maluku tidak berhak untuk meng­hentikan, karena menghambat investasi.

Kuncinya kata Siauta, ada di mas­yarakat. Kalau masyarakat menolak tambang marmer, maka Komisi Amdal akan merekomen­dasikan Amdal PT GMI.

Baca Juga: Aliansi Taniwel Kembali Seruduk Kantor Gubernur

“Intinya kalau masyarakat me­nolak, sampaikan dalam sidang komisi, pasti kita keluarkan reko­mendasi Amdal kita batalkan, selesai persoalan,” tegas Kepala Dinas Lingkungan Hidup, sekali­gus Ketua Komisi Amdal Maluku Roy Siauta kepada Siwalima di ruang kerjanya, Rabu (14/10).

Siauta mengatakan,. saat ini posisi pemerintah berada di te­ngah-tengah. Tidak memihak ke­pada perusahaan atau masya­rakat.

“Pengusaha punya hak berin­ves­tasi dan masyarakat juga punya hak untuk menolak investasi, salah satu­nya seperti yang disuarakan oleh teman-teman pendemo. Itu masu­kan dan akan kita dibahas dalam sidang komisi Amdal,” jelas Siauta.

Siauta meminta masyarakat mempersiapkan perwakilan me­reka untuk hadir dalam sidang komisi Amdal. Namun prosesnya masih lama.

“Sampaikan penolakan disaat itu, prinsinya pemerintah akan mendengar dan memutuskan, menolak atau menerima. Kalau menolak kita keluarkan rekomen­dasi untuk membatalkan dan kalau menerima kita juga keluarkan rekomendasi aAmdalnya,”

Sementara Direktur Utama PT GMI, Johny R Keliduan yang dihu­bu­ngi, namun tidak mengangkat telepon. Pesan singkat yang di­kirim pun tak dibalas.

Harus Dengar Masyarakat

Pemprov diminta mendengar as­pirasi masyarakarat Taniwel yang menolak tambang batu marmer.

Anggota DPRD Maluku dapil Kabupaten Seram Bagian Barat, Hatta Hehanussa mengaku, sudah melakukan on the spot di lokasi yang hendak dijadikan tambang batu marmer dan bertemu lang­sung dengan masyarakat sekitar.

Aspirasi yang disampaikan oleh aliansi masyarakat dan pelajar Taniwel Raya saat demo yang de­ngan yang diinginkan masyarakat Desa Taniwe, Nukuhai dan Kasie. Mereka menolak tambang marmer.

“Apa yang disampaikan itu sama bahwa masyarakat menolak tam­bang marmer itu,” tandas Heha­nussa.

Ada beberapa alasan yang membuat masyarakat setempat me­nolak tambang marmer, dianta­ranya pada lokasi tambang terdapat pranata adat yang telah dikramatkan sejak nenek moyang.

Selain itu, kata Hehanussa, ada surat pejabat desa yang meny­a­takan persetujuan untuk peng­gunaan lahan. Namun diduga surat itu dibuat tanpa persetujuan masyarakat adat. Sebab sampai dengan saat ini negeri-negeri tersebut tidak memiliki raja definitif.

“Jadi pemerintah harus bijak melihat masalah ini. Jangan serta merta karena ada surat persetu­juan dari pejabat desa lalu diang­gap mutlak,” ujarnya.

Politisi Gerindra ini kembali me­negaskan, pemerintah harus men­dengar aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Jika tidak, bisa terjadi bentrokan besar antara masyarakat dengan perusahaan  “Jadi pemerintah harus mende­ngar aspirasi masyarakat,” tan­dasnya.

Sementara Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Unpatti, Pieter Kunu yang juga masuk dalam Komisi Amdal mengatakan, setiap kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan termasuk pertambangan tetap memberikan dampak yang cukup besar bagi daerah sekitar.

Karena itu, semua aspirasi mas­yarakat yang disampaikan harus didengar termasuk juga oleh Ko­misi Amdal. “Aspirasi masyarakat harus didengar,” ujarnya.

Menurut Kunu, sejak tahapan pe­ngumuman, masyarakat yang me­rasa terdampak harus menyam­paikan aspirasi kepada Dinas Lingkungan Hidup dan pada saat sidang Komisi Amdal dilakukan masyarakat tersebut harus terlibat.

Kunu menjelaskan. Komisi Am­dal pada saat sidang akan melihat semua kajian yang berkaitan de­ngan penyusunan Amdal, dan Amdal akan disetujui jika dampak yang diberikan dari pertambangan tersebut cukup besar bagi mas­yarakat setempat serta bagi masyarakat Maluku.

