AMBON, Siwalimanews – Bukti-bukti dugaan korupsi kasus SPPD fiktif sudah dikantongi. Polresta Ambon tidak perlu ragu untuk menjerat siapapun pejabat Pemkot Ambon yang terlibat.

Hasil audit kerugian negara dari BPK sudah dipegang. Surat pem­be­ritahuan dimulainya penyidikan (SPDP) sudah dikirim ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018. Lalu mengapa, belum ada tersangka yang ditetapkan?

Dua tahun lebih Kejari Ambon menunggu berkas kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon pasca SPDP dikirim penyidik, namun hingga kini tak kunjung dilimpahkan.

Kapolresta Ambon, Kombes Leo Surya Nugraha Simatupang dan Kasat Reskrim AKP Mido J Manik yang dihubungi, enggan meres­pons.

Sikap ketertutupan pimpinan Polresta Ambon akan menambahs kecurigaan publik, kalau ada yang tak beres.

Baca Juga: Saksi Ngaku Teken Kwitansi Kosong di Proyek ADD Porto

“Kan kasus ini sudah penyidikan, penyidik juga sudah mengantongi hasil audit dari BPK, maka penyidik harus dapat mengungkapkan ka­sus ini tuntas agar tidak ada peni­laian macam-macam,” tandas Aka­de­misi Hukum Unpatti, George Leasa, kepada Siwalima, Kamis (5/11).

Penanganan kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon tahun 2011 sudah cukup lama. Karena itu, Leasa me­minta penyidik kepolisian serius. Apalagi kasus sudah di tahap penyidikan.

“Saat ini semua mata masyara­kat terarah dengan adanya kasus ini yang sudah dua tahun, tetapi be­lum juga tuntas. Jangan menam­bah prasangka buruk dari masya­rakat terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan sementara dilaku­kan, sehingga muncul peni­lai yang bermacam-macam,” ujar­nya.

Mantan Dekan Fakuluas Hukum dua periode ini menegaskan, dalam penegakan hukum terhadap setiap kasus, termasuk SPPD fiktif Pemkot Ambon, penyidik jangan ragu untuk menjerat siapapun yang diduga terlibat. Sebab semua dimata hukum sama.

“Penyidik jangan ragu, siapapun yang diduga terlibat harus dipe­riksa, sebab dimata hukum semua sama,” tandas Leasa.

Praktisi hukum Munir Kairoti juga meminta penyidik kepolisian se­gera menuntaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon agar tidak menjadi preseden buruk terhadap pene­gakan hukum.

Menurutnya, penyidik harus transparan sehingga memberikan paparan hukum ke masyarakat, bahwa hukum itu tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Sebagai penegak hukum, Kairoti meminta penyidik profesional. Kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon menimbulkan kerugian negara, sehingga harus kepastian hukum. “Jangan sampai menjadi tanda tanya bagi masyarakat,” ujar Kairoti.

Kasus yang diduga merugikan negara lebih dari Rp 700 juta ini, naik ke tahap penyidikan saat dilakukan gelar perkara di Kantor Ditreskrimsus Polda Maluku, Mangga Dua Ambon, pada Jumat 8 Juni 2018.

Gelar perkara dihadiri, Kasat Reskrim Polres Pulau Ambon, AKP Rifal Efendi Adikusuma, Kanit Tipikor Bripka M Akipay Lessy, tim penyidik dan Wakil Ditreskrimsus Polda Maluku, AKBP Harold Wilson Huwae.

Penyidik kemudian mengirim surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejari Ambon pada Agustus 2018. SPDP tertanggal 22 Juli 2018 itu, diteken oleh Kapolres  AKBP Sutrisno Hadi Santoso.

Dua Tahun Jaksa Tunggu

Sudah dua tahun lebih SPDP dikirim, namun berkas kasus ini belum  juga dilimpahkan ke jaksa.

Kepala Kejari Ambon, Benny Santoso yang dihubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (2/11), mengatakan, kejaksaan sifatnya menunggu pelimpahan berkas dari penyidik Satreskrim Polres Ambon.

“Prinsipnya kami hanya menu­nggu. Kejaksaan siap apabila ber­kas perkara sudah ada,” ujarnya.

Sesuai aturan, lanjut Santoso, setelah SPDP dikirim penyidik, harus ditindak lanjuti dengan pengiriman berkas perkaranya ke kejaksaan untuk dilakukan telaah atas kelengkapan formil dan materil terhadap perkara.

“Berkas perkara itu kan bagian dari perkara yang diawali dengan penyelidikan-penyelidikan. Jadi kami kapasitasnya sebagai penyidik akan menyusun formil perkaranya,” jelasnya.

Santoso mengaku tidak bisa banyak berkomentar banyak, karena berkas kasus SPPD fiktif masih di penyidik. “Berkasnya masih di penyidik, jadi tolong cek di penyidik saja,” tandasnya.

Bantah Terlibat

Walikota Ambon, Richard Louhe­napessy membantah terlibat kasus SPPD fiktif tahun 2011.

