AMBON, Siwalimanews – Lama tak terdengar perkemba­ngan­nya, banyak pihak menduga kasus kekerasan seksual yang di­duga melibatkan mantan Bupati Malra M Taher Hanubun terhadap wanita 21 tahun dihentikan polisi

Hanya saja isu tersebut ditepis,  polisi menyatakan kasus tersebut masih diproses.

Hanubun belum dapat bernafas lega mengingat kapan saja kasus tersebut dapat ditindak lanjuti ketika polisi mendapat petunjuk baru yang mengarah kepada bukti pelanggaran hukum yang diduga dilakukan mantan bupati itu.

Dirkrimum Polda Maluku, Kombes Andry Iskandar yang dikonfirmasi Siwalima menegaskan, kasus du­gaan pelecehan seksual tersebut masih terus diproses.

“Ditreskrimum Polda Maluku ma­sih melakukan penyelidikan,” tegas Iskandar.

Baca Juga: Jaksa Diminta Proaktif Koordinasi BPJN Terkait Uji Lab

Ditanya soal upaya lanjut yang akan dilakukan penyidik, Iskandar belum dapat menyebutkan. Namun dirinya pastikan bahwa kasusnya ma­sih berjalan dan tidak dihenti­kan.

“Prinsipnya masih terus diseli­diki,” ujarnya singkat.

Desak Tuntaskan

Terpisah, Pengurus Pemuda Katolik (PK) Komisariat Cabang Maluku Tenggara, bidang Pember­dayaan Perempuan dan Anak (PPA), mendesak Penyidik Polda Maluku segera menuntaskan kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Kota Ambon pada tanggal 1 September lalu.

Dugaan pelecehan seksual tersebut diduga dilakukan oleh M. Thaher Hanubun, yang saat itu masih menjabat sebagai Bupati Maluku Tenggara. Dimana kasus ini telah menjadi sorotan publik, baik di Maluku maupun di tingkat nasional.

Dalam rilis yang diterima Siwa­lima, Kamis (16/11), Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Anjela Janwarin mengata­kan, kasus ini harus diselesaikan secara hukum, terlepas dari status terduga pelaku sebagai man­tan kepala daerah.

“Dugaan pelecehan tersebut sungguh sangat membuat malu semua warga masyarakat Maluku Tenggara, terutama kami kaum perempuan yang terkesan tidak berdaya ketika berhadapan de­ngan kekuasaan. Sebab itu, harus di­selesaikan secara hukum, jangan karena kasus ini dilakukan oleh kepala daerah yang memiliki ke­kuasaan lalu kasus ini hilang ditelan bumi, ini sangat bertenta­ngan dengan UU TPKS,” ungkap­nya.

Menurutnya, sejak kasus ini dilaporkan ke Polda Maluku 1 September 2023 lalu, penyidik telah melakukan pemeriksaan awal terhadap saksi-saksi dan korban. Hasil pemeriksaan awal tersebut menunjukkan adanya bukti yang cukup untuk melanjutkan penyeli­dikan.

Namun hingga saat ini, penyidik Polda Maluku belum menuntaskan proses penyelidikan. Hal ini me­nim­bulkan kecurigaan publik bahwa penyidik terkesan lamban dalam penyelesaian suatu perkara hukum.

“Untuk itu, kami Pemuda Katolik Maluku Tenggara meminta kepada Kapolda Maluku untuk turun tangan menyelesaikan perkara ini secara profesional sebagaimana mes­tinya,” ujarnya.

Pemuda Katolik Maluku Teng­gara juga meminta kepada pihak-pihak yang terkait, termasuk keluarga korban dan terduga pelaku, untuk mendukung proses hukum ini, walaupun diketahui isu publik bahwa telah dilaksanakan upaya perdamaian.

“Jadi kami Pemuda Katolik berharap penyidik dapat segera melakukan pemeriksaan kepada terduga pelaku, biar kasus ini bisa mendapat kepastian hukum, Kalau terbukti segera berproses lanjut, kalau tidak segera dihentikan perkara ini,” tegasnya.

Keterangan Pelapor

Sebelumnya, Kabid Humas Pol­da Maluku, Kombes Roem Ohoirat menegaskan, pihaknya maksimal mengusut kasus dugaan pelece­han seksual Bupati Maluku Teng­gara, M Taher Hanubun.

Menurut Kabid, dalam penun­tasan kasus tersebut, pihaknya masih membutuhkan keterangan pelapor.

Hal ini diungkapkan Kabid, saat diwawancarai Siwalima di Ambon, Senin (25/9) menyikapi permintaan dari semua elemen masyarakat Maluku Tenggara, yaitu, Forum Mas­yarakat Maluku Tenggara (Formama-Tenggara) dan Pemu­da Katolik cabang Maluku Teng­gara, mendesak Polda Maluku mempercepat proses hukum TH, sapaan akrab bupati.

Bupati Malra dilaporkan oleh pelapor TA, eks karyawan Café Agnia, milik Hanubun, pada 1 Sep­tem­ber 2023 atas dugaan pele­cehan seksual, dengan nomor laporan TBL/230/IX/2023/MALUKU/SPKT.

Menurut Kabid, sejumlah upaya telah dilakukan penyidik Polda Maluku hanya saja, masih membu­tuhkan keterangan pelapor untuk memboboti berita acara peme­riksaan.

Kabid menegaskan, sejak awal pihaknya ingin membuka secara terang benderang kasus ini dengan membawa siapa yang diduga bertanggung jawab ke pengadilan, namun pihaknya mengalami kendala.

“Sekali lagi mau saya sampai­kan sejak awal kita ingin buka secara terang benderang kasus ini dengan membawa siapa yang bertanggung jawab ke pengadilan, namun kendalanya ada di pelapor sendiri,” jelas.

Menurutnya sesuai dengan Undang-Undang TPKS, pencabutan perkara untuk kasus kekerasan seksual tidak menghentikan kasus tersebut sebelum diputuskan pengadilan, namun undang-undang juga mengatur bahwa pelapor tidak bisa dijemput paksa jika diperlukan keterangannya sebagaimana saksi maupun pelaku dalam sebuah tidak pidana.

Hal tersebut lantas membuat penyidik kesulitan menuntaskan kasus tersebut. “Saat ini kita cuma berharap dari korban, semua tergantung korban. Kalau korban tidak ada bagaimana kita mau lanjut kasusnya, sementara kor­ban harus memberikan kesak­siannya,” ungkapnya. (S-10)