AMBON, Siwalimanews – Banyak kalangan menilai, mantan Walikota Ambon itu semestinya bebas demi hukum, karena masa pena­hanannya sudah kadaluarsa.

Ketidakpastian Komisi Pembe­rantasan Korupsi dalam menen­tukan status penahanan  Richard Louhenapessy, dinilai seba­gai bentuk pelanggaran terha­dap hukum acara.

Praktisi hukum, Munir Kairoti mengatakan hukum acara pidana telah mengatur secara tegas batasan-batasan bagi penyidik dalam melakukan proses penyi­dikan, penuntutan maupun hakim.

Batasan tersebut tambah Kai­roti, harus menjadi landasan bagi penyidik agar tidak melanggar hak-hak tersangka, yang hingga saat ini belum juga ditentukan status penahanannya setelah berak­hir pada 12 Agustus lalu.

Dijelaskan, jika tidak ada per­panjangan penahanan yang di­lakukan oleh penyidik KPK, maka demi hukum RL harus dikeluarkan dari tahanan.

Baca Juga: Akademisi: BCA Langgar Prosedur

“Menyangkut dengan masalah penahanan pak Richard Louhe­napessy, kalau memang belum ada perpanjangan penahanan, maka demi hukum harus dikeluarkan dari tahanan,” tegas Kairoti.

Menurutnya, walaupun KPK memiliki hukum acara tersendiri tetapi soal penahanan oleh penyi­dik, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan masih Merujuk pada KUHAP.

Penyidik, ajar Kairoti, harus transparan kepada tersangka artinya penyidik harus memberikan kepas­tian kepada RL sebab proses yang dilalui tanpa adanya kepastian hu­kum akan berakhir dengan pela­nggaran hukum.

Kairoti pun meminta KPK untuk lebih transparan kepada tersangka mantan walikota sehingga ada ke­pastian bagi tersangka.

Kepastian Hukum

Praktisi hukum Rony Samloy juga meminta KPK untuk dapat mem­berikan kepastian hukum bagi RL yang sampai saat ini masih dalam ketidakpastian.

Menurutnya, walaupun RL masih dalam proses hukum tetap hak-hak tersangka juga harus tetap diper­hatikan dan tidak boleh diabaikan oleh penyidik KPK.

“Siapapun dia yang menjadi tersangka harus diberikan kepastian hukum tidak bisa tidak, tidak mungkin seorang tersangka dipro­ses tanpa ada kepastian,” ujarnya.

Samloy menegaskan jika KPK tetap menahan tanpa ada kepastian hukum maka hal itu bentuk pelang­garan hukum sebab keketuan me­ngatur secara jelas bila penahanan tidak diperpanjang maka harus di­lepas demi hukum.

Sebagaimana diketahui, masa penahanan RL telah selesai pada 10 Agustus 2022, namun hingga kini KPK belum perpanjang penahanan tersebut.

Sesuai aturan, jika dalam proses penyidikan masa penahanan telah selesai dan tidak perpanjang, maka RL harus dibebaskan demi hukum.

KPK menahan mantan Ketua DPRD Maluku ini pada 13 Mei 2022 selama 20 hari, kemudian karena ke­pentingan penyidikan dan pembuk­tian alat bukti, KPK tambah pena­hanan RL 40 hari terhitung 2 Juni hingga 11 Juli 2022, selanjutnya ditambah lagi penahanan 30 hari pada 12 Juli hingga 10 Agustus 2022.

Jika penyidik KPK tidak perpan­jang penahanan, maka KPK harus mengeluarkan RL dari tahanan demi hukum, tetapi proses hukum ka­susnya tetap berlanjut.

“Dalam KUHAP itu jelas, dimana perintah penahanan yang diberikan penyidik paling lama 20 hari. Jika pemeriksaan belum selesai, waktu penahanan oleh penyidik dapat diperpanjang paling lama 40 hari dan kemudian perpanjang 30 hari. Jadi perpanjangan penahanan itu jika kepentingan pemeriksaan maka penyidik perpanjang, jika dijaksa maka kejaksaan perpanjang begitu juga di pengadilan,” ungkap aka­demisi Hukum Remon Supusepa kepada Siwalima, Kamis (25/8).

Dikatakan, jika penahanan terha­dap RL tidak dilakukan lagi oleh KPK, maka demi hukum RL harus dikeluarkan dari tahanan. jika tidak maka KPK bisa dinilai melanggar hak asasi manusia.

