Gubernur tak Pantas Ajak Warga Bakalai
- ITJI, AJI & Molluca TV Siap Proses Hukum
AMBON, Siwalimanews – Sikap Gubernur Maluku sebagai pejabat publik dengan mengajak mahasiswa Batabual, Kabupaten Buru bakalai, adalah tindakan tidak terpuji yang ditunjukan seorang pejabat publik.
Padahal aksi demo itu hal yang wajar dan biasa dalam menyampaikan aspirasi sesuai dengan ketentuan undang-undang, dimana gubernur tidak boleh anti kritik tetapi harus mendengar aspirasi rakyat dan bukan sebaliknya mengajak masyarakatnya bakalai.
Akademisi Fisip UKIM Amelia Tahitu mengatakan, sikap Gubernur Maluku Murad Ismail terhadap aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Batabual dengan mengundang bakupukul dinilai sebagai bentuk komunikasi yang tidak patut ditunjukkan oleh seorang pejabat publik.
Dikatakan, demonstrasi dilakukan oleh mahasiswa Batabual yang menuntut janji gubernur saat kampanye Pilgub 2018 lalu merupakan tuntutan yang wajar.
“Mahasiswa memang harus menagih janji-janji kampanye artinya wajar-wajar saja dalam kapasitas sebagai tokoh publik,” ujar Amelia saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (11/7).
Baca Juga: Kolatlena: Talud TPU Werinama Dibangun Tahun DepanSebagai seorang pejabat publik, lanjut Amalia, gubernur tidak harus menanggapi aspirasi yang disampaikan masyarakat secara emosional, tetapi harus dilakukan dengan kepala dingin sambil mengevaluasi kinerja pemerintahan selama ini.
“Sebagai orang nomor satu di Maluku harus menanggapi dengan kepala dingin sambil mengevaluasi kinerja kepada publik, kemudian memberikan solusi secara verbal yaang santun dan bisa diyakini oleh masyarakat,” tegas Tahitu.
Menurutnya, jika sikap gubernur seperti ini menunjukkan dari segi komunikasi publik tidak baik dimana gubernur harus bersedia membuka diri untuk dinilai serta dikritisi oleh masyarakat atas kebijakan yang diambil selama ini.
Amalia menegaskan, membangun Maluku bukan dengan cara bakalai atau beradu otot tetapi harus dengan ide dan gagasan, termasuk visi misi ke depan dalam membangun daerah ini yang dituangkan dalam setiap program kerja lima tahun pada 11 Kabupaten/Kota.
Olehnya, Amalia meminta gubernur untuk dapat mengubah pola komunikasi agar informasi yang disampaikan dapat dicerna dan tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.
Penuh Emosional
Terpisah, akademisi Fisip Unpatti, Victor Ruhunlela mengatakan mestinya sebagai publik figur atau seorang pimpinan, gubernur tidak boleh terlalu emosional dalam menanggapi setiap isu yang berkembang ditengah masyarakat.
“Emosional itu sifat manusiawi, tetapi kedudukan didepan publik sebenarnya tidak terlalu menarik,” ujar Ruhunlela.
Dalam kapasitas sebagai pimpinan daerah, gubernur tidak perlu turun untuk menanggapi secara langsung tetapi dapat menggunakan sarana lain untuk memberikan penjelasan kepada publik.
Menurutnya, dari segi komunikasi, gubernur menggunakan komunikasi ala militer yang menginginkan segala sesuatu lebih terarah sehingga bisa saja muncul arogansi, tetapi hal tersebut kurang baik dari aspek komunikasi politik, sebab sebagai seorang pimpinan didaerah mestinya santai dalam menanggapi.
Karenanya, gubernur kedepannya harus menurunkan tensi emosional sebagai seorang pimpinan daerah agar semuanya dapat berjalan dengan baik.
Kendati begitu, Ruhunlela juga meminta mahasiswa untuk lebih bijak dalam menyampaikan tuntutan artinya ada ruang-ruang yang dapat ditempuh sebelum melakukan aksi seperti itu
“Ketika mahasiswa melakukan demo harus lihat soal substansi misalnya tuntutan mereka ini sudah sampai pada tahap apa jangan tiba saat tiba akal artinya ada proses tahapan penyampaian aspirasi selama ini kadang mahasiswa melakukan tidak sesuai dengan tahapan yang populis,” cetusnya
Tak Perlu Bela Gubernur
Penjabat Bupati Buru, Djalaludin Salampessy tidak perlu melakukan pembelaan gubernur secara berlebih.
Akademisi Fisip Unpatti, Paulus Koritelu mengatakan, secara etika politik ada fragmentasi tertentu dalam komunikasi publik dan yang disampaikan Penjabat Bupati Kabupaten Buru Djalaludin Salampessy merupakan bagian dari komunikasi politik.
Satu hal patut diingat pernyataan seorang penjabat sekalipun substansinya sama dengan masyarakat biasa, tetapi dampaknya yang ditimbulkan menjadi berbeda.
Hal ini karena diatas pundak seorang penjabat bupati terdapat tanggungjawab sosial karena itu pernyataan mereka disertai dengan konsekuensi psikologi publik yang cukup berat.
Secara substansi pernyataan yang dikeluarkan oleh Penjabat Bupati Buru harus didasarkan pada fakta yang akurat dan objektif artinya tidak boleh secara gamblang menyatakan bawah, ini direkayasa oleh mantan Bupati tetapi harus berada pada asas formal hukum yakni asas praduga tak bersalah.
