AMBON, Siwalimanews – Kejati Maluku membidik kasus dugaan raibnya sebagian dana konsinyasi dalam perkara perdata yang melibatkan ASDP Liang, yang dititipkan di Pengadilan Negeri Ambon se­besar Rp 1,142 miliar.

Kasi Pen­kum Kejati Maluku, Samy Sapulette mengakui, kasus tersebut sementara dilaku­kan pengumpulan data dan keterangan dari sejumlah saksi.

“Benar kasus ini sedang dalam tahapan penyelidikan oleh Kejati Maluku, dengan agenda permin­taan keterangan dari beberapa pihak,” jelas Sapulette kepada Si­walima, Senin (9/11).

Dalam proses penyelidikan ter­se­but, lanjut Sapulette, kejari melakukan pengumpulan data dan keterangan dari sejumlah saksi.

“Kasus itu masih dalam tahap pul­data dan pulbaket. Sehingga belum dapat dipublikasikan secara luas bagi masyarakat,” ujar Sapulette.

Baca Juga: Samloy : Josefince Ahli Waris Sah Dati Urin Teha

Pengadilan Negeri Ambon di­duga menghilangkan uang senilai Rp 1,141 M dari dana konsinyasi Rp 6,8 M yang dititipkan.

Dana yang dititipkan di Penga­dilan ini untuk pembayaran ganti rugi lahan seluas 4,6 Hektar di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Malteng yang sedang dalam proses hukum.

Hal ini disampaikan Wenly Tua­puttimain selaku kuasa hukum Abdul Samad Lessy.

Wenly menyebutkan, kliennya Ab­dul Samat Lessy, telah mema­sukkan gugatan perkara perdata terkait lahan dermaga ferry Liang terhadap Pama Lessy, Muhamad Lessy, Daud Hahuan dan ASDP In­donesia Ferry (Persero), serta BPN Maluku Tengah sebagai tergugat.

Pihaknya kemudian menyurati pengadilan dengan melampirkan nomor gugatan, agar tidak dilaku­kan pembayaran kepada pihak manapun, sambil menunggu kepu­tu­san yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). ASDP kemudian menyetor dana sebesar Rp 6,8 M ke pengadilan di tahun 2018.

“Uang ganti rugi untuk mem­bayar lahan dan tanaman itu, kemudian dititipkan pada tahun 2018 kepada pengadilan, setelah kami mendaftarkan gugatan, sam­bil menunggu putusan inkra­cht,” ucapnya.

Namun berdasarkan informasi, sebulan setelah dana dititipkan, lanjut Wendy, diduga PN Ambon saat itu dijabat Susilo bekerja sama dengan pimpinan ASDP, didampingi Jaksa Negara, Ro­binson Sitorus Cs telah mencairkan dana konsinyasi sebesar Rp. 2 M.

Dana ini diberikan kepada dua pihak tergugat yang menurut me­reka memiliki sertifikat, disaat proses hukum masih berjalan.

Celakanya, pada putusan tingkat kasasi di Mahkamah Agung, pihaknya dinyatakan sebagai pemenang gugatan, dan berhak atas dana sebesar Rp 6,8 M, sesuai dengan amar putusan hakim.

Menariknya, Rp 2 M telah ter­lanjur diberikan oleh pengadilan atas permintaan ASDP kepada pi­hak lain, salah satunya adalah pe­milik lahan seluas 1 hektar.

“Tindakan ini melanggar aturan, karena seharusnya pembayaran baru bisa dilakukan setelah ada­nya putusan inkracht, atas proses hukum yang sedang berlangsung diatas lahan tersebut. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya salah pembayaran yang merugikan negara atau daerah,”ucapnya.

Wendy juga menegaskan, Pe­ngadilan harus menjalankan putu­san kasasi, sesuai dengan amar putusan yang disampaikan.

“Kami menginginkan agar pihak PN Ambon melakukan eksekusi dan menyerahkan dana sesuai putusan hakim kasasi,”tegasnya.

