AMBON, Siwalimanews – Pemeriksaan terhadap pim­pinan dan anggota DP­RD Kota Ambon bersama ASN di lingkup Sekre­tariat DPRD Kota Ambon ter­kait  dugaan penyelewengan ang­garan tahun 2020 telah tuntas.

Kejaksaan Negeri Ambon mengagendakan hari ini Jumat (14/1), akan meng­umumkan hasil penyelidi­kan tersebut.

“Besok (hari ini Red), akan ada konferensi pers,” ungkap Kasi Intel Kejari Ambon, Djino Talakua, melalui pesan WhatsApp, Kamis (13/1).

Kendati demikian, Tala­kua enggan berkomentar dengan alasan hasil pe­nyelidikan akan dirilis.

Tak Masuk Angin

Baca Juga: Jaksa Harus Profesional dan tak Masuk Angin

Kejaksaan Negeri Ambon diingatkan profesio­nal dan tidak masuk angin dalam mengusut kasus penyelewengan anggaran di DPRD Kota Ambon tahun 2001. Korps Adhy­aksa juga tidak boleh di­intervensi siapapun, se­hingga hukum dapat di­tegakkan dengan baik dan masyarakat menjadi puas dengan penegakan hukum di Kota Ambon salah satu­nya dengan mengekspos kasus tersebut.

“Kejaksaan harus tetap profesional jangan terpe­ngaruh dengan intervensi manapun termasuk de­ngan melakukan ekspos terha­dap kasus ini,” kata Akademisi Hukum Unpatti, Diba Wadjo kepada Siwalima Rabu (12/1).

Dalam mengusut kasus ini, Kejaksaan Negeri Ambon harus lebih transparan kepada masyara­kat Kota Ambon. “Yang pasti Kejaksaan Negeri Ambon harus transparan kepada masyarakat terkait dengan penanganan kasus korupsi itu,” ungkap Wadjo.

Menurutnya, Kejaksaan Negeri Ambon melalui penyelidik telah memeriksa puluhan saksi dalam kasus tersebut baik yang berasal dari anggota DPRD maupun staf sekretariat DPRD, sehingga harus ada keterbukaan kepada masyarakat.

Apalagi saat ini kasus dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan DPRD Kota Ambon telah menjadi konsumsi publik dan publik terus memantau. Artinya jika kejaksaan tidak terbuka kepada publik maka dapat menimbulkan penilaian buruk terhadap kinerja lembaga kejaksaan dalam penuntasan kasus-kasus korupsi.

Transparan

Sebelumnya, Akademisi Hukum Pidana Unpatti, George Leasa mengatakan, jaksa penyelidik punya cukup bukti. Temuan BPK menjadi pintu masuk untuk menyeret siapapun yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Menurut Leasa, Kejari Ambon seharusnya transparan kepada masyarakat Kota Ambon berkaitan dengan perkembangan kasus dugaan korupsi yang merugikan daerah jika seluruh pemeriksaan saksi telah selesai dilakukan.

“Kalau sudah selesai melakukan pemeriksaan, maka kejaksaan harus transparan kepada publik terkait dengan proses hukum itu. Apakah kasus tersebut punya cukup bukti sehingga yang tadi­-nya status tahap penyelidikan naik menjadi penyidikan untuk  kede­pan­nya menetapkan tersangka jika memang berdasarkan hasil pemeriksaan mengarah kepada oknum tertentu,” ujar Leasa kepada Siwalima Selasa (11/10).

Langkah Kejari Ambon yang hingga kini belum menentukan sikap dalam kasus dugaan penyelewengan anggaran di DPRD Kota Ambon tahun 2021 itu menimbulkan perseps di masyarakat.

“KUHAP mengatur jelas, bukti permulaan cukup, sekurang-kurangnya dua alat bukti maka kasus tersebut harus mendapat kelanjutan proses dari yang tadinya penyelidikan  naik menjadi penyidikan. Itu kalau sudah seleai pemeriksaan para saksi,” jelas Leasa.

Dikatakan, masyarakat Kota Ambon saat ini sedang menunggu hasil pemeriksaan terhadap wakil rakyat mereka, sehingga kejaksaan harus terbuka kepada masyarakat tentang sejauh mana proses penyelidikan yang dilakukan tentunya dengan sejumlah saksi yang telah diperiksa termasuk hasil temuan  BPK.

“Kejaksaan Negeri Ambon dalam pertanggungjawaban kepada publik harus memberikan informasi, sehingga tidak ada kekecewaan dari masyarakat terkait kinerja dari kejaksaan, apalagi tidak ada lagi rahasia bagi warga kota bahwa ada terjadi dugaan korupsi yang cukup besar di lingkungan DPRD Kota Ambon,” tegasnya.

Tujuh Item

Sebagaimana diberitakan sebe­lum­nya, dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindukasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293.744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (lampu pijar, bateri kering) terindikasi fiktif se­besar Rp425.000.0001. belanja pemeliharaan peralatan dan mesin terindikasi fisktif sebesar Rp168.860. 000 dan belanja peralatan keber­sihan dan bahan pembersih yang terindikasi fiktif sebesar Rp648, 047.000.

Selain itu, BPK juga menemukan belanja rumah tangga yang terindi­kasi fiktif sebesar Rp690.000.000 dan belanja alat tulis kantor terindikasi fiktif sebesar Rp324.353.800

Ada juga belanja cetak dan pengadaan yang terindikasi fiktif senilai Rp358.875.000, serta belanja makanan dan minum Sekretariat DPRD yang terindikasi fiktif senilai Rp2.678.609.000. (S-50)