AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Ma­luku telah meminta ins­pektorat untuk melakukan audit, terhadap jasa me­dical check up di RSUD Haulussy.

Kuat dugaan anggaran un­tuk jasa medical check up itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020.

Selain itu, audit juga men­cakup dugaan penyimpangan anggaran pengadaan makan dan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS milik daerah tersebut.

Permintaan audit jaksa dimaksudkan untuk mengungkap dugaan kebobrokan aparatur di RS tertua di Maluku itu.

Inspektorat akan menghitung kerugian negara dua kasus korupsi yang melilit rumah sakit milik daerah Maluku itu.

Baca Juga: Gelapkan Sertifikat Tanah, Handaya Dilaporkan ke Mabes Polri

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada Siwalima di Kantor Kejati Maluku, Selasa (23/8) membenarkan adanya permintaan audit itu untuk menghitung kerugian negara.

“Saat ini penyidik sementara berkoordinasi dengan auditor untuk perhitungan kerugian negara,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, kepada Siwalima di Kantor Kejati Maluku, Selasa (23/8).

Untuk diketahui, Pada tahun 2017, tercatat dilaksanakan tiga Pilkada, yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, ter­catat empat kabupaten yang melak­sanakan Pilkada, dimana seluruh­nya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Dalam penuntasan kasus di RS berplat merah ini, tercatat sudah 50 lebih saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku.

Kata dia, pemeriksaan para saksi itu dilakukan untuk mengetahui aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar.

“Pagu anggarannya di kasus ini Rp2 miliar. kalau untuk kerugian sementara dihitung penyidik, untuk itu pemeriksaan saksi-saksi gencar dilakukan untuk mengetahui secara pasti jumlah indikasi kerugian yang disebabkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Mereka yang diperiksa diantara­nya, dua mantan petinggi Dinas Kesehatan Maluku dan RS Hau­lussy adalah Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, kurun waktu tahun 2016 hingga 2026.

Adapun Pawa, adalah mantan Direktur Utama RS pada tahun 2016, dimana kasus itu mulai dibidik.

Selain dua pejabat utama itu, penyidik juga memeriksa belasan dokter, salah satunya dokter Ade Tuankotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Belasan dokter yang diperiksa ini merupakan, penerima honorarium pembayaran jasa pemeriksaan ke­sehatan, salah satunya pelaksanaan midical check up kepada bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelenggaraan Pilkada tahun 2016 hingga 2020.

Sasar BNN

Seluruh pihak yang berkaitan dengan proses medical check up pada Pilkada di Maluku, disasar jaksa, termasuk Badan Narkotika Nasional Provinsi Maluku.

Kareba mengungkapkan, tim penyidik memeriksa petugas BNN Provinsi Maluku. Petugas BNN masuk dalam tim pemeriksa medical check up Pemilihan Calon kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Pro­vin­si Maluku tahun 2016 hingga 2020.

“Petugas BNN diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan bakal calon kepala daerah kabupaten, kota dan provinsi Maluku kurun tahun 2016 hingga 2020,” ujar Wahyudi saat dikonfir­masi Siwalima di Ambon, Kamis (7/7) lalu.

Ketika ditanyakan berapa banyak petugas BNN yang diperiksa, Wahyudi mengatakan masih dicek.

“Saya masih cek lagi, tapi diin­formasi dari penyidik petugas BNN juga diperiksa,” ujarnya singkat.

Wahyudi menegaskan, tim pe­nyidik masih terus bekerja dan memeriksa saksi-saksi lagi terkait dengan penggunaan anggaran pembayaran Jasa Medical Check Up Pemilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/ Kota dan Provinsi Maluku Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 di RSUD dr M Haulussy.

Dikatakan, pemeriksaan dilakukan di Kantor Kejati Maluku, Rabu (6/7) mulai pukul 09.00 WIT hingga 16.00 WIT dan dihujani puluhan perta­nyaan seputar tugas dan tanggung­jawab saksi.

Ditanya soal apakah calon kepala daerah yang mengikuti Medical Check Up akan juga dimintai keterangan, Wahyudi belum dapat memastikan, dikarenakan saat itu penyidik masih menfokuskan tenaga medis dan BNN  yang bersentuhan langsung dengan pemeriksaan tersebut.

