AMBON, Siwalimanews – Dinas Lingkungan Hidup (DLHP) Maluku tutup mata dari insiden tumpahnya limbah BBM dari kapal milik Pertamina yang melakukan aktivitas di pesisir pantai Hative Besar.

Dalam rilisnya kepada Siwalima Sabtu (22/1), Badan Saniri Negeri Hative Besar, Heppy Leunard Lelapary mengecam keras sikap acuh tak acuh dinas yng dipimpin Roy Siauta tersebut.

“Pada saat pengambilan sampel oleh pihak DLH, saat itu, tidak pada kondisi tumpahan minyak yang hitam pekat seperti berdasarkan objek foto maupun video. Bagi kami badan saniri Negeri Hative Besar, kami berkepentingan mengamankan seluruh wilayah lingkungan laut petuanan adat kami dari potensi pencemaran lingkungan dalam bentuk apapun,” jelas Lelapary.

Menurutnya, kesigapan Dinas LHP Maluku patut diapresiasikan, tetapi kesigapan itu tetap harus diikuti dengan goodwill yang baik untuk menjaga ekosistem  perairan dari potensi-potensi pencemaran,” katanya.

Strict liability atau pertanggungjawaban mutlak dalam UU nomor: 32 tahun 2009 pasal 88 harus di kedepankan oleh pemerintah sebagai regulator dalam penegakan hukum terkait dugaan-dugaan potensi pencemaran yang dilakukan oleh setiap badan usaha termasuk  Pertamina.

Baca Juga: Ambon Mulai Terapkan Kota Bersih Langit Biru

“Dalam pandangan kami penjelasan kepala dinas bahwa sampel sudah diambil untuk diuji tidak komprehensif dan jauh dari nilai-nilai ilmiah jika merujuk pada PP 22 tahun 2021,” ujarnya

Pemerintah Negeri Hative Besar punya beberapa catatan penting yaitu Kadis tidak menjelaskan parameter apa yang dipakai untuk mengukur baku mutu air laut untuk biota. Jika menilik lampiran VIII PP 22/2021 maka ada 38 parameter yang meliputi parameter fisik, kimia, dan biologi. Hasil uji mutu air 0,8 ini untuk parameter apa? Sementara untuk parameter fisik yang secara kasat mata kita bisa duga yaitu parameter kebauan saja sudah jelas-jelas berbau minyak solar dari standar parameter tidak berbau atau alami.

Kemudian parameter kekeruhan, padatan tarsus pensiber kolerasi positif dengan kekeruhan, semakin tinggi padatan tersuspensi dalam suatu perairan maka perairan tersebut semakin keruh.

“Bukti dokumentasi visual foto dan video saja sudah menunjukan bahwa turbidity/kekeruhan kemungkinan telah melewati standar mutu yang ditetapkan. Reliabillity hasil lab itu tidak dapat diterima, karena validitas sampel yang diambil sangat tidak lmiah dan tidak sesuai metodologi yang benar. Mengapa? Wadah contoh uji harus harus bebas kontaminan,” jelasnya.

Kenyataannya dengan bermodal botol aqua bekas jumlah sampel yang diambil juga tidak cukup untuk diuji, Karena hanya sebanyak 500 ml atau hanya 1 botol aqua.

Selanjutnya sampel yang dibawah tidak langsung dianalisis, seyogyianya harus diawetkan dengan regent pengawet karena parameter-parameter tertentu lebih banyak dipengaruhi oleh factor penyimpanan.

Ia menambahkan,  merujuk pada fakta di lapangan bahwa pada saat staf DLH turun ke lapangan melakukan peninjauan pada 10 Januari dalam percakapan dengan mereka kondisi tumpahan minyak hitam pekat yang terdapat di air sangat berpotensi bagi pencemaran lingkungan.

