AMBON, Siwalimanews – Hingga kini proses ganti rugi lahan milik ibu Saadia Rumui belum dilakukan oleh pihak Balai Jalan dan Jembatan Wilayah Maluku, padahal proyek Pembangunan Jembatan Wailola Besar, di Desa Limumir, Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) sudah dilakukan sejak bulan Feruari lalu.

Kepada Siwalima, Irwan Man­sur selaku Kuasa Hukum Rumui meminta agar proyek tersebut dihentikan sementara hingga adanya ganti rugi atas hak daripada kliennya direali­sa­si­kan.

“Dalam waktu dekat, kami akan memasang papan lara­ngan diatas tanah milik klien­nya dan juga meminta kepada Kepala Balai Jalan dan Jemba­tan untuk memberhentikan se­mentara pekerjaan proyek jembatan ini sampai adanya ganti rugi atas hak daripada kliennya direalisasikan,” tegas Irwan, melalui telepon seluler­nya, Minggu (18/4).

Dikatakan, setelah menanda­tangani surat kuasa khusus tertanggal 12 April 2021, Irwan Mansur langsung berkoor­di­nasi dengan Jonias Litaay se­laku Pejabat Pembuat Komit­men (PPK) pada proyek tersebut namun PPK terkesan menghindar.

“Awalnya, kita sudah ber­koordinasi via telepon dan be­liau menyampaikan bahwa pak Irwan sampai Bula kita ketemu untuk membicarakan masalah ini, namun setelah saya sampai di Bula, saya menghubungi beliau tetapi beliau dengan alasan sementara ikut rapat di Ambon dan katanya proyek ini sudah tidak ditangani oleh dirinya karena Kepala Balai  sudah me­ngalihkan ke Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten SBT,” ujarnya.

Baca Juga: Legenda Tinju Indonesia Albert Papilaya Meninggal Dunia

Kemudian, lanjut Irwan, dirinya dihubungi oleh pihak PU Kabupa­ten SBT via telepon dan Irwan meminta untuk ketemu namun pihak dinas menolak untuk ketemu dengan alasan sudah membayar ganti rugi tanah milik klien atas nama Yusuf Rumui dengan nilai ganti rugi sesuai surat jual beli sebesar Rp 66,5 juta dengan luas tanah yang disepakati.

“Kendati sudah dilakukan ganti rugi epada Yusuf Rumui namun setelah kami turun ke lapangan, ke­nyataannya yang digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan tersebut lebih 4 meter dari yang dise­pakati didalam surat jual beli terse­but. Ini jelas terindikasi penipuan oleh PPK terhadap klien saya. Yang lebih parah lagi, didalam surat jual beli tersebut tidak tertera nama ibu Saadia Rumui dan ibu Sadia sama sekali menolak untuk pekerjaan tersebut dan tidak menerima uang sepersenpun dari hasil penjualan tanah milik Yusuf Rumui, karena pembayaran tersebut sebatas pem­ba­yaran untuk tanah milik Yusuf Rumui, bukan pembayaran untuk tanah milik Saadia Rumui.

Klien saya ibu saadia menolak untuk pembangunan proyek terse­but di atas lahan miliknya sebelum pihak perusahaan mengganti rugi,” tandasnya.

Irwan juga menyampaikan sebe­lum kliennya, Yusuf Rumui menan­datangani perjanjian jual beli ter­sebut, klien saya sudah menyam­paikan kepada pak Jhon selaku PPK pada proyek ini bahwa dirinya akan menandatangani perjanjian tersebut sebatas tanah miliknya, tidak ter­masuk tanah milik ibu Saadia Rumui.

“Kemudian pak Jhon menyam­paikan kepada Yusuf Rumui tanda tangan saja dulu untuk selesaikan pembayaran tanah milik Yusuf, untuk tanah dan caffe/warkop milik ibu Saadia Rumui, saya akan berta­nggung jawab untuk menyelesai­kannya namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan pembicaraan pak Jhon selaku penanggung jawab proyek tersebut,” bebernya.

Irwan juga menambahkan, dengan adanya larangan untuk pekerjaan pembangunan  jembatan tersebut oleh klien saya ibu Saadia Rumui pihak perusahaan mencoba untuk menghindar dengan cara membuka jalan baru di tempat lain dengan alasan menggunakan jalan desa, padahal pihak perusahaan tidak sadar bahwa jalan baru yang dibuka itu juga milik pak Yusuf Rumui yang dihibahkan secara lisan untuk jalan desa.

Irwan yang merupakan pengacara muda flamboyan asal SBT ini  juga dengan tegas menyampaikan di atas pembangunan jalan dan jembatan milik kontraktor Tanjung ini jelas-jelas diatas tanah mulik kliennya, yang pertama tanah milik klien Yusuf Rumui dan yang kedua tanah milik ibu Saadia Rumui.

“Berdasarkan bukti surat kepemi­likan dengan luas masing-masing yang sementara dalam proses pe­nerbitan sertifikat oleh BPN Kota Bula,” terangnya.

Disisi lain Irwan menambahkan, Kadis PU pernah memanggil bebe­rapa warga di bantaran kali untuk melakukan pertemuan dan didalam pertemuan itu Kadis PU menyam­paikan kepada warga dengan hara­pan proyek tersebut tetap berjalan sebagaimana mestinya demi kepen­tingan orang banyak dan berharap agar beberapa warga di sekitar pe­lataran kali tersebut agar tanahnya dihibahkan untuk pembangunan jembatan Wailola itu.

“Ini pernyataan gila yang disam­paikan oleh Kadis PU Umar Binlah­mar, mengingat setiap pembangunan untuk kepentingan umum terkait pengadaan tanah di atur jelas dalam pasal 1 angka (2) Undang-undang. No/2/2012 yang berbunyi, penga­daan tanah adalah kegiatan menye­diakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil ke­pada pihak yang berhak,” katanya.

Selaku kuasa hukum juga menya­dari bahwa benar dengan adanya proyek jembatan tersebut membawa manfaat yang baik untuk masyarakat dan kemajuan daerah, karena jem­batan tersebut adalah jalan alternatif untuk memasuki Kota Bula.

Namun disisi lain, ada hak warga negara/kliennya yang dilindungi oleh Undang-undang dan ini tidak boleh diabaikan oleh pihak mana­pun, baik itu Pihak Perusahaan, Balai, Dinas PU maupun Pemda Kabupaten SBT.

Irwan juga akan berkoordinasi dengan beberapa OKP/OKPI lingku­ngan hidup untuk sama-sama mem­pertanyakan ijin pengelolaan lingku­ngan mengenai dampak penting  terhadap lingkungan akibat kegiatan pembangunan proyek pembangu­nan jembatan ini, apakah proyek pembangunan jembatan  ini sudah mengantongi ijin pengelola lingku­ngan atau belum, mengingat imbas dari proyek ini akan berdampak negatif untuk warga sekitar bantaran kali.

Irwan dengan tegas juga menyam­paikan akan mempolisikan semua pihak baik itu PPK pada proyek ini, Kontraktor dan tanpa terkecuali Kadis PU Kabupaten. SBT.

“Untuk  siapa yang duluan dilaporkan, nanti tunggu perkembangan selanjutnya setelah sudah mengajukan laporan ke Reskrim Polres Kabupaten SBT,” tandasnya. (S-16)