AMBON, Siwalimanews – Polresta Ambon dapat tambahan kekuatan untuk mengungkap kasus kematian Rafli Rahman Sie.

Kapolda Maluku, Irjen Lotharia Latif mengirim tim asistensi untuk mendam­pingi tim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease untuk menuntaskan tindakan penganiayaan yang dilaku­kan Abdi Toisuta hingga korban Rafi meninggal.

“Bapak Kapolda menurunkan tim yang dipimpin oleh Dirreskrimum untuk memberikan asistensi dan pendam­pingan kepada Kasat Reskrim Polresta Ambon, agar kasus segera bisa di­tuntaskan dan pelaku dihukum dengan ancaman yang paling berat,” kata Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Riem Ohoirat kepada wartawan di Ambon, Selasa (1/8).

Kapolda bahkan telah memerin­tahkan agar menerapkan pasal yang tepat dan ancaman yang paling berat kepada anak Ketua Dewan Kota Ambon itu, agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang lagi.

“Bapak Kapolda telah memerin­tahkan agar terapkan pasal yang te­pat dan ancaman yang paling berat untuk tersangka sehingga kasus-kasus seperti ini tidak terulang lagi di tengah masyarakat,” tegasnya.

Baca Juga: PWI: Giring Jurnalis Jadi Saksi, Bentuk Kriminalisasi

Kabid Humas menjelaskan, hingga saat ini semua bukti dan fakta-fakta terus dikumpulkan penyidik agar kasus itu dapat segera diselesaikan.

Kabid menyebutkan, sesuai de­ngan data kependudukan korban berusia 18 tahun dan tidak masuk dalam kategori anak-anak.

“Untuk usia korban berdasarkan data dan dokumen kependudukan yang ada, sudah dipastikan korban berumur 18 tahun jadi tidak lagi masuk kategori anak-anak tapi su­dah dewasa,” jelasnya.

Menurutnya, proses penyidikan masih terus berjalan dan sehingga bias dikembangkan dengan alat bukti atau bukti-bukti yang ada untuk penerapan pasal yang anca­mannya lebih berat.

Menurutnya, kasus ini sudah ditangani cepat oleh Polresta Ambon dimana dalam waktu 1×24 jam pelaku sudah ditangkap dan proses hukum.

“Penanganan kasusnya baru dua hari, penyidik masih punya banyak waktu untuk bisa menerapkan pasal tambahan dengan ancaman yang terberat bagi tersangka.

Tambah 3 Saksi

Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Ambon dan PP Lease, Kompol Beni Kurniawan dalam keterangan persnya di Mapolresta Ambon, Rabu (2/8) menjelaskan, penyidik telah memeriksa tiga saksi dan akan menambah lagi tiga saksi.

“Saksi-saksi untuk saat ini kita sudah memeriksa kurang lebih ada tiga orang saksi. Kita juga renca­nanya akan memeriksa tiga orang saksi lagi,” ujar Kasat.

Sejauh ini, lanjut Kasat, hanya pasal 351 yang disangkakan kepada tersangka, Abdi Abrizal Siahaan/Toisuta namun tidak menutup ke­mungkinan pasal lainnya dite­rap­kan.

“Kita kenakan pasal itu, nanti kita dalami lagi dan kita lihat apakah bisa dikenakan dengan pasal yang lain. Tentu saja kita sinkronkan dengan fakta yang terjadi yang kita temukan terkait perstiwa ini,” ujarnya.

Ditempat yang sama, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes M Rum Ohoirat mengungkapkan hasil otopsi sudah keluar namun kewe­nangan dari dokter forensik yang melakukan otopsi.

“Jadi saksi dan alat bukti forensik menjadi alat bukti kami menetapkan tersangka, dan tidak menutup ke­mung­kinan apabila dalam perkem­bangannya ditemukan ada perbua­tan dari keterangan saksi yang kita periksa terkait dengan pasal lain, maka tidak menutup kemungkinan akan ada pasal-pasal lain. Untuk itu nanti kita akan dalami lagi untuk segala kemungkinan,” sebutnya.

Kabid juga menyebutkan, kasus yang sempat viral dengan laporan polisi No:B 305 VII- Respolres Ambon dengan kasus penganiayaan yang mengakibatkan korban meni­ng­gal dunia.

Kabid juga meluruskan bahwa tindakan penganiayaan yang dila­kukan tersangka kepada korban RRS terjadi di Tanah Lapang Kecil, dan bulan di Asrama Polres Ambon.

