AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku diminta untuk lebih fokus me­nun­taskan kasus dugaan korupsi pro­yek air bersih SMI Haruku, Kabu­paten Maluku Tengah.

Proyek air bersih SMI Haruku senilai Rp12,4 miliar sudah menjadi perhatian publik, sehingga Kejati diharapkan lebih fokus mengungkap kasus-kasus jumbo ketimbang mengejar kasus-kasus lainnya yang bisa ditangani di kejari.

Demikian diungkapkan, akade­misi Hukum Unidar, Rauf Pellu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (14/3).

Menurutnya, hibah rehabilitasi Kantor Kejati Maluku dari APBD Provinsi Maluku tidak boleh mele­mahkan lembaga korps Adhyaksa ini dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi terutama bernilai jumbo seperti proyek air bersih SMI Haruku.

“Proyek rehab kantor itu sendiri yang tidak bisa disatukan dengan kasus korupsi yang saat ini diusut kejati, hanya saja karena kasus ini terkait Organisasi Perangkat Daeraj (OPD) di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku, sehingga kejak­saan perlu diingatkan untuk tidak boleh lemah dan jangan mau diintervensi oleh kepentingan apapun,” ujar Pellu.

Baca Juga: Lima Penambang Ilegal Terancam 15 Tahun Penjara

Menurutnya, kasus-kasus dugaan korupsi air bersih SMI Haruku harus jadi prioritas uta­ma, karena disitulah kinerja ke­jaksaan diuji untuk menuntaskan.

“Ya diharapkan tuntas,” te­gasnya.

Harus Fokus

Terpisah, Aktifis Laskar Anti Korupsi, Roni Aipassa juga menyayangkan Kejaksaan Tinggi Maluku yang tidak mampu untuk menuntaskan kasus-kasus dengan nilai kerugian negara yang besar..

Menurutnya, Kejaksaan Tinggi Maluku dalam kewenangan dan kapasitasnya lebih baik mem­fokuskan diri untuk menuntaskan kasus-kasus besar yang menyita perhatian masyarakat, se­dangkan kasus dengan nilai kerugian negara kecil diberikan kepada Kejaksaan Negeri.

“Sangat disayangkan kalau Kejati hanya fokus kasus kecil lalu mengesampingkan kasus besar, lebih baik diserahkan yang kecil-kecil ke Kejari saja,” tegas Aipassa saat dihubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (14/3).

Kejaksaan Tinggi Maluku, kata dia, sah-sah saja jika mengambil alih kasus kecil tetapi harus dibarengi dengan keseriusan dalam menuntaskan kasus besar artinya, tidak ada pembedaan antara kasus satu dengan yang lain.

Kejaksaan Tinggi, tambah dia, harus mampu bersikap profe­sional dalam menegakan hukum, walaupun kasus yang diusut melibatkan pejabat daerah sekalipun harus diusut karena semua orang sama mata hukum.

Aipassa pun berharap, Kejak­saan Tinggi Maluku dapat bekerja sesuai dengan aturan dan jangan mau diintervensi dengan alasan apapun, sebab akan berdampak pada kinerja lembaga

Jangan Ego Sektoral

Kejaksaan Tinggi Maluku jangan mengedepankan ego sektoral dalam penegakan hukum setiap kasus korupsi di Maluku, pasalnya sejumlah kasus jumbo tidak mampu dituntaskan Kejati.

Praktisi hukum, Rony Samloy mengungkapkan keengganan Kejaksaan Tinggi Maluku dalam menuntaskan kasus korupsi dengan nilai kerugian negara kecil, dibandingkan dengan kasus jumbo menjadi anomali dalam penegakan hukum di Maluku.

Artinya, masyarakat berharap Kejaksaan Tinggi Maluku dalam kapasitas sebagai aparat pe­negak hukum dapat memainkan peran secara baik, profesional dan tidak gampang diintervensi oleh siapapun.

“Betul selama ini keinginan masyarakat masalah kecil diserahkan kepada kejaksaan negeri tetapi diambil alih Kejak­saan tinggi maka patut diperta­nyakan,” ungkap Samloy kepada Siwalima melalui telepon se­lulernya, Selasa (14/3).

Samloy mempertanyakan alasan Kejati mengambil alih kasus kecil apakah aparatur sumber daya penyidik di Kejak­saan Negeri lemah dan kurang berkualitas atau memang ada kekuatan besar dibalik semuanya yang memang membuat kejak­saan tinggi mengambil alih kasus-kasus kecil.

Akibat dari adanya monopoli sektoral menyebabkan, Kejak­saan Tinggi hanya berani me­ngusut kasus-kasus kecil se­dangkan kasus besar dibiarkan berlarut-larut dan menjadi per­tanyaan besar bagi masyarakat, kenapa kasus itu dibiarkan mengambang.

Menurutnya, ketika kasus besar tidak berjalan ditangan Kejati maka patut diduga terjadi perselingkuhan birokrasi yang paling kuat antara eksekutif dan yudikatif khususnya Kejaksaan Tinggi.

Jika Kejaksaan Tinggi tidak mampu mengusut kasus-kasus besar seperti SMI maka se­baiknya, harus terbuka dan percayakan kepada publik untuk melaporkan kasus ini ke KPK bukan sebaliknya membiarkan kasus ini tetap mengambang.

