Kelola BOS, Kepsek Jangan Bikin Diri Bos
Pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak terlepas dari peranan kepala sekolah (kepsek). Artinya bagaimana kepsek mengatur alokasi pembiayaan untuk operasional sekolah.
Mengatur di sini dalam artian kepsek tidak sendiri, tapi kepsek memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan dana BOS dengan dibantu para stafnya, Komite Sekolah dan orang tua murid.
Dengan kata lain, dalam mengelola dana BOS, kepsek jangan bikin diri bos. Kepsek harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan dana BOS sesuai dengan petunjuk Kemendikbud.
Kepsek harus mempedomani petunjuk teknis (juknis) sebagamanai diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang petunjuk teknis BOS. Dalam pengelolaannya, apabila kepsek keluar dari juknis penjara menanti.
Di Maluku, tidak sedikit kepsek diseret ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Korupsi dana BOS banyak ditemukan di sejumlah sekolah di Maluku. Seperti saat ini yang lagi berproses di Pengadilan Tipikor Ambon yakni korupsi BOS SMPN 8 Leihitu Kabupaten Malteng dengan terdakwa kepsek, Sobo Makatita.
Menariknya, BOS kerap dikelola sendiri oleh kepsek tanpa melibatkan staf sekolah, komite dan orang tua murid. Kepsek lebih condong mempercayakan orang-orang dekatnya seperti keluarga.
Pengelolaan BOS pun tidak mempedomani juknis. Sobo Makatita menunjuk anaknya yang tak lain guru honorer di SMPN 8 Leihitu sebagai bendahara. Kebijakan Sobo Makatita jelas melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Untuk mengelola BOS diperlukan manajemen yang baik. Manajemen BOS didasarkan pada prinsip professional, transparan dan akuntabel yang implementasinya diperankan oleh kepsek.
Aspek mendasar dari manajemen BOS adalah perencanaan dalam hal pembiayaan. Bagaimana kepsek merencanakan keuangan untuk rencana kegiatan. Dalam manajemen pembiayaan, instrumen yang penting adalah penyusunan Rancangan Anggaran dan Pembiayaan Sekolah (RAPBS).
RAPBS mendasari pelaksanaan pembiayaan yang terprogram secara transparan, akuntabel dan demokratis. Kasus Sobo Makatita membuktikan BOS SMPN 8 Leihitu penyusunan programnya tanpa RAPBS. Alhasil, Sobo leluasa korupsi, karena mengelola sendiri dana BOS itu.
Bisa jadi, tak hanya BOS, Sobo Makatita diduga kuat selewengkan dana alokasi khusus (DAK) bantuan sosial hingga bantuan siswa miskin. Dakwaan jaksa penuntut umum menjelaskan Sobo melakukan pembelanjaan hingga pengeluaran keuangan sendiri tanpa melibatkan komite sekolah dan panitia pembangunan sekolah.
Sobo Makatita secara sengaja memasukan kegiatan-kegiatan sesuai rab. Tapi ada kegiatan yang dilaksanakan dan ada juga yang tidak bahkan mark up. Kegiatan yang dibelanjakan itu kwitansi dan nota belanja Sobo sendiri yang membuatnya.
Praktek-praktek seperti ini mengakibatkan dunia pendidkan di Maluku tidak mengalami kemajuan. BOS diharapkan mampu menunjang pendidikan di sekolah, justru dijadikan lahan garapan kepsek untuk memperkaya diri.
Semoga kedepan, sekolah-sekolah yang ada di Maluku tidak lagi menyalahgunakan BOS, tapi penggunaannya sesuai dengan peruntukan demi masa depan pendiidkan di Maluku tercinta. (**)
Tinggalkan Balasan