AMBON, Siwalimanews – Terdakwa kasus kepemilikan cinnabar yakni Ridwan Pelu dan Ahmad Kaimudin dituntut 2,6 tahun penjara di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (3/6). Sidang yang di­gelar secara online itu agendanya mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

JPU menyatakan, para terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 158 Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain tuntutan penjara 2,6 tahun itu, JPU juga menuntut keduanya membayar denda senilai Rp. 500 Juta dan subsider 5 bulan penjara.

Sidang tuntutan itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Ahmad Hikayat didampingi Jenny Tulak dan Felix Wiusan selaku hakim anggota.  Para terdakwa didampi­ngi penasehat hukum, Rony Samloy.

JPU, Donald Rettob dalam dak­waannya menjelaskan, para ter­dakwa tertangkap pada Rabu, 11 De­sember 2019. Kejadian itu ber­mula pada 10 Desember 2019 sekitar pukul 22.00 WIT. Saat itu, terdakwa Ahmad menelepon terdakwa Ridwan untuk menyewa mobil.

Baca Juga: Golkar Polisikan Ridwan Marasabessy

Mobil tersebut akan digunakan untuk mengangkut Cinnabar di rumahnya di Dusun Waitomu Desa Hila Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Mereka bersepa­kat mengangkutnya keesokan harinya. Pagi hari, sekitar pukul 08.00 Wit, terdakwa Ridwan sudah berada di rumah Ahmad.

Saat itu juga, para terdakwa mengangkut lima buah jerigen ukuran liter berisi cairan mercury atau air raksa ke dalam mobil. Cairan itu adalah yang hasil olahan batu cinnabar ke dalam mobil terdakwa.

Terdakwa Ahmad meminta ter­dakwa Ridwan membawa kenda­raan itu ke Desa Nania. Terdakwa Ahmad akan mengikuti dari belakang dengan menggunakan sepeda motor. Ketika mobil yang dikendarai melewati kantor Polsek Leihitu, mobil tersebut dihentikan dan diperiksa oleh anggota Polri yang bertugas di Polsek Leihitu.

Setelah ditemukan adanya cairan mercury/air raksa tersebut di dalam mobil tersebut, polisi kemudian menjemput terdakwa Ahmad di rumahnya. (Mg-2)