AMBON, Siwalimanews – Belum golnya kepentingan elit partai menjadi pemicu deadlocknya Musda IX Golkar Kota Ambon.

Elit Golkar Maluku menginginkan Elly Toisuta memimpin Golkar Kota Ambon. Sementara para pemilik suara sah menginginkan Max Siahay.

Siahay mendapatkan dukungan 30 persen pemilik suara sah, dan sudah disahkan oleh steering committee (SC). Namun kubu Elly diberi angin oleh elit Golkar melalui pimpinan sidang untuk terus mempersoalkan hasil kerja SC.

Akademisi Fisip Unpatti, Paulus Koritelu mengatakan, sebagai partai politik yang sarat pengalaman serta dipenuhi oleh para politisi kawakan yang piawai bermain politik, ter­kadang sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan dalam internal partai bisa saja mengalami deadlock seperti di Musda Golkar Ambon.

“Akibat dari kepiawaian me­main­kan politik menyebabkan suatu cela yang kecil saja ketika kepentingan mereka tidak terakomodir maka persoalan yang ada dapat diper­besar-besarkan dan itu yang se­mentara dimainkan,” kata Koritelu kepada Siwalima, Rabu (30/9).

Baca Juga: Musda Lanjutan Golkar Kota Ambon Kembali Diskors

Menurut Koritelu, harusnya se­mua orang di Golkar taat kepada Juklak 02 Tahun 2020. Tetapi fakta­nya, karena kepentingan person maupun kelompok yang mengaki­batkan terjadinya deadlock.

“Kepentingan itu terkait dengan kandidat yang dijagokan tidak ter­akomodir dalam  hasil keputusuan steering committee sesuai dengan Juklak 02, sehingga akan berlanjut panjang,” ujarnya.

Jika kepentingan petinggi Golkar di Maluku terkait dengan siapa yang menjadi ketua DPD II telah ter­akomodasi, kata Koritelu, tidak ada persoalan. Namun karena kepen­tingan itu belum terpenuhi, sehi­ngga musda terus deadlock.

“Saya pertanyakan apakah benar petinggi Golkar Ramly Umasugi, Hamzah Sangadji atau pak Ris memiliki kepentingan yang sama terhadap orang yang berdasarkan hasil kerja steering ditetapkan? be­lum tentu, justru belum tentu itu maka penggodokan dan dinamika itu terjadi dalam internal Golkar, jadi hanya satu titik kepentingan mereka tidak bisa merepresentasikan kepen­tingan mereka,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya, petinggi Golkar maupun kelompok tertentu merasa belum dipersatukan oleh calon yang ditetapkan oleh SC. Padahal Juklas 02 jelas mengatur, apapun dinamika dalam musda hasil kerja SC harus ditetapkan.

Koritelu menilai, dinamika yang ada akan selesai jika petinggi Golkar Maluku seperti Ketua DPD I Ramly Umasugi, Hamzah Sangadji dan Richard Louhenapessy duduk bersa­ma dan menyatukan kepentingan.

Senada dengan Koritelu, akade­misi Fisip Unidar, Sulfikar Lestaluhu mengatakan, seharusnya apa yang menjadi aturan dalam Juklak 02 Tahun 2020 yang telah diakomodir dalam hasil kerja SC harus diikuti. “Mestinya harus mengikuti Juklak 02 itu,” ujarnya.

Jika melihat dinamika yang terjadi, kata Lestaluhu, hal ini menunjukan adanya kepentingan yang belum tercapai soal siapa yang menjadi ketua DPD. “Kalau saya lihat ini ada kepentingan yang belum tercapai saja,” ujarnya.

Sementara Ketua DPD Golkar Ma­luku, Ramly Umasugi yang dikonfir­masi menegaskan, tidak ada kepen­tingan politik elit Golkar. Semuanya kerja sudah sesuai dengan meka­nisme.

“Soal musda tidak ada kepenti­ngan politik apa-apa disitu. semua kerja sudah sesuai mekanisme, tapi masing-masing calon memiliki ke­kurangan dan lain-lain,” tandasnya melalui pesan WhatsApp tadi ma­lam.

Dukung SC Lapor

Sekretaris pengurus Golkar Keca­matan Sirimau, Rudy Manuputty mengatakan, sejak awal pihaknya menginginkan agar musda berjalan sesuai dengan Juklak 02 Tahun 2020.

Tetapi dalam realitasnya, pimpi­nan musda ingin menggiring dan mengeliminir hasil kerja SC dengan jalan melakukan verifikasi kembali dukungan pemilik suara sah. Pada­hal sesuai dengan Juklak, yang me­miliki wewenang untuk melakukan verifikasi hanya SC.

Karenanya, Golkar Sirimau men­dukung jika SC akan melaporkan masalah ini ke DPP. “Kalau memang steering mau melaporkan kami mendukung,” tegasnya.

Senior partai Golkar, Jos Siegers mengatakan, selaku orang yang sudah begitu lama berkecimpun dan membangun partai, dirinya hanya menginginkan musda berjalan se­suai dengan aturan.

