AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Negeri Ambon di­ingatkan profesional dan tidak masuk angin dalam mengusut kasus penyelewengan anggaran di DPRD Kota Ambon tahun 2001. Korps Adhyaksa juga tidak boleh diintervensi siapapun, sehingga hukum dapat ditegakkan dengan baik dan masyarakat menjadi puas dengan penegakan hukum di Kota Ambon salah satunya dengan mengekspos kasus tersebut.

“Kejaksaan harus tetap profe­sional jangan terpengaruh dengan intervensi manapun termasuk dengan melakukan ekspos terha­dap kasus ini,” kata Akademisi Hukum Unpatti, Diba Wadjo kepada Siwalima Rabu (12/1).

Dalam mengusut kasus ini, Kejaksaan Negeri Ambon harus le­bih transparan kepada masya­rakat Kota Ambon. “Yang pasti Kejaksaan Negeri Ambon harus transparan kepada masyarakat terkait dengan penanganan kasus korupsi itu,” ungkap Wadjo.

Menurutnya, Kejaksaan Negeri Ambon melalui penyelidik telah memeriksa puluhan saksi dalam kasus tersebut baik yang berasal dari anggota DPRD maupun staf sekretariat DPRD, sehingga harus ada keterbukaan kepada masya­rakat.

Apalagi saat ini kasus dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan DPRD Kota Ambon telah menjadi konsumsi publik dan publik terus memantau. Artinya jika kejaksaan tidak terbuka kepada publik maka dapat menimbulkan penilaian buruk terhadap kinerja lembaga kejaksaan dalam penuntasan kasus-kasus korupsi.

Baca Juga: Jaksa Diminta Transparan  

Transparan

Sebelumnya, Akademisi Hukum Pidana Unpatti, George Leasa mengatakan, jaksa penyelidik punya cukup bukti. Temuan BPK menjadi pintu masuk untuk menyeret siapapun yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Menurut Leasa, Kejari Ambon seharusnya transparan kepada masyarakat Kota Ambon berkaitan dengan perkembangan kasus dugaan korupsi yang merugikan daerah jika seluruh pemeriksaan saksi telah selesai dilakukan.

“Kalau sudah selesai melakukan pemeriksaan, maka kejaksaan harus transparan kepada publik terkait dengan proses hukum itu. Apakah kasus tersebut punya cukup bukti sehingga yang tadinya status tahap penyelidikan naik menjadi penyidikan untuk  kedepannya menetapkan tersangka jika memang berdasarkan hasil pemeriksaan mengarah kepada oknum tertentu,” ujar Leasa kepada Siwalima Selasa (11/10).

Langkah Kejari Ambon yang hingga kini belum menentukan sikap dalam kasus dugaan penyelewengan anggaran di DPRD Kota Ambon tahun 2021 itu menimbulkan perseps di masyarakat.

“KUHAP mengatur jelas, bukti permulaan cukup, sekurang-kurangnya dua alat bukti maka kasus tersebut harus mendapat kelanjutan proses dari yang tadinya penyelidikan  naik menjadi penyidikan. Itu kalau sudah seleai pemeriksaan para saksi,” jelas Leasa.

Dikatakan, masyarakat Kota Ambon saat ini sedang menunggu hasil pemeriksaan terhadap wakil rakyat mereka, sehingga kejaksaan harus terbuka kepada masyarakat tentang sejauh mana proses penyelidikan yang dilakukan tentunya dengan sejumlah saksi yang telah diperiksa termasuk hasil temuan  BPK.

“Kejaksaan Negeri Ambon dalam pertanggungjawaban kepada publik harus memberikan informasi, sehingga tidak ada kekecewaan dari masyarakat terkait kinerja dari kejaksaan, apalagi tidak ada lagi rahasia bagi warga kota bahwa ada terjadi dugaan korupsi yang cukup besar di lingkungan DPRD Kota Ambon,” tegasnya.

Klaim Masih Pemeriksaan

Kajari Ambon, Dian Fris Nale mengklaim pemeriksaan saksi masih bergulir. “Ini kan masih proses penyelidikan jadi pemeriksaan saksi masih terus berlangsung,” tandas Kajari, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Selasa (11/1).

Kendati demikian, Kajari enggan membeberkan identitas saksi-saksi yang akan dimintai keterangannya. “Masih ada saksi yang akan diperiksa, tunggu sajalah pasti kita akan rilis ke media. Ini kasus masih penyelidikan dan untuk kepentingan penyelidikan kami belum mau terbuka. Kami nantinya akan memberikan rilis ke media,” janji Kajari.

Tujuh Item

Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindukasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293. 744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (lampu pijar, bateri kering) terindikasi fiktif sebesar Rp425.000.0001. belanja pemeliharaan peralatan dan mesin terindikasi fisktif sebesar Rp168.860.000 dan belanja peralatan kebersihan dan bahan pembersih yang terindikasi fiktif sebesar Rp648,047.000.

Selain itu, BPK juga menemukan belanja rumah tangga yang ter­indikasi fiktif sebesar Rp690. 000.000 dan belanja alat tulis kantor terindikasi fiktif sebesar Rp324.353.800 Ada juga belanja cetak dan pengadaan yang ter­indikasi fiktif senilai Rp358.875. 000, serta belanja makanan dan minum Sekretariat DPRD yang terindikasi fiktif senilai  Rp2.678. 609.000. (S-50)