Harusnya pada saat itu tindakan pengambialn sampel sudah harus dilakukan. Beberapa jam kemudian setelah staf LDH bersama kapal pertamina mendatangi lokasi tumpahan minyak, salah satu staf dari atas kapal meneriaki ke warga “gumpalan minyak sudah tidak ada mungkin sudah terbawah arus.

“Kasus limbah minyak di perairan Negeri Hative Besar tanggal 10 Januari 2022 bukan kejadian pertama, sudah berulang dan setelah ditinjau oleh pihak terkait, masyarakat tidak mendapatkan penjelasan apapun tentang masalah-masalah seperti ini,” katanya.

Berdasarkan kasus-kasus seperti ini dirinya beraharap ada langkah bijak dari DLH untuk sedapat mungkin berkordinasi dengan pemerintah dan masyarakat Negeri Hative Besar maupun pihak Pertamina untuk mengatur persoalan batas berlabuhnya jumlah kapal di perairan laiut Negeri Hative Besar.

Lapor DPRD Maluku

Lelapary menyatakan, secara kelembagaan Pemerintah Negeri Hative Besar telah menyurat resmi kepada DLH Maluku terkait prihal kasus tumpahan minyak di wilayah laut Negeri Hative Besar. termasuk ke DPRD Maluku.

“Kami berharap mendapakan penjelasan resmi secara tertulis dari DLH agar menjadi rujuka nbagi kami dalam mengatur langkah-langkah pengamanna dan perlindungan lingkungan laut Negeri Hative Besar sebagai wilayah petuanan adat kami.

BMM Tumpah

Sebelumnya diberitakan, masyarakat Negeri Hative Besar Kecamatan Teluk Kota Ambon, Senin (10/1) digegerkan dengan aroma BBM yang sangat menyengat di Dusun Wela tepatnya di RT 02/RW 01.

Akibat dari aroma menyengat dari limbah BBM tersebut salah satu aktivitas masyarakat di pagi itu yakni Posyandu terpaksa dibubarkan.

Demikian dikemukakan Badan Saniri Lengkap Negeri Hative Besar, Happy Lelepary kepada wartawan di Ambon, Selasa (18/01/2022).

“Mencium adanya aroma BBM yang sangat menyengat, masyarakat kemudian berduyun-duyun turun ke pantai dan menemukan adanya tumpahan minyak yang sangat banyak di bibir pantai,” kata Lelepary.

Menyikapi hal itu, salah satu warga langsung menghubungi staf Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku untuk menyampaikan informasi tersebut dan langsung ditindaklanjuti.

“Staf yang dihubungi langsung mendatangi lokasi pantai, bersama warga melihat tumpahan BBM dan langsung dilakukan komunikasi antara staf itu dengan PT Pertamina terkait keberadaan limbah minyak di pesisir Pantai Hative Besar,” kata Lelepary.

Selanjutnya kata Lelepary, pihaknya tidak tinggal diam dan langsung lakukan penelusuran penyebab adanya limbah BBM di pesisir Pantai Hative Besar. Dan ternyata limbah BBM terseut berasal dari aktivitas maintenance pada kapal-kapal yang berlabuh di pesisir laut Hative Besar.

Selaku akademisi, lelepary menyesalkan adanya aktivitas maintenance kapal di laut lantaran melanggar UU dan Peraturan Pemerintah terkait aktivitas berlabuh kapal di Pertamina Waiyame  untuk penambahan minyak.

“Sesuai aturan, pekerjaan kapal atau maintenance tidak bisa dilakukan di laut harusnya di Dok  dan ini telah diatur secara spesifik. Maitenance kapal diatur dengan Peraturan Dirjen Hubla Nomor HK.103/1/3/DJPL-17 Tentang Prosedur Pengedokan (Pelimbungan) Kapal Berbendera Indonesia. Disitu jelas tidak dibenarkan  kapal melakukan aktivitas maintenance di laut karena akan berimbas pada berpindahnya ekosistem ikan atau migrasi ikan. Kemudian juga menimbulkan kerusakan ekosistem perairan,” katanya.  (S-32)