“Kita hanya menginginkan musda berjalan sesuai aturan saja tanpa cacat sedikitpun,” ujarnya.

Menurutnya, deadlock terjadi akibat dari pimpinan sidang yang ingin menghilangkan keputusan SC. Karena itu, jika SC mau melaporkan ke DPP, Siegers sangat mendukung.

Anggota SC Musda Golkar Kota Ambon, Alva Somarwane mengata­kan, pihaknya masih melakukan pertemuan untuk menentukan kapan laporan disampaikan. “Iya tapi kita masih rapat untuk menentukan be­sok atau kapan,” tutur Alva.

Musda Deadlock Lagi

Seperti diberitakan, Musda Golkar IX Kota Ambon kembali deadlock, dan diskorsing hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Ini untuk kedua kalinya Musda Golkar Kota Ambon deadlock. Mus­da awalnya dibuka oleh Ketua Golkar Maluku, Ramly Umasugi pada Rabu (9/9) lalu, dan berjalan hingga Jumat (11/9). Tetapi tak membuahkan hasil. Penyebabnya, pimpinan sidang, Yusri AK Mahedar tak netral. Ia berpihak kepada Elly Toisuta.

Sesuai Juklak 02 Tahun 2020 yang memenuhi syarat 30 persen duku­ngan pemilik suara hanya Max Sia­hay. Sesuai Juklak 02, sidang hanya untuk mengesahkan hasil kerja stee­ring committee (SC) yang mene­tapkan Siahay sebagai ketua terpilih.

Tetapi Mahader yang berpihak kepada Elly Toisuta membuka ruang untuk kubu Elly  menyeruduk atu­ran. Berbagai macam cara dipakai agar Elly bisa diloloskan. Alhasil perdebatan terus terjadi.

Mader yang diberikan kewena­ngan memegang palu, ia lalu meng­skorsing sidang sampai batas waktu yang ditentukan. Musda kemudian diambil alih oleh DPD I.

Setelah melakukan rapat internal yang dipimpin Ramly, diputuskan Musda Golkar Kota Ambon  dilan­jutkan lagi pada Senin (28/9) di Sekretariat DPD Golkar Karang Panjang.

Namun Mahedar yang memimpin sidang tak berubah. Ia tetap mem­buka ruang bagi kubu Elly Toisuta mempersoalkan hasil kerja SC yang sudah sesuai Juklak 02.

Perdebatan berlanjut hingga Selasa (29/9). Berkali-kali Mahedar mengskorsing sidang. Tetapi musda tetap mengalami jalan buntu akibat ulahnya sendiri.

Hingga pukul 23.00 WIT perde­batan masih terus terjadi. Mahedar kemudian mengskorsing sidang hingga batas yang tidak ditentukan.

Anggota SC Musda IX DPD Gol­kar Kota Ambon, Faqi Fakaubun mengatakan, alasan-alasan yang di­sampaikan pimpinan sidang Yusri Mahedar hanya bentuk pembenaran diri. “Yang tadi disampaikan itu hanya pembenaran diri saja itu,” ujar Fa­kaubun, kepada Siwalima tadi ma­lam.

Fakaubun menegaskan, SC telah bekerja sesuai dengan aturan Juklak 02 Tahun 2020.

“Sesuai Juklak tersebut, berda­sarkan hasil verifikasi yang telah dilakukan, Max Siahay menjadi ca­lon yang memenuhi syarat duku­ngan 30 persen dan itu memiliki legal stendang karena dihasilkan oleh steering,” ujarnya.

Namun, pimpinan sidang menge­luarkan keputusan lain yang me­ngeliminasi kerja SC. Seharusnya pimpinan sidang melanjutkan hasil keputusan pleno SC.

“Perintah pasal 49 Juklak 02 Ta­hun 2020 jika hanya satu calon yang memenuhi syarat maka langsung ditetapkan sebagai ketua terpilih,” ujar Fakaubun.

Fakaubun menuding pimpinan sidang adalah sumber kekacauan musda, karena tidak mengindahkan hasil kerja SC.  “Ini langkah men­deligitimasi terhadap Juklak 02  dan melanggar AD/ART,” tandasnya.

Fakaubun juga menegaskan, sikap pimpinan sidang yang tak netral akan dilaporkan ke DPP. “Steering akan laporkan ke DPP,” ujarnya.

Sementara pimpinan Musda, Yusri AK Mahedar kepada wartawan me­ngatakan, pada saat akan dilakukan verifikasi terjadi perdebatan. Sebab, ada peserta yang ingin dilakukan verifikasi, tetapi ada yang menolak.

“Tadi terjadi kesalahpahaman dan peserta tidak mampu menghadirkan satu kesepakatan lanjut atau tidak maka saya skorsing untuk batas waktu yang tidak ditentukan,” ujar Mahedar.

Dirinya akan menyampaikan lapo­ran kepada Ketua DPD Golkar Ma­luku Ramli Umasugi agar dibahas da­lam rapat harian untuk memutuskan apa­kah melanjutkan atau menunjuk cara­teker DPD Golkar Kota Ambon.  (Cr-2)