AMBON, Siwalimanews – Permintaan berbagai kalangan untuk mengusut adanya dugaan mark up data orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) serta pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) ditanggapi Kapolda Maluku, Irjen Baharudin Djafar.

Kapolda mengaku, pihaknya siap melakukan pengusutan jika ada laporan maupun data terkait dugaan ini ke pihak kepolisian, dengan demikian, belum ada landasan yang cukup kuat agar informasi dugaan ini ditindak lanjuti.

“Sampai saat ini belum ada aduan terkait adanya dugaan mark up data, kita melakukan pengusutan kasus harus ada dulu data validnya, kalau memang benar adanya dugaan ini, siapa saja silahkan lapor kalau ada datanya pasti akan kita usut,” tegas Kapolda.

Sebelumnya diberitakan, pihak kepolisian diminta tak menutup mata terhadap dugaan penyelewengan yang dilakukan Gugus Tugas Kota Ambon dalam penanganan Covid-19.

Bukti-bukti dugaan mark up data jumlah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), jumlah tenaga kesehatan serta pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) sudah dikantongi tim Tipikor Satreskrim Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, lalu mengapa didiamkan?

Baca Juga: Pernyataan Kajari dan Kasipidum Bertolak Belakang

Tim Satreskrim yang melakukan asistensi terhadap Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Ambon dan menemukan dugaan penyelewengan, dilengkapi surat perintah jelas, yang diteken oleh Kasat Reskrim, AKP Mindo J. Manik.

Sikap pimpinan kepolisian yang terkesan ogah melakukan pengusutan akan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap penanganan Covid-19.

Saat asistensi Tim Satreskrim Polresta Ambon menemukan data-data pasien Covid-19, yang berstatus ODP dan PDP dimanipulasi. Ini diduga dilakukan atas arahan pejabat Dinas Kesehatan. Arahan disampaikan kepada hampir semua puskesmas di Kota Ambon.

Misalnya di Puskesmas Kilang yang ada di Kecamatan Leitimur Selatan,  banyak nama yang dimasukan dalam daftar ODP dan PDP seolah-olah, mereka adalah penduduk desa atau kecamatan setempat. Padahal setelah ditelusuri, ada yang tinggalnya di Namlea, Kabupaten Buru, ada yang di Makassar bahkan ada yang di Jakarta.

Jumlah kasus positif, ODP dan PDP yang diduga dimanipulasi bertujuan untuk mendongkrak jumlah nakes yang bertugas.  Semakin banyak jumlah nakes yang dibuat seolah-olah melaksanakan tugas, maka pengusulan untuk pembayaran insentif semakin besar.

Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Kesehatan Tambahan dalam penanganan Covid-19 sebesar Rp 3.450.000. 000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.

BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon.

Data yang dihimpun dari 21 kepala puskesmas di Ambon, total dana yang sudah diterima Rp 1.708.500. 000,00. Sesuai laporan Dinas Kesehatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas  sebanyak 653 orang. Namun yang diberikan insentif hanya 414 orang.

Pada bulan Maret 2020 jumlah nakes yang menerima insentif sebanyak 200 orang kemudian bulan April 2020 sebanyak 214 orang. Jadi totalnya 414 orang.

Dari jumlah 653 nakes di 21 puskesmas, minus Puskesmas Hutumuri, terdapat selisih 239 nakes yang mendapatkan insentif. Jumlah 239 ini diduga fiktif, yang dipakai untuk mengusulkan pencairan anggaran.

Dugaan penyelewengan lainnya adalah insentif nakes yang dipotong Dinas Kesehatan Kota Ambon.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian menyebutkan, besaran insentif nakes masing-masing; dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta. Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya dibawah.

Namun disaat hendak mau ditindaklanjuti, anggota Satreskrim Polresta Ambon yang berjumlah lima orang itu, dimutasikan oleh Kapolresta Pulau Ambon Kombes Leo Simatupang. (S-45)