AMBON, Siwalimanews – Akademisi Hukum IAIN Ambon, Nasa­ruddin Umar mendorong pemerintah trans­paran dalam menyampaikan infor­masi kepada publik terkait penanganan wabah Covid-19. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi secara lengkap merupakan bagian edukasi publik mengenai virus corona yang menghantui.

Hal ini menyusul adanya keraguan di tengah masyarakat terkait pengurusan jenazah korban Covid-19. “Pemerintah harus transparan terkait pengurusan jenazah. Karena kalau tidak begitu, kasus perampasan jenazah bisa saja terus terjadi,” kata Nasaruddin dalam dialog publik yang digelar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ambon, Sabtu (19/9).

Menurutnya, Tim Gugus Tugas perlu berkoordinasi dengan MUI Provinsi Ma­luku terkait pengurusan jenazah korban covid-19. Sehingga, masyarakat tidak lagi meragukan penguburan secara protokol kesehata tersebut.

“Persoalan ini penting untuk disikapi bersama antara pemerintah, organisasi keagamaan, dan masyakat luas,” kata akademisi yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Hukum MUI Kota Ambon itu.

Dia mengaku, hingga saat ini, belum per­­nah adanya koordinasi terkait hal ter­se­­but. Dia juga menyarankan, tokoh aga­ma manapun dilibatkan dalam pemaka­man. “Kita meminta wajib dalam pena­nganan jenazah itu melibatkan keluarga, juga tokoh agama. Kalau bisa juga ada dokumentasi biar masyarakat percaya,” tuturnya.

Baca Juga: Sekeluarga Divonis Corona tanpa Bukti­

Dia menilai, perlakuan pemerintah ke­pada pejabat dan masyarakat yang meni­nggal akibat Covid-19 memiliki perbedaan perlakuan. “Kalau masyarakat yang meninggal, bahkan keluarganya tidak bisa dilihat. Kalu pejabat bahkan bisa diantar ramai-ramai dan disholatkan. Misalnya Sekda DKI Jakarta,” jelasnya.

“Kenapa saat masyarakat ingin menggunakan begitu tidak diizinkan? Ini kan diskriminasi hukum,” lanjutnya.

Dia menyebut, terkait kasus perampa­san jenazah, belum ada undang-undang yang mengatur hal tersebut. Dia lalu mempertanyakan pasal apa yang akan digunakan. “Mau pake pasal berapa? Harusnya ada Perpu yang mengatur tentang ketentuan sanksi biar ada kepastian hukum yang jelas,” ujarnya.

Menurutnya, proses hukum yang baik itu adalah transfaran, akuntabel dan mempertimbangkan norma-norma. “Hukum itu bisa jalan kalau ditegakkan dengan baik,” katanya.

Sayangnya, kalau tidak lakukan penegakan hukum terkait perampasan jenazah, kepolisian juga akan mendapat sorotan. Dia bersyukur, dalam kasus perampasan jenazah beberapa waktu lalu, jaksa tidak menuntut berat. “Kasus ini berpotensi menimbulkan penafsiran bermacam-macam. Menguji unsur pidananya harus hati-hati. Mudah-mudahan hakim bisa mene­gakkan hukum dengan baik,” harapnya.

Penasehat hukum para terdakwa perampasan jenazah membeberkan, jenazah almarhum masih mengguna­kan pampers saat diambil. Hal itu menunju­kan, Gugus Tugas tidak melakukan prosedur penanganan yang baik.

“Terkait tata cara jenazah, itu masih ada pampers di badan almarhum. Padahal sudah ada mou dengan MUI,” kata Adam Hadiba yang juga menjadi pembicara dalam dialog itu.

Dia mempertanyakan soal potensi pe­nularan virus Covid-19 saat seseorang me­­ninggal. Pasalnya, imam yang meman­di­­kan almarhum atau melakukan kontak langsung, negatif Covid-19 ketika di-swab. “Jadi apa mereka itu membuat ada­nya darurat kesehaan?. Mereka tidak tahu atu­rannya bagaimana. Mereka tidak me­nga­­tur menghadang ambulans. Pada saat kejadian itu secara spontan terjadi,” ujarnya

Sementara itu, Ketua DPD KNPI Provinsi Maluku Subhan Pattimahu juga meminta pemerintah transparan terkait xovid-19. Pasalnya ada banyak sekali kejanggalan dalam penanganan covid-18, mulai dari jumlah pasien hingga bukti adanya covid-19. “Sekarang muncul persepsi covid ini ada atau tidak. Hasil swab tidak diberikan, covid ini seperti apa, juga tidak dije­laskan,” katanya. (Cr-1)