Kejati Maluku Penyebab Proyek PLTGM Namlea Mangkrak
AMBON, Siwalimanews – Proyek Strategis Nasional yang ditetapkan Presiden Jokowi salah satunya pembangunan PLTMG 10 MW di Namlea Kabupaten Buru kini mangkrak. Kejati Maluku dituduh penyebab gagalnya proyek PLN untuk kepentingan masyarakat di dua kabupaten yakni Buru dan Buru Selatan itu.
Tokoh masyarakat Buru, Talim Wamnebo mengatakan, Kejati Maluku mengobok obok proyek PLTMG ini dalam hal pembebasan lahan. PLN melakukan pembebasan lahan proyek mengacu pada UU No 2 Tahun 2012 dan aturan internal PLN. Proses ganti rugi sudah selesai dan PLN sudah menerima lahan dengan aman.
“Proyek langsung dikerjakan karena PLN mengejar target tahun 2018 bisa dinikmati oleh masyarakat. Maksud baik pihak PLN dihadang oleh Kejati Maluku dengan alasan klasik yakni ada kerugian negara karena harga diatas NJOP. Kejati menuduh ada kongkalikong antara Fery Tanaya (FT) dan Didik S (GM PLN) dalam penetapan harga dengan alasan harga diatas NJOP. PLN sudah menjelaskan kalau pihaknya mengacu pada nilai pengganti wajar (NPW) yang dikeluarkan KJPP yakni Rp 125 ribu / m2 untuk semua pemilik lahan yang tanahnya kena proyek. Tapi tetap Kejati tidak menerima alasan itu,” beber Wamnebo dalam rilisnya kepada Siwalima Minggu (2/5).
Dikatakan, faktanya FT pernah dijemput dari kediaman untuk ikut rapat dengan bagian Hukum PLN pusat. Saat itu pihak PLN mengeluh karena ancaman penyidik mau tetapkan pimpinan mereka Didik Sudarmadi sebagai tersangka. Saat dalam rapat FT mengusulkan akan mengembalikan uang pengganti rugi dan PLN mengembalikan tanah.
Tanaman yang sudah terlanjur tebang tidak perlu diganti rugi, tapi permintaan FT ditolak pihak PLN dengan alasan proyek strategis yang harus dilaksanakan. Tapi pihak PLN memiliki jurus lebih hebat dari FT dalam menaklukan penyidik, sehingga bisa membalikan keadaan dari ancaman tersangka menjadi melindungi calon tersangka.
“Peyidik berbalik arah mengejar mangsa besar yakni FT yang tanahnya dibebaskan untuk mesin induk seluas 4.8 Ha. Hasil peyelidikan, penyidikan hingga penetapan tersangka dan sampai FT ditahan, tetap Kejati mengunakan media untuk memberitakan tuduhan mark up dalam kasus ini. Proses yang melelahkan selama empat tahun itu memakan korban para saksi saksi seperti camat, kades, BPN dan lainsebagainya yang terlibah dalam membuat akte pembebasan lahan,” jelas Wamnebo.
Diungkapkan, camat, kades dan pihak BPN harus bolak balik Namlea-Ambon dipanggil berulang kali dengan biaya sendiri dalam situasi Covid 19 karena proses hukum kasus ini sejak tahun 2018.
“Bayangkan, mereka harus meninggalkan keluarga, tugas negara demi memenuhi panggilan Kejati Maluku untuk memuluskan jeratan tuduhan mark up. Setelah FT ditahan Kejati Maluku di rutan untuk pertama kalinya, tepat 9 September 2020 muncul Kajati Maluku yang baru kala itu Rorogo Zega melakukan keterangan pers di kantor Gubernur Maluku kepada media. Dengan sikap gagah berani dan percaya diri Kajati Rorogo Zega menjelasakan dengan lantang bahwa pengusaha FT ditahan karena menggelembungkan harga nilai ganti rugi. Katanya harga tidak semahal itu dan menantang FT buka bukaan berapa uang yang dikembalikan PLN,” sesalnya.