“Untuk ketahuan TKP bukan di Asrama Polres Ambon, TKP di Tanah Lapang Kecil dan itu ber­seberangan dengan Polres Ambon. Itu merupakan permukiman mas­yarakat umum,” paparnya.

Kabid juga menyebutkan, korban bukanlah berusia 15 tahun, tetapi sesuai dokumen kependudukan RRS lahir pada tanggal 8 Mei 2005, dengan demikian sampai dengan hari ini korban berumur 18 tahun 2 bulan dan 22 hari.

“Dengan demikian ada yang mempertanyakan kenapa tidak pakai pasal Perlindungan Anak, memang tidak bisa digunakan karena korban sudah berumur 18 tahun,” ujarnya.

Bukan ‘Musibah’

Akademisi Komunikasi Publik Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon, Neltji Siahaya mengungkapkan, Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta keliru meng­gunakan kata diksi ‘musibah’ dalam pernyatan terbukanya melalui video yang beredar luas di masyarakat, terkait tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan meninggalkan korban.

Menurutnya, jika dicermati de­ngan baik video pernyataan Elly Toisuta berdurasi berdurasi 1 menit 44 detik itu menyatakan, turut pri­hatin atas musibah yang terjadi terhadap korbam. Tentu ini diksi yang digunakan tidaklah tepat.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (2/8) Alumnus S2 Ilmu Komunikasi UGM Jogjakarta ini mengatakan, video jelas sebagai media komunikasi publik yang digunakan itu sebagai sarana untuk menyampaikan pesan.

Menurutnya pernyataan terbuka itu adalah bentuk pertanggung jawab moral dan sosial seorang Ely Toisuta sebagai wakil rakyat dan publik figure yang berjiwa besar untuk menyerahkannya ke aparat penegak hukum.

Walau demikian, lanjut dia, se­bagai seorang publik figur seorang Elly Toisuta sebagai pimpinan rak­yat haruslah mengajukan permo­honan maaf kepada keluarga, se­lanjutnya juga kepada masyarakat. Sehingga tindakan-tindakan serupa tidak terjadi.

Dikatakan kata tersebut keliru adalah tidak tepat, karena anak Elly Toisuta adalah pelaku, sehingga komunikasi publiknya tidak harus menggunakan diksi turut prihatin atas musibah yang terjadi.

“Diksi musibah itu digunakan jika pelaku itu bukan anak Ibu Elly, atau prihatin dengan musibah bencana alam yang terjadi. Namun jauh dari pada itu adalah lebih ellegan sebagai Ketua DPRD haruslah memohon maaf kepada keluarga korban. Na­mun dari durasi itu saya melihat tidak diungkapkan,” katanya.

Sesalkan Ketua Dewan

Praktisi Hukum, Elizabeth Tutu­pary menyayangkan sikap Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta da­lam pernyataan sikapnya tidak me­minta maaf kepada keluarga korban maupun masyarakat atas tindak pidana penganiayaan hingga meng­akibatkan korban RRS meninggal.

Kepada Siwalima di Ambon, Rabu (2/8) Tutupary mengatakan, Elly Toisuta selaku politisi perempuan di Kota Ambon mestinya dengan legowo menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban atas tindakan anaknya yang telah menghilangkan nyawa orang.

“Pernyataan publik dalam bentuk video, yang disampaikan beliau se­laku orang tua, sama sekali tidak ada permohonan maaf. Soal bela­sung­kawa, menyampaikan keprihatinan atas musibah yang terjadi, itu bisa dilakukan siapa saja yang tidak terlibat langsung dalam peristiwa atau kasus itu. Tetapi permohonan maaf itu boleh dikatakan wajib bagi orang atau kerabat, apalagi itu anaknya yang melakukan suatu kesalahan. Prihatin beda dengan maaf, turut belasungkawa juga demikian,” cetusnya.

Menurutnya, almarhum juga memiliki orang tua yang merasa kehilangan, tetapi tentu menantikan niat baik pihak keluarga pelaku untuk meminta maaf.

“Apa sulitnya meminta maaf. apalagi bagi pihak yang jelas mela­kukan kesalahan. Jangankan sampai menghilangkan nyawa, kesalahan kecil yang kita lakukan pada orang saja, baik dari kita dari orang itu pasti berpikir, ini orang belum-belum minta maaf. Apalagi sampai meng­hilangkan nyawa orang dan tidak ada permohonan maaf, itu tentu akan menimbulkan pemikiran buruk orang, dan itu sangat disayangkan,” tandasnya.