Louhenapessy kepada warta­wan di Balai Kota, Selasa (3/11) menegaskan, kasus SPPD fiktif terjadi tahun 2011. Saat itu dirinya baru menjabat walikota empat bulan. Karena itu, tak mungkin dirinya terlibat.

“Nggak ada, nggak ada sama sekali . You catat e, itu kasus SPPD itu tahun 2011 ya saya baru jadi walikota itu empat bulan, catat itu ya kalau orang sebut soal SPPD fiktif, saya jadi walikota itu baru empat bulan, oke. Jelas to,” tegas Louhenapessy dengan nada tinggi.

Louhenapessy mengatakan, kalau ada walikota yang baru menjabat empat bulan, dan terlibat korupsi, maka itu walikota yang paling goblok.

“Itu walikota yang paling goblok di dunia, itu kalau baru empat bulan jadi walikota sudah korupsi, mengerti ngga,” tandasnya dengan nada yang masih tinggi.

Ia menilai, pemberitaan soal kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon tidak objektif, dan terkesan menyu­dutkannya.

“Jadi tulis itu objektif sedikitlah. Saya baru jadi walikota empat bulan, masa su pigi dengan SPPD fiktif bagaimana lai? tulis itu dengn hati,” tegasnya sambil meninggal­kan wartawan.

Kendati membantah, namun faktanya, walikota dipanggil dan diperiksa penyidik Satreskrim Polres Ambon. Ia diperiksa karena namanya masuk dalam daftar SPPD fiktif. Tak hanya itu, istrinya, Ny. Leberina Louhenapessy juga turut dicecar.

Walikota dan Istri Diperiksa

Penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon Pulau-pulau Lease, memeriksa Walikota Ambon, Richard Louhnapessy selama dua hari berturut-turut pada medio Mei 2018 lalu.

Walikota dicecar dengan 61 pertanyaan, terkait dugaan korupsi SPPD tahun 2011 di Pemkot Ambon senilai Rp 742 juta lebih.

Hari pertama, Senin (28/5), walikota tiba sekitar pukul 10.10 WIT, dengan mobil dinas Toyota Fortuner DE 1.  Walikota tak datang sendiri. Ia dikawal ajudan serta lima  pengawal pribadi berseragam safari.

Saat tiba, walikota yang menge­nakan safari berwarna coklat lang­sung menemui Kapolres, AKBP Sutrisno Hady Santoso.

Sekitar 20 menit di ruang ka­polres, ia lalu diarahkan ke ruang Unit IV Tipikor Satreskrim Polres Pu­lau Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adikusuma yang langsung meme­riksa walikota, bersama Kanit Tipikor Bripka M Akipay Lessy.

Walikota dua periode ini diperiksa hingga pukul 14.00 WIT dengan 25 pertanyaan. Ia lalu me­minta waktu untuk istirahat makan siang.

Sesuai agenda, pemeriksaan akan dilanjutkan usai makan siang. Namun ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga walikota meminta pemeriksaan­nya dilanjut­kan pada Selasa (29/5).

Di hari kedua, Selasa (29/5), walikota datang lebih awal. Ia tiba sekitar pukul 09.00 WIT. Seperti hari pertama, ia dikawal oleh sejumlah peng­awal pribadi.

Walikota yang mengenakan safari biru tua lengan pendek dicecar oleh Kasat Reskrim AKP Rival Efendi Adikusuma dan Kanit Tipikor Bripka M.Akipay Lessy hingga pukul 12.45 WIT, dengan 36 pertanyaan.

Saat dicegat wartawan, usai diperiksa walikota enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengaku, dimintai keterangan soal dugaan SPPD fiktif.

“Cuma klarifikasi terhadap informasi soal perjalanan dinas tahun 2011,” katanya singkat.

Saat ditanya lagi soal pernya­taannya, bahwa tidak ada SPPD fiktif tahun 2011,  walikota tidak mau berkomentar. Ia langsung berjalan me­nuju mobil dinasnya, dan meni­nggalkan halaman Mapolres Ambon.

Istri Walikota Ambon Ny. Leberina Louhenapessy juga diperiksa penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon. Ia diperiksa Kamis (27/9), dan dicecar selama 3,5 jam.

Ny. Debby, sapaan akrabnya, juga terdaftar dalam perjalanan dinas saat itu bersama rombongan walikota.

Sebelumnya, Debby sudah dua kali tak memenuhi panggilan pe­nyi­dik, dengan alasan nama yang ditulis dalam surat panggilan salah.

Sekot Dicecar 8 Jam

Sekot AG Latuheru dicecar tim penyidik Tipikor Satreskrim Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Rabu  (16/5) selama dela­pan jam lebih.

Latuheru diperiksa terkait kasus dugaan perjalanan dinas fiktif di Pemkot Ambon tahun 2011, yang diduga merugikan negara Rp 700 juta lebih.

Mantan Kepala Inspektorat Kota Ambon itu, mendatangi Mapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease dengan mobil dinas kijang innova hitam  pukul 09.30 WIT, dan langsung menuju ke ruang penyidik.

Pemeriksaan mulai dilakukan pukul 10.00, dan baru selesai 18.30 WIT. Latuheru dicecar 23 pertanyaan. (S-50/S-49)