NAMLEA, Siwalimanews – Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Buru Selatan, Asnawy Gay ditetapkan se­bagai tersangka dalam kasus du­gaan korupsi pengadaan perleng­kapan pakaian dinas dan Linmas tahun anggaran 2015-2019 dengan total kerugian negara sebesar Rp 257 juta.

Asnawy ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Buru Senin (14/6). Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil ekspos yang dilaksanakan oleh tim penyidik setelah  meme­riksa 15 orang saksi.

“AG ditetapkan sebagai ter­sang­ka penyalahgunaan  dugaan tindak pidana korupsi perlengkapan pakaian dinas dan pakaian Lin­mas Satpol PP Bursel tahun ang­garan 2015-2019,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Buru, Muh­tadi kepada wartawan di Kantor Kejari Buru, Senin (14/6).

Muhtadi menjelaskan, dari hasil pemeriksaan, diperoleh bukti yang cukup dimana terjadinya dugaan  tindak pidana korupsi, dila­kukan tersangka Asnawy Gay. Pe­nyidikan katanya dilakukan dari Januari 2021 yang lalu. Tim penyidik akhirnya sepakat menetapkan Asna­wy Gay sebagai tersangka.

Menurutnya, Asnawy Gay meru­pakan kuasa pengguna anggaran (KPA) yang notabane Kepala Satuan Polusi Pamong Praja dan Pemadan Kebakaran (Damkar) Kabupaten Buru Selatan.

Baca Juga: Kasus Penghinaan Masuk Jaksa, Hahury Harap Salmon Ditahan Sebelum Limpah ke Pengadilan

Selama kurun waktu 2015, 2018 dan 2019, Asnawy meminjam tiga perusahaan untuk digunakan ben­deranya dalam membelanjakan langsung perlengkapan pakaian dinas dan pakaian linmas.

Dari praktek tidak terpuji itu, kejaksaan juga menemukan bukti ada mark up harga belanja barang yang merugikan negara Rp.257 juta. Atas perbuatannya Muhtadi mene­gaskan, tersangka  Asnawy dijerat pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 dan atau pasal 12 huruf i UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diru­bah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pem­berantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. “Ancaman hukuman 20 tahun penjara,” pung­kas Muhtadi. (S-31)