Menurut Wamnebo, Kajati, Rorogo Zega telah menyerang pribadi FT dengan kata-kata yang tidak sopan seperti FT tidak jujur, FT tidak memiliki rumah dan tanah di Namlea dan lainnya. Karena merasa diperlakukan tidak adil, FT melakukan Praperadilan dengan putusan penahanan FT tidak sah dan meminta segera dibebaskan.
Sebagai rakyat Maluku khususnya warga Buru, kami sangat sedih karena tuduhan seorang Kajati Maluku dalam menetapkan FT sebagai tersangka dengan tuduhan mark up.
“Ini kan bohong belaka. Saat persidangan FT di sidang praperadilan, saksi fakta mantan kepala PLN Namlea mengaku secara terbuka antara PLN dan Kejati ada MOU sehingga Kejati mengutus Jaksa Agus Sirait untuk melakukan sosialisasi kepada pemilik lahan lain. Dalam sosialisasi dijelaskan Jaksa Agus Sirait bahwa harga Rp 125 ribu adalah harga penetapan apraisal sehingga masyarakat tidak boleh meminta lebih,” jelas Wamnebo.
Ditekankan Wamnebo, PLTGM merupakan proyek strategis dimana semua pihak harus mendukung. Fakta persidangan peyidik Kejati Maluku dipermalukan oleh saksi fakta dihadapan majelis hakim praperadilan.
“Awalnya peyidik tidak mau mengakui. Tapi saksi fakta mempunyai bukti foto saat tim Kejati diketuai Jaksa Agus Sirait sedang melakukan sosialisasi di balai desa dan semua fakta sudah tebuka di pengadilan. Akhirnya peyidik kejati mengakui dan tertunduk malu dihadapan hakim praperadilan dan saksi. Kita masyarakat Maluku bertanya, dimana hati nurani seorang Kajati Maluku. Digaji oleh negara dengan uang rakyat, tega- teganya Kajati sengaja membohongi rakyat Maluku dalam penjelasan kepada media tentang kasuk mark Up dalam proyek PLTMG. Ini kan proyek untuk kepentingan rakyat direkayasa begitu hebat padahal tuduhan ini hanya tuduhan jadi-jadian,” kata Wamnebo.
Wamnebo menilai, serangan dan tuduhan terhadap pengusaha FT mark up adalah pembohongan sistematis yang dibangun Kejati Maluku. “Sebagai masyarakat saya mau bertanya kepada bapak Jaksa Agung RI St Butuhanudin apakan institusi korps Adhyaksa dibawah pimpinan bapak terjadi krisi SDM yang bermoral jujur dan adil dalam menerapkan hukum. Kami rakyat Maluku Khusus di Kabupaten Buru tidak meminta kriteria macam-macam untuk jabatan seorang Kajati di Maluku. Kita hanya minta kejujuran dan keadilan,” ujarnya.
Diakuinya, yang menjadi pertanyaan setelah jeratan mark up tidak terbukti, Kejati kembali memasang jeratan baru kalau FT menjual tanah milik aset negara ke PLN. Untuk memuluskan jeratan ke FT menjual tanah negara atau aset negara Kajati mengambil langkah secara sepihak meniadakan atau membatalkan semua bukti juridis milik FT atas kebun yang dimilikinya selama 35 tahun itu.
“Setelah itu Kajati langsung menimbulkan hak baru atas kebun milik FT menjadi tanah milik negara atau aset negara. Tidak kuat bukti tuduh FT mark up, kejati kembali jerat dengan alasan lahan FT itu lahan milik negara atau aset negara. Meminta BPKP menghitung kerugian negara dan terbitlah hasil audit total lost senilai pengganti rugi yakni Rp 6 milyar. Inilah topeng yang dipakai untuk mengejar pengusaha FT. Luar biasa hebatnya Kejati Maluku untuk mengejar mangsa seorang pengusaha FT. Tapi kita masyarakat akan akan menonton dagelan-dagelan Kejati nantinya di persidangan,” pungkas Wamnebo. (S-32)
Tinggalkan Balasan