AMBON, Siwalimanews – Netralitas Aparatur Sipil Negara merupakan hal yang perlu terus dijaga dan diawasi, agar Pemilu dapat berjalan secara jujur dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon yang tidak memiliki relasi kuasa di lingkungan birokrasi pemerintahan.

Apalagi, Peraturan Pemeritah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, pasal 11 huruf c jelas menyebutkan, bahwa dalam hal etika terhadap diri sendiri, PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan.

Dengan itu, Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda HMI Cabang Ambon, Poyo Sohilauw, dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Rabu (1/11) mendesak Badan Kepegawaian Maluku untuk mencopot lsina Aunalal dari jabatannya sebagai Kepala Sekolah Menengah Kejjuruan Negeri 5 Ambon.

Pasalnya, perilaku sang kepsek yang diduga mengarahkan dewan guru di sekolah tersebut untuk memilih Widya Pratiwi dalam Pileg 2024 mendatang telah melanggar ketentuan perundang-undangan.

“PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik,” tandas Sohilauw.

Baca Juga: Penjabat Bupati Malra & Tual Diminta Fokus Tekan Inflasi

Selain itu kata Sohilauw, Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS, dimana pada pasal 4 angka 12-15 menyebutkan, bahwa PNS dilarang memberi dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah pada politik praktis pada kontestasi Pilkada/Pileg/Pilpres. Kemudian Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah “netralitas”.

Maka asas netralitas ini berarti, bahwa setiap ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

“Oleh karena rentetan regulasi ini, HMI meminta kepada dinas terkait untuk segera mencopot kepala SMK Negeri 5 dari jabatannya,” tegas Sohilauw.

Sohilauw menandaskan, jangan menganggap karena kandidat yang dikampanyekan merupakan isteri gubernur, lalu kemudian menganggap apa yang dilakukan adalah sah.

“Kita patut curiga, jangan sampai praktek-praktek serupa juga terjadi di lingkungan pendidikan di seluruh Provinsi Maluku jelang Pileg ini. Untuk itu ini yang harus dihindari,” tandas Sohilauw.(S-25)