AMBON, Siwalimanews – Sidang dugaan kasus korupsi dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) Fattolo, Kecamatan Bula, Seram Bagian Timur, tahun anggaran 2016 dengan terdakwa Abdullah Refra (39), terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Kamis (21/1).

Sejumlah saksi kembali dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan. Dalam persidangan itu terungkap terdakwa menggunakan dana desa untuk keperluan pribadinya.

Pemilik toko elektronik Indah pernah datang ke tokonya. Disana, dia membeli dua buah freezer dan dua buah kulkas. Masing-masing barang itu bermerek Sharp, dengan harga Rp. 7 juta. “Dia pernah ke took saya pada tahun 2016, beli kulkas dan freezer,” katanya.

Namun, saksi itu enggan menyebutkan sumber uang yang digunakan terdakwa untuk membeli barang di tokonya. Dengan alasan, dia hanya melayani membeli. “Saya tidak tahu itu uang apa,” katanya.

Saksi lainnya, yakni karyawan BFI bernama Amir juga menceritakan, terdakwa pernah datang meminjamkan uang tunai sebesar Rp. 7 juta. Dia membawa BPKB sepeda motor

Baca Juga: Pemilik Dua Paket Sabu Dituntut 7 Tahun Bui

beat sebagai jaminan.

Sama halnya, dia juga mengaku tidak tahu alasan terdakwa meminjamkan uang. Ditanya, apakah motor juga dibeli dengan uang dana desa, dia mengaku tidak tahu.

Jaksa dalam persidangan mengatakan, terdakwa membeli barang bukan atas kepentingan kantor tapi untuk digunakan kepentingan pribadi. Bahkan, dalam laporan pertanggungjawaban tertera harga freezer dan kulkas bukan Rp 7 juta, melainkan Rp. 11 juta. Artinya, terdakwa melakukan pengelembungan harga hingga Rp. 4 juta.

“Pemilik toko saja mengakunya hanya seharga Rp. 7 juta,” kata jaksa. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Reinado Sampe membeberkan peran Refra dalam melakukan perbuatan melawan hukum melakukan pengelolaan keuangan Negeri Fattolo Tahun 2016 secara tidak benar dan akuntabel.

Jaksa menyebut, terdakwa telah memperkaya dirinya sendiri menggunakan uang negara sejumlah Rp. 384.229.000. Pada tahun itu, Negeri Fattolo mendapatkan dana desa sebesar Rp.617.131.000 dan anggaran dana desa sebanyak Rp. 100 juta. Pencairan uang itu dilakukan oleh terdakwa dari rekening kas desa. Setiap kali dicairkan uang tersebut disimpan oleh terdakwa hanya untuk melakukan pembayaran upah kerja, beli semen dan reputasi material pembangunan.

Terdakwa tidak jujur dan transparan serta tidak baik dalam mengelola dana serta mempergunakan dana desa tersebut. Selain itu, tidak ada laporan pertanggung jawaban penggunaan

Dia juga tidak dapat mempertanggungjawabkan sisa anggaran dengan bukti bukti yang sah akibat dari kemahalan harga serta banyaknya barang atau pekerjaan yang fiktif. Jaksa lalu membidiknya dengan pasal tindak pidana korupsi. Nanlohy didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. Sidang itu dipimpin majelis hakim Jenny Tulak Cs. Sementara, terdakwa didampingi penasehat hukumnya Dominggus Huliselan. (S-49)