AMBON, Siwalimanews – Guna membongkar borok direksi dan komisaris terkait pembayaran remunerasi di Bank Maluku-Malut dibu­tuhkan komitmen kuat dari Kejaksaan Tinggi Maluku.

Pemberian remunerasi Bank Maluku Malut telah menyalahi aturan, selain tidak melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham. Sebaliknya oleh Otoritas Jasa Keuangan justru mengusulkan dilakukan circular letter dengan meminta persetujuan pemegang saham Bank Maluku Malut.

Usulan OJK tersebut atas te­muan pelanggaran yang dilaku­kan pihak direksi Bank Maluku selama tiga tahun tidak melak­sanakan RUPS yang menyetujui besarnya remunerasi bagi direksi dan jajarannya serta komisaris.

Demikian dikatakan Praktisi Hukum Rony Samloy kepada Siwalima melalui telepon selu­lernya, Selasa (5/9) merespon sinyal jika lembaga adyaksa Maluku bakal mengusut kasus yang merugikan Bank Maluku-Malut tersebut.

Roni menjelaskan begitu ba­nyak kasus yang saat ini dita­ngani artinya ada komitmen Kepala Kejaksaan Tinggi tinggi Maluku yang baru untuk mem­bong­kar kasus korupsi di Maluku.

Baca Juga: Kejati Bidik Dugaan Korupsi Bank Maluku

“Dari pengusutan dan penyi­dikan beberapa kasus itu me­nandakan beliau memiliki ko­mitmen yang kuat untuk pene­gakan hukum kasus korupsi di Maluku,” ujar Samloy.

Diakuinya, adanya keterba­tasan sumber daya manusia khususnya penyidik memang menjadi kendala namun pasti ada skala prioritas yang ditetapkan Kejati.

Kejaksaan Tinggi kata Samloy pasti sangat berhati-hati dan tidak gegabah dalam menaikan kasus remunerasi dari penye­lidikan ke penyidikan sebab membutuhkan alat bukti yang kuat.

Tetapi dari pengumpulan bahan dan keterangan serta meminta keterangan saksi itu yang perlu dilakukan membutuhkan ko­mitmen yang kuat sehingga kasus ini dapat dinaikkan ke penyidikan.

Masyarakat Maluku lanjutnya berharap pernyataan Kepala Kejati saat hari Adhyaksa bahwa akan tetap berkomitmen untuk proses penegakan hukum ter­hadap kasus korupsi di Maluku dapat diwujudkan dalam aksi bukan sekedar retorika..

Menurutnya, semua kasus layak dilakukan penyelidikan tetapi harus dilihat tingkat pe­nanganan sehingga membutuh­kan waktu yang cukup.

“Kita berharap dalam proses sekarang ini kejaksaan tetapi berkomitmen tetap mengusut kasus terutama kasus remune­rasi di Bank Maluku karena tidak menyangkut kepentingan ma­syarakat,” tegasnya.

Terpisah, Praktisi Hukum Alfaris Laturake juga berharap Ke­jaksaan Tinggi Maluku dapat dengan profesional mengusut kasus remunerasi di Bank Maluku-Malut.

“Dulu orang sering bicara kalau bank Maluku, itu bank penuh dengan masalah akibat banyak kasus maka sudah saatnya ke­jak­saan mengusut tuntas kasus yang terjadi,” ujar Laturake.

Menurutnya, lampu hijau yang diberikan Kajati merupakan harapan dalam membongkar semua kasus yang selama ini terjadi di Bank Maluku-Malut agar menjadi terang.

“Orang berharap kasus korupsi yang selama ini menyelimuti perjalanan bank Maluku tidak sampai menimbulkan ketidak­percayaan publik terhadap Bank Maluku maka kejaksaan tinggi harus bekerja keras untuk membongkar kasus

Tepat Usut

Akademisi Hukum Unidar Rauf Pellu menegaskan, langkah tepat Kejaksaan Tinggi Maluku akan mengusut dugaan penyalahgu­naan kewenangan pemberian remunerasi oleh jajaran direksi dan komisaris Bank Maluku Malut.

Pasalnya, pemberian remu­nerasi yang berlangsung selama tiga tahun sejak 2021 hingga 2023 dilakukan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal ini dinilai sebagai sebuah bentuk perbuatan me­lawan hukum yang diduga ber­potensi pada kerugian keuangan negara.

Menurut Pellu, sudah seha­rusnya Kejaksaan Tinggi Maluku peka dengan setiap persoalan dugaan korupsi yang terjadi di Maluku termasuk kasus pem­bayaran remunerasi.

