AMBON, Siwalimanews – Tiga tahun sudah kasus dugaan korupsi dana MTQ Provinsi Ma­luku ke-27 yang digelar di Ka­bupaten Buru Selatan tahun 2017 dan diusut Kejari Buru mandek.

Kasus yang merugikan negara Rp9 miliar dan telah ada penetapan ter­sangka, namun tidak ada progress.

Tercatat sudah tiga Kepala Kejari Buru yang diganti dan menanggani kasus ini, mestinya kasus ini sudah sampai di pengadilan, namun entah apa penyebabnya, kejaksaan juga terkesan tak transparan.

Kinerja Kinerja Kejaksaan Negeri Buru dalam menangani kasus du­gaan korupsi dana MTQ Maluku Malukun ini patut dipertanyakan.

Kekesalan ini dilontarkan anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku merespon tidak adanya progres pe­nuntasan kasus dugaan korupsi MTQ Maluku yang digelar di Kabu­paten Bursel.

Baca Juga: Dipanggil Polisi, Mantan Gubernur tak Hadir

Menurutnya, tiga tahun meru­pakan waktu yang cukup lama dalam pengusutan kasus korupsi dan se­harusnya kasus ini telah selesai de­ngan adanya putusan pengadilan, maka sangat disayangkan jika kinerja Kejaksaan Negeri Buru seperti ini.

Jika Kejari Buru hingga saat ini belum juga menuntaskan kasus du­gaan korupsi MTQ tersebut, kata Ta­sane, maka patut diduga terjadi per­mainan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dengan maksud untuk menghambat proses hukum.

“Tiga tahun ini sangat lama, Kejari sebenarnya sudah harus menun­taskan kalau begini kita patut per­tanyakan,” ungkap Tasane.

Tasane menegaskan, sebagai lem­baga penegak hukum, Kejaksaan Negeri Buru mestinya memberikan kepastian hukum dalam setiap proses penegakan hukum apalagi telah ada penetapan tersangka yang sebelumnya dilakukan Kejari.

Kejari Buru mestinya mematuhi semua instrumen hukum khususnya hukum acara dalam penegakan tin­dak pidana korupsi, bahwa bersalah atau tidak bukan menjadi kewe­nangan kejaksaan melainkan hakim di pengadilan.

Lagi pula hukum acara pidana telah menjadi batasan bagi Kejak­saan Negeri Buru untuk memproses kasus dugaan korupsi dana MTQ, maka menjadi kewajiban Kejari Buru untuk menjalankan sesuai perintah hukum acara bukan lagi menghambat proses yang terjadi.

Masyarakat Buru Selatan kata Tasane sudah jenuh dengan proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Negeri Buru, sebab tidak jelas arah penanganan kasus dan terkesan masuk angin.

Karena itu jika Kejaksaan Negeri Buru ingin mengembalikan keperca­yaan publik, maka penegakan hukum harus dilakukan secara cepat dan tepat lagi pula kasus korupsi harus menjadi kasus prioritas untuk di­tuntaskan, agar ada kepastian dan keadilan bagi tersangka maupun masyarakat yang dirugikan.

Jalan Tempat

Sebelumnya, akademisi Hukum Unidar Rauf Pellu mengatakan, Kejaksaan Buru harus menujukkan keseriusan dalam menuntaskan ka­sus yang merugikan negara 9 miliar rupiah ini, dan tidak boleh didiamkan tanpa adanya penjelasan kepada publik.

Menurutnya, tidak alasan bagi Ke­jaksaan Negeri Buru untuk me­nunda-nunda penuntasan kasus dugaan korupsi yang telah dimulai dengan penetapan tersangka agar dapat dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.

Apalagi, dalam perkara ini Kejak­saan Negeri Buru telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah bukti yang diduga kuat terjadi tindak pidana korupsi.

“Masyarakat saat ini bertanya-tanya akan keseriusan Kejaksaan Buru dalam menyelesaikan kasus yang terjadi pada 2017 ini, apalagi ini sudah tiga tahun lamanya,” tegas Pellu.

Kejari Buru kata Pellu harus lebih transparan kepada publik agar mas­yarakat dapat melakukan pengawa­san terhadap kinerja Kejaksaan da­lam menuntaskan kasus dugaan korupsi.

Jika Kejari tidak transparan kepada publik maka jangan salahkan bila masyarakat menilai sikap diam Kejari sebagai langkah untuk mendiamkan atau bahkan menghilangkan kasus yang telah merugikan negara itu.

