AMBON, Siwalimanews – Badan Reserse dan Kriminal Polri, sudah memeriksa eks Kepala Bank Central Asia, Cabang Ambon, Ardi Dharmono dalam kasus  dugaan penggelapan ser­tipikat milik Yongky Handaya yang dilakkan Kuncoro Handaya.

Informasi yang dihimpun Si­walima dari Bareskrim Pol­ri menyebut­kan,  Ardi dipe­ri­ksa Jumat (26/8) lalu.

Pemeriksaan terhadap Ardi dimulai pukul 10.00 WIB dan berakhir pukul 14.00 WIB ber­tempat di  kan­tor Unit IV Sub­dit 3 Direktorat Tindak Pidana Umum Bares­krim Polri.

Ardi yang ada­lah sauda­ra kandung dari Yongky Handa­ya dan Kuncoro Handaya itu di­periksa penyi­dik  Wahyu Su­listyo.

Saat mendatangi penyidik, Ardi mem­bawa serta surat asli pernyataan tanggal 6 Desember 1996 yang dibuat oleh Peng Kim Siang, almarhum ayah kakak beradik Handaya dan surat keterangan asli yang dibuat Chriatian Handaya, saudara le­lakinya yang lain, pada 5 Juli 2020 lalu.

Baca Juga: KPK tak Perpanjang Penahanan, RL Harus Dibebaskan

Ia memenuhi pemanggilan penyidik Bareskrim setelah sebelumnya menerima surat panggilan pada 24 Agustus 2022 yang ditandatangni John Weynart Hutagalung. Untuk diketahui, Ardi sendiri menjabat kepala BCA saat pengikatan kredit antara Yongky-Kuncoro dengan pihak BCA.

Langgar Prosedur

BCA diduga melakukan pelang­garan prosedur, lantaran membe­rikan tiga dari empat sertifikat hak milik Yongky Handaya, kepada Kuncoro Handaya untuk kepen­tingan balik nama tanpa sepe­ngetahuan Yongky.

“Jadi begini, selama Kuncoro Handayani tetap membayar cicilan ke BCA memang tidak ada ma­salah. Hanya saja ada pela­ng­garan prosedural yang berpotensi meningkatkan resiko bank di masa mendatang,” kata Ekonom dari Universitas Pattimura, Hartina Husein kepada Siwalima di Ambon, Kamis (25/8).

Hartini mengsinyalir, dalam kasus Yongky Handaya Vs Kuncoro Handaya yang melibatkan BCA, pelakunya tidak hanya melibatkan satu orang di BCA, melainkan sudah melibatkan internal bank.

Menurutnya, BCA sudah mela­nggar prinsip 5C dalam perbankan yakni Capacity, Character, Cola­teral, Capital dan Condition of Economy.

“Jadi, dari prinsip 5C itu BCA sudah melanggar  yang namanya Colateral. Kan Colateral itu agunan, bank wajib memeriksa status kepemilikan SHM atau SHGB atau SHGU dll. Agunan sebagai pelin­dung bagi bank jika suatu saat terjadi wanprestasi dari pihak debitur,” jelas Hartini.

Kepala Kantor Badan Perta­nahan Nasional Kota Ambon, Eng­gelina Pesulima saat dikonfirmasi di ruang kerjanya belum mau ber­komentar banyak.

Enggi sapaan akrabnya, berjanji pihaknya dalam waktu dekat akan mempelajari kasus ini secara cermat untuk selanjutnya akan disampakan ke publik melalui press rilis ke wartawan di Ambon.

“Saya belum mau berkomentar dulu, nanti dalam waktu yang tidak terlalu lama BPN akan menyam­paikan kepada publik melalui rilis yang disampaikan ke wartawan,” janji Enggi.

Mafia Tanah

Louritzke Mantulameten menga­takan, Kuncoro Handaya dapat dika­tegorikan sebagai mafia tanah. Pasalnya, putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor 211/PK/Pdt/2018, tanggal 25 Mei 2018, sangat jelas sebagai bentuk peringatan kepada Kuncoro maupun BPN dan lainnya untuk tidak menerbitkan balik nama tiga SHM itu atas nama Yongki Kuncoro.