“Jika KPK tidak perpanjang dan RL masih ditahan, padahal demi hukum dia sudah harus dikeluarkan dari tahanan, tetapi proses hukum­nya tetap lanjut, maka KPK bisa dinilai melanggar hak asasi manu­sia,” ujarnya.

Supusepa juga meminta, KPK harus transparan soal penahanan RL serta status kasusnya jika masih berada di penyidik ataukah sudah di penuntut umum.

“KPK harus transparan soal status RL, apakah sekarang RL sudah dikeluarkan dari tahanan ataukah masih tetap ditahan. Dan berkasnya sudah di tangan jaksa KPK ataukah masih penyidik,” ujarnya.

Dia berharap, KPK bisa transpa­ran dalam penanganan kasus ini, sehingga ada titik terangnya.

“Karena dalam KUHAP sudah jelas jika penahanan telah selesai, maka seorang tersangka harus dike­luarkan dari penjara demi hukum. Bukan berarti dia dilepas, biasanya itu menghambat dalam proses pe­meriksaan perkara karena berten­tangan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, dimana jangka waktu penahanan itu penyi­dik tidak menghatur secara baik. sehingga tersangka itu bisa dike­luarkan, karena ketika batas waktu penahanan itu selesai, maka ter­sangka itu harus dikeluarkan dari proses penahanan,  karena sudah melampaui waktu penahanan, ka­rena itu dilindungi oleh KUHAP,” katanya.

Kepastian Hukum

KPK didesak untuk segera mem­berikan kepastian hukum bagi RL yang hingga kini belum diper­panjang masa penahanan.

Penahanan lanjutan terhadap mantan orang nomor satu di Kota Ambon tersebut telah berakhir terhitung pada tanggal 10 Agustus lalu, namun sayangnya sampai de­ngan saat ini nasib Louhenapessy tidak jelas dengan proses penaha­nan terhadap dirinya yang dila­kukan oleh KPK itu.

Praktisi hukum Djidion Batmo­molin menjelaskan berdasarkan aturan maka penahanan dapat di­lakukan oleh penyidik KPK tentu­nya sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kata dia, KPK harus memberikan kepastian hukum kepada tersangka kasus suap pemberian ijin pemba­ngunan Gerai Alfamidi dan TPPU yang menyeret mantan Ketua DPRD Provinsi Maluku itu dan tidak boleh dibiarkan tanpa adanya kejelasan.

Apalagi masa perpanjangan penanganan RL telah berakhir pada 10 Agustus lalu, tetapi sampai saat ini belum ada sikap resmi apakah akan dilakukan perpanjangan lanjut atau tidak.

Menurut Batmomolin, jika KPK tidak melakukan perpanjangan lanju­tan maka RL harus dilepas demi hukum sebab jika dipaksakan untuk ditahan, maka penahanan tersebut cacat demi hukum dan berimplikasi pada proses perkara yang sedang ditangani KPK.

“Kalau tidak diperpanjang maka penahanan itu cacat hukum dan dapat digunakan oleh RL untuk menjadi pintu masuk pembelaan,” cetus Batmomolin.

Olehnya, Batmomolin berharap, ada sikap tegas dari KPK agar RL boleh mendapatkan kepastian dan tidak terkatung-katung dalam penahanan.

Bebas Demi Hukum

Terpisah, praktisi hukum Muhammad Nur Nukuhehe juga meminta KPK untuk dapat memberikan kepastian hukum kepada tersangka kasus suap dan TPPU RL.

Kepastian dalam proses penegakan hukum merupakan hak yang mesti diperoleh seorang tersangka atau terdakwa artinya hak tersangka ini harus diperhatikan secara serius oleh penegak hukum, sebab jika tidak akan berimplikasi pada proses hukum pula.

Menurutnya, jika penahanan telah perpanjang selama beberapa kali dan telah selesai masa waktu penahanan jika telah selesai dan tidak diperpanjang, maka tersangka harus dilepas demi hukum sebaliknya jika akan diperpanjang maka harus segera dilakukan agar dapat kepastian bagi tersangka.

“Ketegasan harus ada kalau mau diperpanjang yah harus dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan tinggi tapi kalau tidak maka harus dilepaskan, sebab kalau berdasarkan hukum maka harus dilepaskan tersangka ini,” ucap Nukuhehe.

KPK kata Nukuhehe jangan membiarkan nasib tersangka menjadi terkatung-katung karena KUHAP secara tegas telah mengatur hak terdakwa yang mestinya dipenuhi KPK.

Bungkam

Sementara itu, Juru Bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi Siwalima beberapa melalui telepon selulernya tidak merespon, begitu juga melalui pesan WhatsApp. (S-20)