AMBON, Siwalimanews – Akademisi hukum Unidar, Rauf Pelu me­min­ta, Kejaksaan Ting­gi (Kejati) Maluku un­tuk proaktif memba­ngun koordinasi dan ko­munikasi dengan Badan Pengawasan Keuang­an dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku.

Komu­­ni­kasi dan koordinasi itu penting, lanjut Pelu untuk mempercepat proses audit kasus du­gaan korupsi RS Hau­lussy.

Kepada Siwalima, Minggu (2/10) Pelu menjelaskan, banyak kasus korupsi di Maluku yang lambat penangananya itu juga disebabkan karena menunggu hasil audit keru­gian negara yang dilakukan oleh lembaga auditor.

Karena itu, agar sejumlah kasus dugaan korupsi yang melilit RS Haulussy baik itu kasus dugaan korupsi medical check up kepala daerah dan uang makan minum tahun anggaran 2019-2020 yang ditangani kejaksaan bisa tuntas secepatnya, hanya melalui koordinasi yang dibangun secara intens antar lembaga penegak hukum itu dengan lembaga audit.

“Kejaksaan Tinggi tidak boleh tinggal diam dan hanya menunggu BPKP memberikan hasil saja, harus koordinasi yang intensif,” ujar Pellu.

Baca Juga: Kasus MTQ Mandek, Kinerja Kejari Buru Dipertanyakan

Kasus dugaan korupsi RSUD Haulussy dan kasus lainnya akan menjadi pertaruhan kredibilitas lembaga Adhyaksa dalam membe­rantas korupsi, kata dia, sebab masyarakat menaruh harapan penuh atas upaya penegakan hukum yang dilakukan.

Saling koordinasi antara lembaga penegak hukum dan lembaga auditor ungkap Pellu sangat penting, untuk mengisi kekurangan yang ditemui oleh auditor selama melaku­kan audit baik dari segi kelengkapan dokumen.

“Ini kan berkaitan dengan keru­gian negara maka dokumen untuk audit itu harus lengkap, maka Kejaksaan harus intensif melakukan koordinasi agar cepat tuntas ini kasus,” tegas Pellu.

Apalagi, hasil audit kerugian negara sangat penting bagi penyidik sebagai salah satu alat bukti guna membawa tersangka ke persidangan, sebab jika tidak ada kerugian negara tidak mungkin ada korupsi.

Menurut Pellu, kasus korupsi harus menjadi prioritas utama Kejaksaan Tinggi Maluku karena itu keseriusan sangat penting ditun­jukkan oleh penyidik, agar ma­sya­rakat memiliki harapan bahwa Maluku akan terbebas dari kasus korupsi apalagi di rumah sakit yang mestinya memberikan pelayanan bagi masyarakat.

Siapkan Dokumen

Seperti diberitakan sebelumnya, tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku sementara menyiap­kan dokumen audit Rumah Sakit Haulussy ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku.

Dokumen-dokumen audit itu menyangkut dugaan korupsi jasa medical check up di RS Haulussy. Kuat dugaan anggaran untuk jasa medical check up itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020.

Selain itu, audit juga mencakup dugaan penyimpangan anggaran pengadaan makan dan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS milik daerah tersebut.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengungkapkan, tim penyidik Kejati Maluku intens melakukan koordinasi dengan pihak BPKP Perwakilan Maluku dalam rangka audit perhitungan kerugian negara pada kasus dugaan korupsi di RS Haulussy Ambon.

“Dalam rangka proses perhitu­ngan dugaan perhitungan kerugian, tim audit BPKP Maluku intens melakukan koordinasi, klarifikasi dan upaya lainnya,” ungkap Wah­yudikepada Siwalima di Ambon, Selasa (13/9).

Dikatakan, saat ini dokumen audit sementara dilengkapai sesuai dengan permintaan auditor.

“Semuanya sementara disiapkan termasuk juga diantaranya dokumen yang dibutuhkan oleh tim audit,” ujarnya.

Untuk diketahui, pemeriksaan terhadap belasan tenaga medis ter­masuk para dokter itu karena mere­kalah yang melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap Calon Kepala Daerah (Calkada) dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi Maluku tahun 2016-2020.

Pada tahun 2017, tercatat dilaksa­nakan tiga Pilkada, yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, tercatat empat kabupaten yang me­laksanakan Pilkada, dimana seluruh­nya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Dalam penuntasan kasus di RS berplat merah ini, tercatat sudah 50 lebih saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku.

Kata dia, pemeriksaan para saksi itu dilakukan untuk mengetahui aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar.

“Pagu anggarannya di kasus ini Rp2 miliar. kalau untuk kerugian sementara dihitung penyidik, untuk itu pemeriksaan saksi-saksi gencar dilakukan untuk mengetahui secara pasti jumlah indikasi kerugian yang disebabkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Mereka yang diperiksa diantara­nya, dua mantan petinggi Dinas Kesehatan Maluku dan RS Hau­lussy adalah Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, kurun waktu tahun 2016 hingga 2026.

Adapun Pawa, adalah mantan Direktur Utama RS pada tahun 2016, dimana kasus itu mulai dibidik.

Selain dua pejabat utama itu, penyidik juga memeriksa belasan dokter, salah satunya dokter Ade Tuankotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Belasan dokter yang diperiksa ini merupakan, penerima honorarium pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan, salah satunya pelak­sanaan midical check up kepada bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku pada penyeleng­garaan Pilkada tahun 2016 hingga 2020.

Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan prasarana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah mem­verifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah verifikasi barulah Kementerian Kesehatan melakukan pembayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar

Sejak tahun 2020 tercatat seba­nyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Nilai klaim dari jumlah kasus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar. (S-10)