Mantulameten menjelaskan, pihak Kuncoro digolongkan seba­gai mafia tanah dikarenakan fakta membuktikan Kuncoro Cs meng­ambil tiga SHM atas nama Yongki yakni SHM No.800/Rijali, SHM No.79/Rijali dan SHM No.942/Rijali dari BCA Ambon tanpa sepe­ngetahuan pihak Yongki.

Faktanya pada saat keempat SHM tersebut akan dianggunkan ke BCA Ambon, Kuncoro Handaya bermohon untuk meminjam SHM-SHM itu sebagai syarat pemenu­han kreditnya. Andaikata empat SHM tersebut itu milik Kuncoro apa yang bersangkutan bermohon ke­pada Yongki untuk meminjamnya.

Disisi lain, fakta adanya permai­nan mafia tanah terbukti tindakan BCA Ambon yang memberikan tiga SHM dari empat SHM tersebut te­lah jelas menyalahi prosedur, dimana Kuncoro Handaya bukanya pemilik atas tiga SHM tersebut dan ini diketahui secara pasti oleh BCA Ambon.

“Kenapa diketahui pihak BCA, sebab yang menjabat kepala BCA saat pengikatan kredit tersebut adalah Ardi Dharmono, yang juga merupakan saudara kandung dari Yongki Handaya klien saya dan Kuncoro Handaya, namun setelah Ardi Dharmono tidak lagi menjabat baru peristiwa ini terjadi,” beber Mantulameten.

Menurutnya, Ardi Dharmono sangat mengetahui secara jelas keempat SHM adalah milik dari Yongki Handaya dan bukan milik Kuncoro Handaya atau warisan dari orang tuanya, sehingga sangat disayangkan BCA Ambon mem­berikan ketiga SHM tersebut kepada Kuncoro Handaya.

“Ini jelas kejahatan atau tindak pidana pemalsuan dan pengge­lapan. Sebab asal mula terjadinya tidak pidana penggelapan itu patut diduga dimulai dari BCA Ambon yang turut membantu Kuncoro Handaya melakukan tindak pidana dengan memberikan ketiga SHM kepadanya,” katanya.

Selanjutnya setelah Kuncoro Handaya mengambil tiga dari empat SHM tersebut dari BCA, kemudian ia bermohon kepada Pengadilan Negeri Ambon untuk ditetapkan balik nama tanpa sepengetahuan Yongki Handaya dengan Penetapan Pengadilan Negeri Ambon Nomor : 03/Pdt.P/2013/PN.AB, tertanggal 11 Februari 2013.

Lucunya, Pengadilan Negeri Ambon mengeluarkan penetapan terhadap hak atas tanah yang jela-jelas menyalahi aturan hukum. Termausk BPN yang langsung melakukan pengabungan atas ketiga SHM tersebut menjadi SHM No.1736/Rijali atas nama Kuncoro Handaya sekaligus membalik nama dari Yongki Handaya kepada Kuncoro Handaya, tanpa melewati tahapan sesuai perundangan yang berlaku serta tanpa diketahui oleh Yongki Handaya.

Mantulameten menjelaskan, tindakan BPN Ambon jelas me­nyalahi Undang-Undang  Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) junto Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaf­ta­ran Tanah sebagaimana telah di­ubah dengan Peraturan Pemerin­tah Nomor 24 Tahun 1997.

“Karena peralihan tersebut dilakukan tanpa melibatkan dan tanpa sepengetahuan Yongki Handaya sebagai pemilik tiga SHM tersebut, maka Yongki Handaya mengajukan upaya hukum melalui permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung RI dan akhirnya diputuskan melalui Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor 211/PK/Pdt/2018, tanggal 25 Mei 2018, yang amarnya mengatakan, me­ngabulkan permohonan Peninjau­an Kembali dari pemohon Pe­nin­jauan Kembali Yongky Handaya. Membatalkan Penetapan Peng­adilan Negeri Ambon Nomor : 03/Pdt.P/2013/PN.Ab, tanggal 11 Februari 2013, manyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima dan menghukum termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara.