“Belum bisa di pastikan, sekarang mereka fokus terhadap saksi saksi yang ada dulu, kalau memang sudah sampai ke sana (pemeriksaan Cal­kada) akan kita umumkan lagi,” tandasnya.

Untuk diketahui, Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan pra­sarana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah mem­verifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah verifikasi barulah Kementerian Kesehatan melakukan pembayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar.

Sejak tahun 2020 tercatat sebanyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Nilai klaim dari jumlah kasus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar.

Ditantang

Tim penyidik Kejati Maluku ditantang membongkar dugaan korupsi medical chek up pemilihan kepala daerah tahun 2016 hingga 2020 di RS Haulussy Ambon.

Menurut praktisi hukum Djidion Batmomolin, secara umum telah terjadi perbuatan pidana yang sengaja dilakukan oleh oknum-oknum di lingkungan RS Haulussy.

Kejati Maluku harus berani untuk membongkar dugaan kasus korupsi yang telah merugikan negara tersebut, sebab tidak ada toleransi bagi pelaku tindak pidana korupsi di negara Indonesia.

“Perbuatan pidana sudah nyata itu, saya dorong Kejaksaan Tinggi Maluku untuk mengusut tuntas dugaan korupsi kasus dugaan korupsi medical chek up pemilihan kepala daerah tahun 2016 hingga 2020 di RS Haulussy,” tegas Batmomolin.

Dijelaskan, siapapun yang terlibat dalam kasus ini harus dibongkar artinya, Kejaksaan Tinggi Maluku tidak boleh tebang pilih dalam mengungkap kasus, tetapi harus membongkar secara luas keterlibatan oknum-oknum.

“Siapapun dia, mau Kadis kese­hatan, Direktur RS Haulussy atau dokter sekalipun harus diungkap­kan,” ujar Batmomolin.

Batmomolin menegaskan, jika korupsi telah merasuk dalam dunia kesehatan maka akan berdampak bagi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, karena segala sesuatu akan dinilai dengan besar­nya uang yang diberikan, sedang­kan pelayanan tidak diberikan dengan baik.

Sebagai rumah sakit milik daerah mestinya terbebas dari praktik dugaan korupsi agar menjadi contoh yang baik bagi rumah-rumah sakit yang lain di Maluku.

Apalagi, dugaan korupsi tersebut berkaitan dengan medical chek up pemilihan kepala daerah tahun 2016 hingga 2020 di RS Haulussy, yang mestinya dilakukan secara baik sehingga calon kepala daerah layak menjadi pemimpin daerah.

Batmomolin berharap, Kejaksaan Tinggi Maluku tidak tumpul dalam mengusut kasus dugaan korupsi medical chek up pemilihan kepala daerah tahun 2016 hingga 2020 di RSUD Haulussy yang bersing­gungan langsung dengan oknum-oknum yang memiliki kekuasaan.

Sementara itu, praktisi hukum Munir Kairoti meminta, Kejaksaan Tinggi Maluku harus membongkar kasus medical chek up pemilihan kepala daerah tahun 2016 hingga 2020 di RS Haulussy.

Hal ini perlu dilakukan guna  membersihkan lembaga RS Hau­lussy dari praktik-praktik korupsi yang selama ini terjadi, tetapi tidak pernah disentuh oleh penegak hukum.

“Dengan adanya langkah Kejak­saan Tinggi Maluku mengusut maka kita berikan apresiasi agar bisa melakukan tindakan penegakan hukum, agar kepercayaan masya­rakat kepada institusi kejaksaan tinggi tetapi terjaga, karena selama ini terkesan banyak perkara korupsi yang tidak berjalan dengan baik,” tegasnya.

Kairoty menambahkan, dalam pengusutan kasus ini Kejati Maluku tidak boleh tebang pilih artinya,jika proses pengusutan sudah dimulai maka harus menyentuh aktor intelektual sebab jika tidak, maka RS Haulussy tidak akan bersih dari kasus korupsi. (S-10)