AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejaksaan Negeri Ambon kembali mengurung tiga tersangka kasus dugaan korupsi Penggunaan anggaran DIPA Belanja Barang dan Modal Tahun 2022 di Poltek Ambon.

Tiga tersangka itu adalah Fentje Salhuteru (Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar), Welma E. Ferdinandus  (Pejabat Pembuat Komit­men/PPK) Belanja Rutin, serta Christina Siwalette (Pejabat Pembuat Komit­men/PPK) Belanja Barang dan  Modal.

Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Adhryansah mengatakan, alasan dilakukan   penahanan karena ditakutkan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti serta mengulangi perbuatannya sesuai ketentuan KUHAP.

“Jadi alasan dilakukan penahanan karena sesuai ketentuan KUHAP, dan penahanan kita lakukan selama 20 hari ke depan, dan akan diperpanjang lagi jika diperlukan dalam rangkaian penyidikan,” ujar Kajari.

Saat ini, kata dia, tersangka Fentje Salhuteru ditahan di Rutan Kelas II A Ambon, sedangkan dua tersangka lain ditahan di  Lapas Perempuan Ambon.

Baca Juga: Korupsi Command Center Pemkot Ambon Adriaansz Cs Ditahan

Sebelumnya, ketiga tersangka ini ditetapkan sebagai tersangka sejak Jumat, 13 Oktober 2023 lalu.

Kajari mengaku, modus operandi yang dilakukan para tersangka yakni, tersangka WEF dengan sepengetahuan FS membuat kebijakan terhadap beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh lima penyedia atas paket pekerjaan.

Diantaranya pekerjaan atas nama CV K dan CV SA. Dimana seluruh paket pekerjaan atas nama dua penyedia tersebut diambil alih pelaksanaannya oleh Politeknik Negeri Ambon.

Sedangkan tiga penyedia atas nama CV AIT, CV EP dan CV SAP, ada sebagian kegiatan dilaksanakan sendiri oleh penyedia dan beberapa paket pekerjaan atas nama penyedia juga diambil alih oleh Politeknik Negeri Ambon.

“Atas pengambilalihan paket-paket yang dikerjakan sendiri oleh Politeknik Ambon dengan meng­atasnamakan penyedia, diberikan imbalan fee sebesar 3 persen dari nilai kegiatan kepada masing-masing penyedia,” jelas Ardyansah kepada wartawan di Ambon, Jumat (13/10) lalu.

Tersangka FS sebagai PPSPM, lanjut Kajari, menyetujui proses yang diajukan oleh WEF untuk penerbitan SPM (surat perintah membayar). Padahal, FS tahu bahwa administrasi yang diajukan oleh PPK tersebut tidak sesuai dengan ketentuan. Yang mana, kegiatan tersebut dilaksanakan sendiri oleh PPSPM dan pihak pelaksana kegiatan lainnya pada Poltek Ambon.

“Selain itu PPK pengadaan barang dan jasa mengadakan perintah dari FS untuk melaksanakan kegiatan yang tidak sesuai dengan per­untukannya dan tidak didukung oleh bukti pertanggungjawaban yang sah,” ungkapnya.

Akibat perbuatan yang diduga dilakukan oleh ketiga tersangka tersebut telah ditemukan kerugian negara sementara sebesar Rp 1.875.206.347.

“Setelah melalui proses pemaparan penyidik dan auditor, maka untuk lebih lengkapnya masih menunggu hasil audit yang sementara ini masih dihitung oleh auditor BPKP Maluku,” pungkasnya. (S-26)