Selanjutnya Yongki Handaya melalui kuasa hukumnya Hans Lisay menyurati BPN terkait adanya Putusan PK tersebut, agar BPN Ambon membatalkan peralihan hak atas nama Kuncoro Handaya kembali ke Yongki Handaya, namun jawaban dari BPN ialah dibuat dalam bentuk gugatan.

Pernyataan BPN ini melalui suratnya tertanggal 07 Oktober 2019 dengan Surat Nomor  : MP.02.01/2044-81.71/X/2019 yang menjelaskan bahwa masalah antara Kuncoro Handaya dan Yongki Handaya diselesaikan dengan gugatan di pengadilan.

“Pernyataan dalam surat BPN tersebut terkesan diskriminatif dan menunjukan keberpihakan BPN Ambon kepada Kuncoro Handaya, yang mana pada saat peralihan hak dari Yongki Handaya kepada Kuncoro Handaya tidak melalui gugatan hanya dengan penetapan abal-abal BPN dapat melakukan peralihan hak, itu pun dilakukan tanpa sepengetahuan Yongki Handaya. Sebaliknya Yongki Handaya berdasarkan Putusan PK mengajukan pembatalan SHM atas nama Kuncoro Handaya disarankan melalui gugatan. Sehingga kami menduga BPN Kota Ambon telah bersama-sama dengan pihak Kuncoro Handaya melakukan tindak pidana pengelapan dengan menyalahi prosedur sesuai ketentuan perundangan. Padahal faktanya dalam SKPT yang dikeluarkan oleh BPN Kota Ambon, terhadap empat SHM tersebut tidak ditemukan nama orang tua dari Kuncoro Handaya atau nama Kuncoro Handaya. Semua perolehan empat SHM tersebut didasarkan pada Akta Jual Beli. Sehingga semua proses peralihan atas ketiga SHM yang dilalukan oleh Kuncoro telah terlihat secara jelas berkeingan untuk menggelapakan keempat SHM milik Yongki Handaya,” pungkas Mantulameten.

Pengacara muda vokal ini mengungkapkan kuasa hukum Kuncoro tidak cermat dalam menelaah kasus yang terjadi dan tidak cermat membaca Putusan PK  MARI Nomor 211/PK/Pdt/2018, tanggal 25 Mei 2018, dimana dalam amarnya mengadili telah dijelaskan secara tegas, membatalkan Penetapan Pengadilan Negeri Ambon Nomor: 03/Pdt.P/2013/PN.Ab, tanggal 11 Februari 2013.

Masih kata Mantulameten, berkaitan dengan gugatan yang ajukan oleh Yongki Handaya setelah mendapatkan putusan PK tersebut, benar telah ingkrah sesuai Putusan Mahkamah Agung RI, Nomor : 3385 K/PDT/2021 tertanggal 22 November 2021, yang mengatakan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor : 51/Pdt/2020/PT.Amb tertanggal 25 September 2020 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor : 258/Pdt.G/2019/PN.Amb, tanggal 30 Juli 2020.

“Jadi putusan ini telah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Ambon, dimana dalam Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Kuncoro Handaya dimenangkan, namun memang gugatan penggugat belum dapat diterima karena status dari salah satu pihak dalam gugatan. Akan tetapi dengan NO putusan tersebut perkara ini akan kembali kepada Putusan PK yang telah ada terlebih dahulu dan sampai sekarang belum dibatalkan oleh pihak manapun. Sehingga sangat disayangkan ada apa sampai BPN Kota Ambon tidak dapat menerima Putusan PK tersebut, sehingga kuat dugaan kami BPN Kota Ambon turut serta menjadi calo-calo mafia tanah yang berkeliaran di Kota Ambon,” tegasnya.

Selain itu kami menduga adanya peranan pengacara dalam melakukan upaya-upaya penggelapan SHM dengan cara memalsukan beberapa dokumen yang telah kami laporkan ke Bareskrim.

“Semuanya itu sudah kami laporkan ke Bareskrim Polri,” ujar Mantulameten. (S-07)