AMBON, Siwalimanews – Pasca menaikan status kasus ke tahap penyidikan, penyidik Ke­jaksaan Tinggi Maluku mulai melakukan sejumlah rangkaian pemeriksaan.

Di awal pemeriksaan jaksa la­ngsung menyasar Mantan Di­rektur RSUD Haulussy dan Man­tan Kadis Kesehatan Provinsi Maluku.

Keduanya diperiksa pada Senin (4/7) kemarin terkait dugaan tindak pidana korupsi pem­bayaran jasa medical check up pada Pemilihan Calon Ke­pala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada kabupaten/kota dan Provinsi Maluku Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 di RSUD dr M Haulussy.

Sayang siapa Mantan Direktur dan Kadis Kesehatan yang dimak­sud masih dirahasiakan Koorps Adhyaksa yang dipimpin Undang Mugopal itu.

“Pemeriksaannya dilakukan kemarin untuk Mantan Direktur RSUD Halussy dan Mantan Kadis Kesehatan, untuk identitasnya atau kadis dan Direktur yang mana saya sendiri masih menunggu data dari dalam, intinya terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembaya­ran Jasa medical check up untuk pilkada tahun 2016-2022,” ungkap Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku, Wahyudi Kareba kepada Siwalima, Selasa (5/7).

Baca Juga: Langgar Kode Etik, Kapolda Resmi Copot Kapolres Malteng

Tak hanya dua mantan pejabat di Maluku tersebut, tim jaksa juga mencerca 7 saksi lainnya di lingkup RSUD Haulussy.

“Ada 7 saksi lain juga yang di­periksa, yakni dokter RSUD Hau­lus­sy penerima honorarium, para saksi ini diperiksa dari pukul 09.00 WIT hingga pukul 16.00 WIT,” tan­dasnya.

13 Saksi Diperiksa

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Maluku membi­dik sejumlah kasus dugaan pe­nya­lahgunaan anggaran bernilai milia­ran rupiah di RSUD Haulussy Ambon.

Adapun kasus yang diduga ber­bau korupsi itu antara lain, pe­nyimpangan penyaluran tunjangan intensif, jasa BPJS, jasa Perda dan uang makan minum tenaga medis tahun anggaran 2019-2021 di rumah sakit milik Pemprov Maluku itu.

Guna membuktikan dugaan korupsi pada sejumlah proyek di rumah sakit berplat merah itu, tim penyidik Kejati Maluku telah me­meriksa 13 orang saksi.

Kepala Seksi Penerangan dan Hubungan Masyarakat Kejati Malu­ku, Wahyudi Kareba yang dikonfir­masi Siwalima, Kamis (23/6) mem­benarkan pemeriksaan 13 orang saksi.

“Benar tim penyidik telah meng­konfirmasi 13 orang saksi di kasus RSUD Haulussy,” ujar Wahyudi.

Ketika ditanyakan 13 saksi ini apakah dari unsur tenaga medis dokter atau juga Tenaga admini­strasi pada RSUD Haulussy, Wah­yudi menolak berkomentar lebih jauh dengan alasan kasusnya masih penyelidikan.

“Maaf saya hanya bisa katakan demikian, masih konfirmasi 13 orang saksi telah dimintai kete­rangan pada Selasa (21/6) kema­rin. Dan kasusnya masih penyelidi­kan. Jadi saya belum bisa berko­mentar lebih jauh soal itu,” ujarnya.

Wahyudi mengaku, ada sejum­lah kasus yang dibidik lembaga kejaksaan tersebut di RSUD Haulussy. “Ada beberapa kasus ya,” ujarnya singkat.

Wahyudi menyebutkan, 13 orang saksi ini diperiksa sejak pukul 09.00 WIT-16.00 WIT dan ditanyai seputar penerimaan tunjangan intensif, jasa BPJS, Jasa Perda hingga makan minum tenaga me­dis tahun 2019-2021 pada RSUD Haulussy.

Untuk diketahui, Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekura­ngan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan prasarana pengadaan alat kese­ha­tan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah mem­verifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah veri­fikasi barulah Kementerian Kese­hatan melakukan pembayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar.

Sejak tahun 2020 tercatat se­banyak 891 kasus atau klaim di Ma­luku lolos verifikasi BPJS Keseha­tan. Nilai klaim dari jumlah kasus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar. (S-10)