AMBON, Siwalimanews – Anggota DPR daerah pemilihan Maluku, Hen­drik Lewerissa meng­ungkapkan, sesuai data statistik nilai ekspor Maluku sebagian besar ditujukan terhadap ne­gara-negara yang telah men­datangi Regional Comprehensive Economic Par­tnership Agreement, walaupun nilai impor lebih besar jika diban­dingkan dengan ekpor.

Dimana. produk yang diekspor Maluku masih dinominasikan ikan, udang, rumput laut, rempah-rempah, damar dan produk olahan kayu lainnya, dimana tantangan yang dihadapi terkait dengan daya saing dan kualitas produk.

Karena itu, lanjut HL, pe­ningkatan daya saing dan kualitas produk untuk menembus pasar harus diperhatikan Pemprov. Sebab Maluku belum siap dari sisi daya saing dan kualitas produk.

“Sebab sampai dengan saat ini kita belum siap dari sisi daya saing dan kualitas produk. Artinya kita masih rendah daya saingnya,” jelas HL saat membuka kegiatan Sosialisasi Hasil-Hasil Perundingan Perdagangan Internasional “Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement” (RCEP) yang berlangsung di Grand Avira Hotel, Rabu (17/5).

Selain itu, lanjut politisi Gerindra ini, penyiapan infrastruktur juga menjadi tantangan tersendiri, sebab untuk meningkatkan daya saing dan kualitas produk butuh infrastuktur yang memadai.

Baca Juga: Pattimura Muda Harus Terus Tingkatkan Potensi Diri

Karena itu, Ketua DPD Partai Ge­rindra Maluku ini berharap, keber­adaan RCEP dapat memacu Pemda dan merangsang Usaha Kecil Mene­ngah untuk menghasilkan produk yang bersaing dan menem­bus pasar.

HL memastikan, Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement jadi peluang pengem­bangan pedagang, dimana RCEPA merupakan perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan sepuluh negara di Asia Tenggara, dan lima negara mitranya yakni Cina, Jepang, Selandia Baru, Australia dan Korea Selatan.

“Sejak diratifikasi melalui UU Nomor 24 Tahun 2022 saya meminta dilakukan sosialisasi, sebab RCEP telah diketahui oleh pemerintah dan beberapa pengusaha di Jakarta, tetapi bagaimana dengan di Maluku dan Papua maka harus disosia­lisasikan kepada daerah dikawasan Timur,” ungkapnya.

HL menyebutkan, dari jumlah penduduk dunia yang mencapai 7,8 miliar dimana 30 persen lebih penduduk berada di kawan ASEAN menjadi pangsa pasar yang sangat dan harus dimanfaatkan, sebab sangat disayangkan jika Indonesia tidak menggunakan kesempatan tersebut.

Ditegaskan, perjanjian perdaga­ngan internasional tersebut sangat bermanfaat bagi Maluku guna meningkatkan perdagangan baik oleh Pemerintah Daerah maupun pelaku UMKM.

Sementara itu, Sekretaris Direk­torat PPI Kementerian Pedagang, Ali Satria mengatakan RCEP merupakan sebuah prakarsa berani yang dicetuskan Indonesia pada tahun 2011 saat menjadi Ketua ASEAN guna mengkonsolidasikan 5 ASEAN Plus One FTAs menjadi sebuah persetujuan mega regional.

“Persetujuan RCEP secara ku­mulatif mewakili 29,6% penduduk dunia, 30,2% GDP dunia, 27,4% perdagangan dunia, dan 29,8% FDI dunia. Pada tahun 2022, total ekspor non-migas Indonesia ke Kawasan RCEP mewakili 56,13% dari total ekspor Indonesia ke dunia, yakni senilai 154,89 milyar USD, dengan Provinsi Maluku menyumbang senilai 77,20 juta USD,” bebernya.

Ali berharap, para pelaku usaha dan pemangku kepentingan dapat lebih memahami hasil persetujuan serta dapat diimplementasikan secara optimal pada Januari tahun 2023. (S-20)