Olehnya Pellu mendesak Kejari Buru untuk segera menuntaskan kasus korupsi MTQ Bursel sehingga tidak menjadi preseden buruk dalam dunia penegakan hukum di Maluku.

Jaksa tak Serius

Sementara itu, Praktisi hukum Nelson Sianresy menyayangkan ketidakseriusan Kejaksaan Negeri Buru yang hingga kini belum kun­jung menuntaskan kasus korupsi mark-up dana Musabaqah Tilawatil Qur’an ke 27 di Namrole Kabupaten Buru Selatan tahun 2017 lalu.

Seharusnya kasus tindak pidana korupsi mark up dana MTQ yang merugikan negara 9 miliar ini sudah harus dituntaskan Kejaksaan Negeri Buru.

Menurutnya, Kejaksaan Negeri Buru yang baru memiliki tanggung jawab untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas di Pengadilan, sebab jika tidak akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum oleh Kejaksaan Negeri Buru.

“Tidak ada pilihan lain Kejari Buru yang baru harus menuntaskan kasus ini sebab kalau tidak ini jadi pre­seden buruk bagi kinerja Kajari Buru,” ujar Sianresy.

Kejari Buru harus berani untuk membuka kembali kasus tersebut dan melihat seluruh alat bukti yang telah ditemukan boleh Kajari sebe­lumnya, guna dilengkapi agar secepatnya kasus ini dapat dibawah ke pengadilan dan tuntas.

Ditegaskan, kinerja Kejari Buru  akan dipertaruhkan jika kemudian tidak dapat menuntaskan kasus ko­rupsi dana MTQ yang sudah men­jadi perhatian masyarakat tersebut.

Kajari Mutasi

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Buru Muhtadi dimutasi. Dia dipromosikan sebagai  Jaksa Ahli Madya pada Jak­sa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung.  Ia akan mengem­ban tugas sebagai Atase Hukum Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi berke­dudukan di Riyadh.

Penganti Muhtadi M Hasan Pakaja yang saat ini Koordinator pada Kejati Gorontalo. Kepergian Muhtadi meninggalkan pekerjaan rumah kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) Dana MTQ Tingkat Provinsi Maluku ke-27 di Namrole, Kabu­paten Buru Selatan yang merugikan negara Rp.9 miliar lebih

Kasus MTQ telah ditangani dari tahun 2019 lalu secara bergilir oleh tiga Kepala Kejaksaan Negeri Buru dan terakhir oleh Muhtadi di tahun 2021 lalu, namun kasus dugaan TPK mark up dana MTQ  hingga kini belum tuntas alias mandek.

Walau telah ditetapkan tiga orang tersangka, kasus ini masih jalan tem­pat dan belum mampu ditingkatkan ke penuntutan, karena jaksa masih terus berkutat dengan saksi – saksi baru serta masih menuggu hasil akhir perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Maluku.

Kajari Buru, Muhtadi yang meng­akhiri masa jabatan, Jumat (25/2) nanti menyampaikan kinerjanya yang telah dilaksanakan pada tahun 2021 lalu dan awal tahun 2022 ini serta dugaan  TPK apa saja yang men­jadi PR yang belum terselesaikan.

“PR yang masih tertunda, tung­gakan perkara dari tahun 2019 yaitu dugaan TPK mark up Dana MTQ tahun 2017,” jelas Muhtadi kepada wartawan, Rabu (23/2) siang.

Dijelaskan, untuk kasus TPK dana MTQ  ini terakhir tanggal 12 Februari  jaksa melakukan pemeriksaan terha­dap salah satu saksi yang ada di Jakarta, berinisial HSO.

Saksi ini merupakan suplayer vendor dari kegiatan MTQ Provinsi Maluku ke-27 tahun 2017 yang dilaksanakan di Namrole, Kabupaten Buru Selatan.

Kata Muhtadi, HSO sudah banyak terlibat dalam kegiatan MTQ pada beberapa kota di Maluku, dia di­gandeng oleh tiga tersangka penya­lahgunaan dana MTQ untuk menjadi bagian dalam kegiatan di Bursel.

“Saksi diperiksa guna melengkapi hasil penyidikan karena kita ingin optimal,”tegas Muhtadi.

Yang masih  kurang, lanjut Muh­tadi,  adalah ahli dari LKPP dimana pihaknya sudah menyurati dan berkoordinasi dengan LKPP. diha­rapkan minggu depan ini bisa dilakukan penunjukan oleh LKPP siapa ahlinya. “Setelah dilakukan perhitungan kerugian negara oleh BPKP,” ujarnya. (S-20)