Menurutnya, pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut secara hukum tidak dapat dibenarkan, karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Pembayaran remunerasi itu kan tidak sesuai dengan aturan dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi Bank, jadi sudah tepat jika kejaksaan tinggi Maluku melakukan pengusutan,” ungkap Pellu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (4/9).

Menurutnya, Kejaksaan Tinggi Maluku harus melakukan pengusutan dengan memanggil semua pihak diantaranya, direksi, komisaris bahkan Otoritas Jasa Keuangan agar dicari aktor yang paling bertanggungjawab dalam pembayaran remunerasi tersebut.

Masyarakat, kata Pellu sangat berharap Kejati dapat menun­jukkan keseriusannya dalam mengusut kasus pembayaran remunerasi tanpa pandang bulu, sebab siapapun di mata hukum semuanya sama.

“Ada prinsip persamaan didepan hukum artinya semua orang sama, maka Kejati harus mengusut kasus ini secara profesional,” pintanya.

Kejati Bidik

Seperti diberitakan sebelum­nya, menyikapi desakan berbagai kalangan agar aparat penegak hukum mengusut kasus dugaan korupsi di Bank Maluku-Malut akhirnya direspons Kejati Maluku.

Kini kasus dugaan korupsi pada bank berplat merah itu masukan dalam bidikan Kejati Maluku.

Kepada Siwalima, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Edy­ward Kaban mengaku, akan mendalami kasus tersebut.

“Soal kasus Bank Maluku-Malut, kami pelajari dulu. Jika ada data mohon kiranya membantu kami,” tulis Kajati dalam pesan WhatsApp, kepada Siwalima, Jumat (1/9).

Kajati juga belum mau ber­komentar lebih jauh, dan berjanji akan mempelajari kasus yang melilit bank milik daerah itu terlebih dahulu.

Sebelumnya diberitakan, aparat penegak hukum didesak segera mengusut berbagai masalah yang saat ini melilit Bank Maluku-Malut.

Desakan itu disuarakan aka­demisi fakultas hukum, organi­sasi pemuda, maupun praktisi hukum, menyusul dugaan remu­nerasi tak halal yang diterima direksi Bank Maluku-Malut.

Mereka mendesak aparat penegak hukum baik jaksa maupun polisi, maupun KPK, tidak tinggal diam terkait pem­berian remunerasi bagi jajaran direksi dan komisari yang diduga sarat dengan pelanggaran hukum.

Sebagaimana diberitakan, pembayaran remunerasi yang dilakukan sejak tahun 2020-2023 kepada jajaran direksi maupun komisaris, ternyata tanpa per­setujuan Rapat Umum Pemegang Saham.

Akademisi Hukum Unpatti, Reimon Supusepa menjelaskan, berdasarkan Pasal 96 dan pasal 113 UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas secara tegas mengatur bahwa, penetapan besaran gaji dan tunjangan dewan direksi dan dewan komisaris ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Ketentuan hukum tersebut secara langsung memberikan batas bahwa pembayaran remu­nerasi wajib dilakukan melalui keputusan para pemegang saham, sebab RUPS merupakan lembaga tertinggi dalam per­seroan terbatas termasuk Bank Maluku-Malut.

“Apapun alasannya penetapan gaji dan tunjangan wajib dilakukan melalui RUPS sebab UU PT itu memberikan kewenangan bagi RUPS. Diluar itu merupakan pelanggaran hukum,” tegas Supusepa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (27/8).

Dewan direksi kata Supusepa, berdasarkan UU, hanya diberikan kewenangan untuk mengekse­kusi pembayaran gaji dan tun­jangan/remunerasi yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.

Menurutnya, jika RUPS tidak memutuskan besaran tunjangan atau remunerasi maka direksi tidak boleh mengambil kebijakan apapun, sebab akan bertentangan dengan aturan hukum.

Supusepa menegaskan, dengan adanya persoalan ini maka aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian tidak boleh diam, tetapi harus meng­usut kasus tersebut.

Pengusutan kasus pembayar­an remunerasi lanjut Supusepa perlu dilakukan guna mengetahui lebih jauh terkait peristiwa pidana yang dilakukan dalam pemba­yaran remunerasi.

Terkait dengan circular letter yang dikeluarkan Direksi Bank Maluku-Malut, Supusepa mene­gaskan, jika penerbitan circular letter tidak berlaku ke belakang melainkan kedepan artinya, keberlakuan sebuah perjanjian atau persetujuan setelah ditan­datangani.

Circular letter tambah Supu­sepa, tidak dapat menghapus perbuatan penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan yang dilakukan direksi, sebab pem­bayaran remunerasi yang telah dilakukan telah menyalahi ke­tentuan.(S-20)