“Tetapi jika berdasarkan kajian, ternyata memiliki dampak negatif tetapi perusahaan pengelola mampu untuk mengelola semua dampak dengan teknologi yang dimiliki maka persetujuan Amdal dapat diberikan,” ujarnya.

Demo Tolak Tambang

Seperti diberitakan, ratusan warga dan mahasiswa yang terga­bung dalam Aliansi Taniwel Raya kembali melakukan demo, Selasa (13/10) menolak PT Gunung Makmur Indah. Massa menyeruduk Kantor DPRD Maluku di Karang Panjang Ambon sekitar pukul 10.30 WIT. Mereka kembali mendatangi kantor DPRD, karena wakil rakyat dinilai lamban dalam menyikapi aspirasi masyarakat Taniwel.

Para demonstran membawa sejumlah pamflet yang bertuliskan, Tolak Tambang Marmer di Taniwel,  Batu Pamale Mau Tabale Tagal Batu Marmer Su Game-Game, Mahasiswa Taniwel Raya Menolak PT Gunung Makmur Indah Mencuri Hasil Alam Kami di Taniwel dan Kedaulatan Masyarakat Adat Adalah Kedaulatan Negara.

Aksi penolakan itu dimulai de­ngan prosesi adat  yang dilakukan massa di halaman DPRD Maluku, dan dilanjutkan dengan tarian cakalele mengiringi orasi yang dilakukan secara bergantian.

Koordinator aksi Matayane Harun menegaskan, aksi demo yang dilakukan di DPRD Maluku merupakan akumulasi dari keke­cewaan Aliansi Taniwel Raya ter­hadap para wakil rakyat yang be­lum mengambil langkah terhadap izin tambang batu marmer yang dikeluarkan oleh Pemprov Maluku.

“Aksi yang kami lakukan meru­pakan akumulasi dari kekecewaan terhadap DPRD yang belum meng­ambil tindakan atas izin tambang batu marmer yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku,” tandas Harun dalam orasinya.

Lanjut dia, tambang batu marmer akan beroperasi di tanah adat Taniwel dengan luas 2400 hektar. Kondisi ini akan sangat berdam­pak bagi lingkungan dan masya­rakat Taniwel Raya.

Karena itu, mereka menuntut agar Ketua DPRD menggunakan hak prerogatif untuk mengeluarkan surat penangguhan izin yang sudah diterbitkan kepada PT Gu­nung Mak­mur Indah, dan menyurati Kemen­dagri dan Kementerian ESDM agar segera memerintah­kan Pemprov Maluku mencabut izin tambang batu marmer di Taniwel Raya.

Untuk diketahui, ini untuk ketiga kalinya Aliansi Taniwel Raya kembali melakukan demo menolak eksplorasi tambang marmer oleh PT Gunung Makmur Indah.

Mereka melakukan aksi demon­strasi pertama kali pada 28 September di Kantor gubernur. Kemu­dian berlanjut di DPRD Maluku.

Lantaran aspirasi belum ditindaklanjuti, mereka kembali menggelar aksi pada 8 Oktober di Kantor Gubernur Maluku. Dalam aksi itu mereka diterima oleh Wakil Gubernur, Barnabas Orno.

Saat itu Orno berjanji untuk mempertemukan mereka dengan investor tambang tersebut, namun janji itu tak ditepati. Alhasil mereka kembali mendatangi DPRD Maluku, kemarin.

Akui Keluarkan Izin

Kepala Dinas Penanaman Mo­dal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Maluku, Syuryadi Sabirin mengakui, saat ini PT sudah mengantongi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).

WIUP itu dikeluarkan Dinas PM-PTSP berdasarkan rekomendasi dari Bupati SBB, Yasin Payapo.

“Saat ini PT GMI sudah mengan­tongi Wilayah Izin Usaha Pertam­bangan berdasarkan rekomendasi dari bupati SBB, dan perusahaan telah mengantongi izin eksplorasi namun itu masih jauh, tidak bisa ber­operasi kalau tidak meng­antongi izin produksi,” kata Sabirin, saat dihubungi Siwalima, tadi malam.

Sabirin menjelaskan, izin produksi dikeluarkan Dinas PM-PTSP apabila Amdal perusahaan diterima mas­yarakat. “Izin produksi ini dikeluarkan oleh Pemprov Maluku melalui kami di PTSP apabila Amdal perusahaan itu diterima oleh masyarakat, baru perusahaan bisa berproduksi. Selama ini ditolak maka kita juga tidak akan mengeluarkan izin produksi, itu saja kuncinya” jelas Sabirin. (S-39/Cr-2)