Secara hukum lanjut Wendy, pemilik sah dari lahan dermaga ferry Liang seluas 4,6 hektar (versi ASDP) adalah Abdul Samad Lessy. Dan hal ini diperkuat dengan putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara nomor 537 tahun 2020.

“Putusan Mahkamah Agung pada perkara Kasasi nomor 537 tanggal 20 April 2020 ini, majelis hakim agung yang diketuai Dr H Zahrul Rabain dan beranggotakan H. Pandji Widagdo, dan Ibrahim memutuskan, lahan yang menjadi objek sengketa pada dermaga Ferry Liang bukan milik Pama Lessy selaku pemohon kasasi I, Muhamad Lessy selaku pemohon II, Daud Hahuan selaku pemohon III dan ASDP selaku pemohon IV,”jelasnya.

Dengan adanya putusan kasasi ini, maka secara hukum objek yang disengketakan dalam perkara ini sah menjadi milik kliennya.

“Kami kini mempersoalkan kekurangan dana konsinyasi pada perkara tersebut, yang diduga dicairkan secara sepihak. Dalam hal ini dilakukan pihak pengadilan, ASDP dan penerima harus berta­nggungjawab. Jika tidak, kami akan melaporkan kasus ini ke KPK, untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan,” tandas Wenly.

Pihak Pengadilan membantah soal raibnya uang senilai Rp 1,141 Miliar, dari dana konsinyasi Rp  6,8 M yang dititipkan di Pengadilan Negeri Ambon.

Wenly menambahkan, pihak­nya sementara membuat laporan untuk segera disampaikan KPK terkait aksi dugaan kejahatan yang terjadi di Pengadilan Negeri Ambon dengan ASDP itu. “Kita benar lapor. Saat ini kita sedang buat laporan,” tegas pria asal Negeri Kamariang, Kabupaten SBB itu.

Humas PN Ambon, Lucky Rom­bot Kalalo yang ditemui wartawan mengatakan, uang tersebut bukan raib. Namun, uang tersebut diberi­kan kepada Saleh Lessy untuk diba­yarkan ke dia masalah ganti rugi.

Dia mengatakan, saat perkara ini berproses, saat diajukan gu­gatan oleh, Abdul Samad Lessy pada tahun 2017 atas lahan seluas 4,6 Hektar di Desa Liang. Sebelum ada putusan Kasasi dari Mahka­mah Agung, sudah dilakukan pembayaran ke salah satu tergugat yakni, Saleh Lessy atas permo­honan ganti rugi ke ASDP Ferry Indonesia.

“Kalau bisa atau tidak bisa, itu soal perkara. Lebih awal per­mo­honan pembayaran, setelah dua hari sebelum gugatan diajukan. Jadi, kalau dia merasa dirugikan, ya gugat saja,” ucapnya.

Juru Bicara PN Ambon itu mengatakan, lahan seluas 4,6 Hektar itu dibeli oleh PT ASDP Indonesia dengan nilai Rp. 6,8 miliar. Namun, saat tanah ini dibeli, sudah ada sertifikat lahan atas atas nama Saleh Lessy (tergugat) dan sudah didirikan bangunan, rumah dan penginapan dan pohon kelapa.

Dia melanjutkan, pada 20 Okto­ber 2017 Saleh Lessy mengajukan permohonan ke ASDP dan Peng­adilan. Kemudian dana itu dicair­kan atas permohonan yang diajukan.

“Kalau mau dipermasalahkan silakan,” kata dia.

Wenly menyebut, dalam perkara ini pihak tergugat adalah PT ASDP Ferry ASDP Indonesia Ferry, La Jamali, Saleh Lessy, Muham­mad Lessy, Daud Hekwan dan Ketua BPN Malteng. “Jadi kalau upaya mau melapor ke KPK, ya silahkan. Ha­kim yang pimpin perkara ini, saat itu Felix Wiusan. Sementara Ketua PN saat itu adalah Susilo yang kini menjabat Hakim Agung,” tutup dia. (S-49)