AMBON, Siwalimanews – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon. Jumat (6/8), menjatuhkan vonis bebas murni (Vrijspraak) kepada Ferry Tanaya.

Dalam putusan majelis hakim yang diketuai Pasti Tarigan, disebutkan terdakwa Ferry Tanaya, tidak bersalah sebagaimana yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya.

“Terdakwa Ferry Tanaya dinyatakan tidak terbukti secarah sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana didakwakan jaksa dalam tuntutan primer dan subsider, membebaskan terdakwa dari semua dakawaan jaksa,” ucap Hakim Tarigan saat membacakan amar putusan.

Tak hanya memvonis bebas Tanaya, Majelis Hakim juga meminta jaksa untuk segera mengembalikan apa yang menjadi hak dan martabat dari Tanaya serta membebaskan terdakwa dari dalam tahanan.

“Memerintahkan jaksa agar terdakwa segera dibebaskan dari dalam tahanan, dan mengembalikan hak dan martabat terdakwa,” tandas hakim.

Baca Juga: Kapolda Tunjuk Futwembun Jabat Kapolsek Bandara

Dengan adanya vonis hakim tersebut kini Tanaya dapat kembali menghirup udara segar atas kebebasannya tersebut. Sementara terdakwa lain dalam kasus yang sama yakni Abdul Gafur Laitupa masih harus berjuang untuk memperoleh keadilan mengingat perkara atas namanya masih terus bergulir.

“Barang Bukti berupa dokumen dan surat lainya dikembalikan ke penuntut umum untuk kepentingan perkara nomor 11/Pidsus atas nama terdakwa Abdul Gafur Laitupa,” tutur hakim Tarigan.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum ngotot agar majelis hakim memvonis bersalah Ferry Tanaya, lantaran melanggar Pasal 2 (primer)  jo Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ke-1 KUHP.

Hal tersebut tertuang dalam tuntutan yang dibacakan JPU Achmad Attamimi, Rabu (14/7) yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman Penjara 10 tahun dan enam bulan kurungan penjara dan menuntut Tanaya membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara, serta uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 6.081.722.920 dengan subsider 4 tahun 3 bulan kurungan penjara.

Tuntutan jaksa tersebut terlihat dipaksakan mengingat banyak kalangan maupun ahli yang menyebut penjualan lahan sudah sesuai prosedur.

Akademisi Hukum Unpatti, Hendrik Salmon mengatakan, secara administrasi, pengusaha Fery Tanaya menjual lahannya ke PLN untuk keperluan pembangunan proyek PLTMG di Namlea Kabupaten Buru sesuai prosedur.

Pasalnya, dari segi administrasi, semua syarat sudah dipenuhi sebagaimana diamanatkan dalam UU Pokok Agraria, dimana proses tersebut sudah melalui apraisal yang didalamnya juga terdapat unsur kejaksaan.

“Tapi kalau menyimak kasus ini, saya berkesimpulan ini merupakan suatu inprosedural dalam praktek penyidikan sampai dengan penetapan Tanaya sebagai tersangka. Nah kasus ini kan dia prosedur dari segi admanistrasi, memenuhi prosedur sebagaimana diamanatkan dalam UU, dimana  pengadaan tanah bagi kepentingan umum karena melalui satu proses aprisal. Penilaian kemudian ada tim pembebasan lahan dan terlibat juga unsur kejaksaan,” jelas Salmon di Ambon, Kamis (20/5).

Selain salmon ahli hukum lain , George Leasa dari Akademisi Hukum Unpatti menilai, Fery Tanaya pengusaha asal Namlea dijerat dalam kasus ini sangat disesalkan. Sebagai aparat penegak hukum, mestinya Kejati Maluku elegan dan bukan mencari-cari kesalahan orang.

“Saya bilang mencari kesalahan orang, karena kasus ini Fery Tanaya dituduh jual tanah milik negara ke PLN. Pernyataan tanah milik negara ini sudah salah kaprah. Negara tidak pernah memiliki tanah. Negara itu punya hak menguasai bukan memiliki. Jadi kalau itu tanah milik negara  tidak benar,” kata Leasa. (S-45)