AMBON, Siwalimanews – Kepemimpinan Murad Ismail dan Barnabas Orno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku disebut sebagai pemerintahan terburuk dalam sejarah Maluku.

Pernyataan keras tersbeut disampaikan Fraksi Partai Golkar dalam  penyampaian kata akhir fraksi-fraksi pada pembahasan RAPBD Provinsi Maluku tahun 2022 untuk ditetapkan menjadi Perda, Rabu kemarin.

Menurut Fraksi Golkar, secara umum, kasus pandemi covid masih melanda negeri ini, hingga anggaran belanja daerah masih mengalami tekanan, dan menjadi sebab dari pemerintah pusat untuk mengurangi dana transfer ke daerah.

Tercatat mengalami penurunan yang cukup signifikan dari Rp 3.308 triliun (TA 2021) menjadi Rp 2.869 triliun (TA 2022) atau mengalami penurunan sebesar Rp 438.49 atau 13.25 persen.

Berikut kata akhir Fraksi Partai Golkar dari dokumen resmi yang ditandatangani Ketua Fraksi, Anos Yeremias, seperti dilansir proros timur.com

Baca Juga: Kimia Farma akan Gelar Vaksinasi Gratis di Maluku

Pertama, dalam dokumen RAPBD disebutkan bahwa dengan pendapatan daerah yang diproyeksikan hanya sebesar Rp 2,869 triliun pada 2022, maka target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Pemerintah Daerah adalah sebesar 5,43-6,02 persen.

Fraksi Golkar menyebut target pertumbuhan pada kisaran itu tidak realistis, dan tidak mencerminkan kondisi, dimana sumber daya fiskal daerah sedang mengalami tekanan.

Kedua, meski proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami pertumbuhan, namun hal itu tidak sebanding dengan penurunan pendapatan daerah dari sisi Dana Alokasi Khusus (DAK).

Fraksi Golkar menyatakan, memasuki tahun ketiga pemerintahan Murad Ismail-Barnabas Orno, tidak melihat ada terobosan subtantif dalam menggenjot pertumbuhan pendapatan daerah. Itu bertanda, bahwa sebagai kepala daerah, Sdr Murad Ismail belum berhasil meyakinkan pemerintah pusat untuk tidak mengurangi jatah dana transfer bagi Maluku.

Ketiga, presentase penyerapan APBD Provinsi Maluku tahun 2021 yang hingga November 2021 baru mencapai 39 persen menjadi terendah di Indonesia. Fraksi Golkar menilai, bahwa ini adalah kinerja keuangan terburuk diantara para kepala daerah yang pernah memimpin daerah seribu pulau ini.

Keempat, sebagai daerah dengan ciri kepulauan, Maluku dengan kondisi kemiskinan daerah yang masih tinggi, seharusnya Sdr Murad Ismail, harusnya mampu meyakinkan pemerintah pusat untuk memperlakukan Maluku secara khusus pula.

Kelima, cita-cita untuk mengurangi kesenjangan antar kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, sedang dan tinggi serta kesenjangan antar daerah, meningkatkan konektivitas, membuka keterisolasian sekaligus memperbaiki indeks gini rasio, masih akan jauh dari harapan.  Sebab kebijakan politik anggaran pemerintah daerah bersebrangan antara konsep dan aplikasi.

Keenam, guna mempercepat penanganan terhadap pandemi, Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku juga melihat bahwa pemerintah daerah terlalu lambat dalam melakukan langkah vaksinasi terhadap warganya.

Hal ini terlihat dari posisi Maluku yang termasuk dalam kategori daerah terendah dalam memberikan vaksinasi tahap satu dan dua. Demikian halnya dengan resapan anggaran penanganan Covid-19, dimana Maluku juga salah satu yang terendah di Indonesia.

Yang terakhir, kami juga melihat bahwa di tengah-tengah keterbatasan pendapatan daerah, toh tetap saja banyak OPD yang merencanakan perjalanan dinas yang tidak perlu dan bukan merupakan prioritas, baik di dalam negeri atau bahkan ke luar negeri.

Mengakhiri kata akhir fraksi, Fraksi Golkar menyatakan, mereka ragu dan merasa yakin, bahwa target Gubernur Maluku yang tertuang dalam RKPD maupun tema RKPD tahun 2022 atau dalam prioritas pembangunan daerah Provinsi Maluku tahun 2022 akan bernasib sama dengan target-target sebelumnya yang umumnya tidak tercapai.

Kami berharap agar, Sdr Gubernur Maluku, Murad Ismail dan Sdr Wakil Gubernur, Barnabas Orno, untuk sadar dan mau merubah secara total pendekatannya selama ini dalam merencanakan dan mengaplikasikan program pembangunan yang tanpa melalui perencanaan yang matang (tidak melalui feasibility study/FS yang layak), sepihak, dan cenderung mengabaikan kebutuhan warga sekaligus berperan lebih proaktif dengan berdiri pada barisan terdepan dan mengomandoi gerakan masyarakat dalam membangun Maluku secara massif. (S-50)