Janji Polisi Tuntaskan Kasus Non Job ASN
Kasus non job puluhan ASN dan pejabat eselon II Pemkot Ambon dilaporkan ke Polres Ambon sejak Juli 2018 lalu oleh Pieter Saimima, Adser Lamba dan H.M Sopa-cua.
Saimima yang saat itu menjabat Kepala Dinas Perhubungan, Sopa¬cua menjabat Kepala Dinas Pari¬wisata dan Lamba menjabat Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan didepak Walikota Ambon, Richard Louhenapessy sesuai SK Walikota Ambon Nomor 532 tertanggal 29 Desember 2017 tentang Pemberhen¬tian dan Pengangkatan dalam Ja¬batan PNS di lingkup Pemerintah Kota Ambon.
Selain ketiga pejabat eselon II ini, 44 ASN lain juga turut dicopot oleh walikota.
Pencopotan puluhan ASN di lingkup Pemkot Ambon berujung ke ranah hukum. Walikota dilaporkan ke polisi bersama dua anak buahnya, Sekot A.G Latuheru dan Kepala BKD, Benny Selano. Laporan ini disampaikan secara resmi oleh Lois Hendro Waas, selaku kuasa hukum Pieter Saimima Cs kepada Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease saat itu, AKBP Sutrisno Hady Santoso.
Langkah walikota dinilai cacat hukum dan bertentangan dengan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, dan PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, kebijakan walikota memutasikan pejabat tanpa persetujuan Komisi ASN.
Baca Juga: Satgas Covid, BerubahlahLangkah pencopotan dinilai sebagai aksi balas dendam. Alasan lalu direkayasa. Aturan diabaikan, yang penting syahwat balas dendam bisa terwujud. Dalam laporan itu, para pelapor memaparkan alasan-alasan sampai mengapa mereka dan 44 ASN lainnya ‘digusur’ dari jabatan pada 29 Desember 2017
Pasca dilaporkan, penyidik Satres¬krim gencar melakukan pemeriksaan. Setelah bukti-bukti dikantongi, pena¬nganan kasus berjalan di tempat. Diduga ada main mata oknum polisi yang menangani kasus non job ASN, sehingga kasusnya dipetieskan. Padahal kasusnya sudah dinaikan ke tahap penyidikan.
Usut punya usut, ternyata diduga ada upaya menghilangkan barang bukti laporan polisi yang dilakukan penyidik. Dugaan itu disampaikan Hendro Waas kuasa hukum para pejabat yang dinonjobkan itu.
Selaku penasehat hukum pihaknya memasukan laporan polisi pada 11 Juli 2018 ke Polres Ambon disertai bukti-bukti. Berdasarkan perkembangan perkara yang telah ditindaklanjuti oleh penyidik baik pelapor maupun terlapor sudah memberikan ketera-ngan.
Bagi Hendro kasus dimaksud sudah memenuhi unsur-unsur atau delik-delik suatu tindak pidana. Sayangnya pada 31 Juli 2019, pihak Polresta Ambon melalui Kasubag Humas kala itu, Ipda Julkisno Kaisupy mengatakan, kasus ini belum cukup bukti untuk dinaikan ke penyidikan. Hal ini berbanding terbalik dengan yang disampaikan Kapolres AKBP Sutrisno Hady Santoso 24 November 2018 bahwa kasus tersebut sudah naik status dari penyelidikan ke penyidikan.
Kebenaran dari pengusutan kasus ini tentu ada pada penyidik. Sengaja menghilangkan barang bukti dari kasus ini juga ada pada penyidik. Tuntas dan tidaknya kasus ini juga tergantung penyidik.
Kasat Reskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKP Mido J.Manik berjanji akan menuntaskan kasus ini. Meskipun ada dugaan sengaja menghilangkan barang bukti, tapi kasus tersebut tetap jalan.
Kita berharap, kasus ini dituntaskan sehingga kepercayaan masyarakat tak luntur. Bagi rakyat, polisi adalah segalanya. Pelindung, pengayom dan pelayan itulah yang melekat dalam setiap perilaku polisi. Namun semua itu tergantung pada integritas pribadi masing-masing anggota polri yang bisa dilaksanakan secara sadar, baik dan tulus. (**)
Tinggalkan Balasan