11 Miliar Habis

Hampir Rp11 miliar terpakai habis namun pengerjaan renovasi Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku tak juga rampung.

Proses awal rehabilitasi dikerjakan tahun 2021 lalu, dengan menguras anggaran Rp5.950.000.489,03 yang bersumber dari APBD Maluku tahun 2021.

CV Hitam putih yang beralamat di Air Mata Cina TAtas, Uri­mesing, Kecamatan Nusaniwe, Kabupaten Maluku Tengah.

CV Hitam Putih yang beralamat di Air Mata Cina Atas, Urimesing, Kecamatan Nusaniwe sebagai pemenang pekerjaan tersebut hingga kini belum mampu me­nyelesaikannya.

Belum Selesai Juga

Sudah dua tahun dikerjakan, proyek rehabilitasi Kantor Ke­jaksaan Tinggi Maluku hingga kini belum selesai juga.

Proyek yang didanai dengan APBD Perubahan tahun 2021 sebesar Rp5 miliar ini telah selesai tender sejak bulan November 2021 lalu.

Informasi yang diperoleh Siwalima di Kantor Kejati Maluku, rehabilitasi itu mulai dikerjakan pada lantai II.b Hal itu membuat sebagian aktivitas yang berada di lantai dua, dialihkan ke lantai satu gedung yang berlokasi di jalan Sultan Hairun, Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

Renovasi dilakukan pada lantai dua gedung termasuk didalamnya ruang rapat Kajati Maluku.

Sumber di Kejati Maluku yang enggan namanya dipublikasi ini kepada Siwalima mengaku, renovasinya kantor Kejati mem­buat sejumlah seksi terpaksa digabung di lantai satu ge­dung.”Hampir semua aktivitas kerja, tambah sumber ini, juga bertumpu dan berdesakan di lantai satu, sehingga menggang­gu suasana kerja.

Namun begitu, kata sumber, aktivitas pekerjaan kantor terutama pengusutan kasus-kasus dugaan korupsi maupun tindak pidana umum maupun khusus yang dita­ngani tetap berjalan dengan baik.

Sumber ini juga mengharapkan, proses kantor bisa secepatnya se­lesai sehingga aktivitas kerja tidak berdesakan dan berjalan dengan baik.

Sebelumnya, lambatnya pe­nye­lesaian proyek ini memang dikait-kaitkan dengan pena­nganan sejumlah kasus di Kejati Maluku yang ada kaitannya dengan Dinas Pekerjaan Umum.

Pasalnya, proyek rehabilitasi Kantor Kejati ini, dikerjakan dengan APBD dari dinas ter­sebut.

Lambatnya penanganan proyek air bersih Pulau Haruku yang dibiayai dengan dana SMI, adalah satu contohnya.

Jaksa memang menutup rapat informasi penyelidikan terkait kasus jumbo itu.

Upaya pengumpulan data yang dilakukan Kejati Maluku, men­dadak diterpa isu tidak sedap.

Beredar rumors kalau olah gerak yang dikerjakan oleh intelijen Kejati Maluku, nanti juga akan berhenti dengan sendirinya.

Sejumlah kasus lalu dihu­bungkan dengan kerja tim Adhyaksa yang sudah seminggu berjalan.

Diantaranya, proyek penger­jaan Kantor Kejati Maluku yang hingga kini belum rampung.

Konon proyek tersebut, dibiayai oleh APBD Maluku tahun 2021 dan 2022 lalu. Sayangnya kontraktor yang ditunjuk oleh Dinas Pekerjaan Umum Maluku, hingga kini belum mampu penyelesaikan pekerja­annya.

“Ada upaya untuk damai. Barternya antara lain dengan Kantor Kejati,” kata sumber terpercaya Siwalima, Selasa (7/3) siang.

Sumber yang minta namanya tidak ditulis itu mengatakan, pihak Dinas PU Maluku sudah melakukan berbagai upaya untuk mendinginkan proyek mangkrak senilai Rp12,4 miliar, di Keca­matan Pulau Haruku tersebut.

“Mereka optimis kasusnya ber­henti,” tambah sumber tadi.

Kendati demikian, Kasi Pe­nkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba membantah rumors tersebut.

Menurut dia, pihak Kejati tetap akan melanjutkan setiap laporan masyarakat, termasuk di dalam­nya soal air bersih mangkark di Pulau Haruku.

“Setiap laporan masyarakat tetap diproses, dipelajari jaksa, didalami lagi, tetapi tetap dipro­ses setiap la­poran masyarakat,” ungkap Wah­yudi saat dikonfir­masi Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa sore (7/2) terkait kasus proyek air bersih SMI Haruku yang sementara diusut kejaksaan.

Dia juga membantah ada upaya penghentian kasus yangbterkait dengan rehab Kantor Kejati Maluku yang merupakan hibah Pemerintah Provinsi Maluku.

“Itu tidak benar, itu tidak benar,” ujarnya.

Kareba kembali menegaskan, setiap kasus yang dilaporkan masyarakat pihaknya mem­proses itu dengan cara mem­pelajari laporan tersebut dan mendalaminya. (S-10/S-20)