Kajati Dimutasi, Banyak Kasus Korupsi Belum Tuntas
AMBON, Siwalimanews – Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Undang Mungopal dan Wakajati, Nanang Ibrahim Soleh dimutasikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Mutasi Kajati dan Wakajati Maluku ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Jaksa Agung Nomor: 245 tahun 2022 tertanggal 8 Agustus 2022.
Dalam SK tersebut Kejati Maluku, Undang Mugopal akan digantikan dengan Edyward Kaban yang saat ini menjabat Wakajati Sumatera Utara. Mungopal sendiri dimutasi sebagai Direktur Eksekusi, Upaya Hukum Luar Biasa dan Eksaminasi pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Kejagung.
Sementara itu, Wakilnya Nanang Ibrahim Soleh dimutasikan ke Palembang sebagai Wakajati Sumatera Selatan. Pengganti Soleh, Jaksa Agung menunjuk Agoes Soenanto Prasetyo, yang saat ini menjabat Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejagung.
Kepergian dua pimpinan utama di Kejati Maluku ini menyisakan sejumlah kasus korupsi dengan nilai fantastis dan hingga kini belum tuntas alias mandek.
Baca Juga: Diakhir Masa Jabatan, Tuasikal Temui WargaKasus-kasus tersebut, yakni proyek pekerjaan jalan yang menghubungkan Desa Rambatu-Manusa di Kecamatan Inamosol sepanjang 24 KM, yang mulai dikerjakan sejak akhir September 2018 oleh PT Bias Sinar Abadi.
Anggaran yang gelontorkan sebesar Rp32 milliar yang bersumber dari APBD 2018 diketahui telah cair 100 persen, hanya saja kondisi jalan masih dalam bentuk jalan tanah yang kondisinya sudah hancur. Kejati Maluku yang mulai pengusutan kasus sejak bulan Januari lalu sempat gencar melakukan sejumlah pemeriksaan, namun hingga kini tidak terdengar kabar dan nasib dari kasus ini.
Selain itu, tim penyidik Kejati Maluku telah meminta ahli dari Politeknik Negeri Ambon untuk memeriksa fisik jalan, namun sampai saat ini tak ada perkembangan penanganan kasus tersebut.
Selanjutnya Kasus RSUD Tual. Sama seperti kasus Inamosol, Kejati Maluku yang awalnya gencar melakukan pengusutan kasus ini, tiba-tiba tidak terdengar lagi. Padahal Kejati Maluku sendiri mengaku, pihaknya sudah menemukan adanya perbuatan melawan hukum di kasus ini.
Hanya saja untuk mengetahui kerugian, diperlukan apraissal dalam membayar tanah, dalam kasus ini hanya disampaikan berdasarkan NJOP. Nilai kerugian dalam kasus ini juga terbilang tinggi, yakni berasal dari kerugian negara berupa pajak tertunda yang terjadi akibat pembiaran dari tahun 2007 sampai 2016 sebesar RP20.000.000.
Selain itu, kerugian negara juga diperoleh dari selisih NJOP yang dinilai secara sepihak, sebesar RP3.300.000.000, namun lagi-lagi taring Kejati Maluku tidak lagi setajam saat awal pengusutan, bahkan kasus tersebut saat ini hilang bagai di telan bumi.
Selain itu ada pula kasus medical chek up dan uang makan minum Covid-19 di RS Haulussy dan sejumlah kasus lainnya. (S-10)
Tinggalkan Balasan