Tolak Selesaikan 

Seperti diberitakan sebelumnya, Keluarga korban Rafi Rahman Sie meninggal dianiaya Abdi Toisuta, meminta, tim penyidik Polresta Ambon menuntaskan kasus ini hingga ke pengadilan.

Keluarga menolak tindakan peng­aniayaan yang dilakukan pemuda 25 tahun itu diselesaikan secara ke­keluargaan atau damai.

Pihak keluarga juga berharap polisi akan tegakkan hukum dan me­nghukum pelaku setimpal dengan perbuatannya.

Demikian diungkapkan, pena­sehat hukum keluarga korban, Ishak Frans kepada Siwalima melalui te­lepon selulernya, Selasa (1/8) malam.

“Keluarga tidak terima tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku, dan kami minta untuk kasus ini diproses sampai ke pengadilan. Keluarga menolak diselesaikan secara kekeluargaan,” tegas Frans.

Apalagi kata dia, hingga saat ini Ketua DPRD Kota Ambon orang tua dari Abdi Toisuta, belum juga me­minta maaf dan belum mendatangi keluarga korban.

“Keluarga pelaku belum datang ke keluarga korban dan minta maaf. Kalau datang pasti ada pemaaf, tetapi jika mau menyelesaikan se­cara kekeluarggaan keluarga menolak menyelesaikan secara kekeluar­gaan,” ujarnya sembari meminta tim penyidik Polresta Ambon untuk menyelidikan kasus ini sampai ke pengadilan.

“Kita minta usut sampai ke akar-akarnya, dan keluarga tolak untuk lakukan secara kekeluarga, penega­kan hukum harus terus berlanjut sampai ke pengadilan,” tegasnya.

Terancam 7 Tahun

Sebelumnya pelaksana harian Kapolresta P Ambon & PP Lease, Kombespol Driyano Andri Ibrahim melalui Kasi Humas Polresta Ambon, Ipda Jane Luhukay mengungkapkan, penyidik telah menggelar perkara kasus penganiayaan ini pada Senin (31/7) malam.

“Kemarin malam Polresta Ambon dan Pp Lease melaui Reskrim telah menggelar perkara terhadap pelaku Abdi Toisuta. Dalam gelar perkara tersebut pelaku Abdi ditetapkan sebagai tersangka dan disangkakan dalam pasal 351 ayat 3 tentang Penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun,” ungkap Kasi Humas.

Ketika ditanyakan mengapa tidak disangkakan dengan UU Perlindu­ngan Anak tetapi dengan KUHPi­dana, menurut Kasi Humas, hal itu akan dikembangkan lagi oleh penyidik.

“Semalam sudah gelar perkara dan pasal yang disangkakan yakni pasal 351 ayat 3. Untuk sementara itu yang disangkakan kepada pelaku oleh penyidik. Karena masih dalam pengembangan maka untuk pasal perlindungan anak akan ditinjau lagi usai penyidikan nanti,” beber Kasi Humas.

Sementara itu terkait upaya penyelesaian secara kekeluarga, menurut Kasi Humas hal itu tidak ada.

“Jadi untuk informasi bahwa adanya upaya penyelesaian secara kekeluargaan sampai dengan saat ini kami belum menerima informasi. Secara kelembagaan kami hanya menjalankan perintah undang-undang, sehingga pada malam kemarin kita telah gelar perkara atas kasus ini.” bebernya.

Dikurung Polisi

Seperti diberitakan polisi mengurung Abdi Toisutta (25), warga Tanah Lapang Kecil, RT.002 RW 03, Kelurahan Wainitu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon di balik jeruji besi, usai ditetapkan sebagai tersangka.

Dia diketahui menganiaya RRS,pemuda berusia 18 tahun hingga meninggal dunia.

Aksi tidak terpuji Abdi, diketahui dilakukan Minggu (30/7), sekitar Pukul 21.10 WIT, di depan asrama Polri Talake, dengan cara memukul kepala korban yang sementara menggunakan helm secara berulang kali.

Dalam video yang beredar melalui pesan singkat WhatsApp, terlihat bagaimana Abdi malakukan aksinya dengan sikap sangat arogan.

Abdi, sebagaimana rekaman video itu, bukan saja memukul korban secara berulang, namun juga mengeluarkan kata-kata kotor dan makian yang tak pantas diucapkan oleh seorang anak pejabat.

Belum diketahui pasti siapa yang merekam video berdurasi 1 menit 44 detik itu. Namun yang pasti, video itu bisa menceritera­kan awal pemukulan yang dilaku­kan Abdi, hingga aksi rame-rame warga menggotong RRS ke dalam sebuah rumah. (S-10/S-26/S-25)