Reaksi masyarakat untuk menciptakan sebuah dinamika dalam menyambut pemimpin publik biasa terjadi dimana-mana dan boleh juga ada yang menggerakkannya, tetapi apakah benar apa.yang disampaikan oleh Penjabat Bupati Buru itu terbukti.
“Sekalipun dia menjadi penjabat bupati karena jasa gubernur, tetapi cara pembelaan tidak harus seperti itu, harus memperhitungkan berbagai konsekuensi psikologi publik,” tegasnya.
Mantan bupati Buru memiliki hak hukum untuk melakukan gugatan balik untuk hal itu, jika.memang dirasakan tidak benar.
Menurutnya, Penjabat Bupati Buru seharunya memahami bahwa reaksi publik dengan demonstrasi itu adalah bagian dari kegelisahan publik, tetapi tidak perlu ditanggapi dengan emosional seperti itu.
Tak Pantas
Sementara itu, akademisi Fisip Unidar Sulfikar Lestaluhu mengatakan seorang pejabat publik tidak pantas mengeluarkan kalimat-kalimat yang menuding Keterlibatan mantan Bupati Buru Selatan Ramli Umasugi dibalik aksi demonstrasi.
Menuding Keterlibatan seorang mantan pejabat kata Lestaluhu perlu didahului dengan investigasi yang cukup dalam dan teliti karena berkaitan dengan nama baik masyarakat.
“Tidak pantas Penjabat Bupati menuding seperti itu, paling tidak ada tim yang dibentuk untuk menyelidiki dulu baru bisa mengatakan didepan publik,” tegasnya.
Lestaluhu pun mendorong Mantan Bupati Ramli Umasugi untuk melaporkan Penjabat Bupati Buru atas tudingan yang telah menjadi penyebab masalah di Buru.
Sulfikar juga menyayangkan sikap Salampessy yang menyebut wartawan dengan kalimat biadab, sebab sebagai jurnalis wajib memuat berita yang Infomasi telah benar dan dapat dipertanyakan
Kecam Pernyataan Penjabat
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum Pers Ambon mengecam pernyataan yang dilontarkan oleh Penjabat Bupati Buru, Djalaludin Salampessy yang menuding jurnalis dengan sebutan “wartawan biadab”.
Divisi Non Litigasi /Program Manajer LBH Pers Ambon, Insany Syahbarwaty dalam rilisnya yang diterima Siwalima, Senin (11/7) menuturkan, pernyataan yang tertangkap dalam layar aplikasi WhassApp grup organisasi perangkat daerah yang beredar luas di media sosial.
Cuplikan berupa komentar dalam chat WA grup OPD yang diterima pengurus LBH Pers Ambon, diduga pernyataan itu dilakukan oleh Penjabat Bupati Buru, dengan pernyataan lengkapnya sebagai berikut.
“As wr, wb. Pak gub semoga Allah melaknati orang-orang ini. Pak Gub datang ada bawa bantuan dan pembangunan ratus miliar di Kabupaten Buru dan manfaat lain untuk masyarakat, tidak diberitakan tapi diberitakan hal lain. Biadab, wartawannya segera kita tindak lanjuti Pak Gub. Terlihat jelas mantan punya permainan Pak, dong pancing demo, dan sudah siapkan wartawan, benar-benar keterlauan, Allah jauhkan Maluku, dari bala, Allah merahmati bapak dan keluarga, amin”. Demikian pernyataan yang diduga ditulis oleh Djalaludin.
Terkait hal itu, LBH Pers Ambon menilai, pernyataan tersebut tendensius dan merusak tatanan kemerdekaan pers yang sudah terjaga dengan baik di Maluku selama ini.
Pernyataan tersebut semestinya, tidak dikeluarkan oleh seorang penjabat daerah, karena dapat merusak kebebasan pers.
“Jurnalis dalam melaksanakan tugasnya dilindungi oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999, sehingga segala bentuk pernyataan yang merusak profesi ini dianggap merusak profesionalitas dan melanggar UU Pers, terutama pasal 18 tentang menghalangi tugas jurnalis menjalankan tugasnya,” ujarnya.
Jika ada Jurnalis atau wartawan yang bersikap diluar sikap profesionalitas dan melanggar etika, lanjutnya, cukup sebut oknum jurnalis, dan tidak membuat stigma atau pernyataan yang melukai profesi jurnalis secara umum.
Pernyataaan tersebut semestinya juga tidak menuding jurnalis atau wartawan adalah pihak yang bisa digunakan dalam kepentingan apapun, karena jurnalis bekerja berdasarkan independensinya untuk kepentingan publik semata.
“Karena itu, LBH Pers Ambon meminta Penjabat Bupati Buru menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada pekerja pers di Maluku yang selama ini sudah menjalankan fungsi sosial kontrolnya mengawasi proses pembangunan di Maluku seperti yang diamanatkan UU Pers,” tegas Insani.
Proses Hukum
Dengan mengandeng ITJI dan AJI, Mollucas TV akan mengambil proses hukum aksi premanisme yang ditunjukan ajudan gubernur terhadap kontributornya, Sofyan Muhamadia, di Kabupaten Buru.
Direktur Molluca TV, Yopi Izaac menegaskan, pihaknya tetap akan memproses ajudan gubernur Maluku, I Ketut Ardana, yang telah melakukan tindakan arogansi dengan merampas hanphone milik wartawan Molluca TV, kemudian menghapus materi liputan miliknya.
Meskipun materi liputan berupa video itu dikembalikan lagi, namun setelah diteliti, justru tidak utuh, karena diduga telah disortir oleh ajudan.
“Kami sangat menyayangkan peristiwa yang terjadi. Kami tidak tahu apakah ada miss komunikasi yang terjadi disana,” ujarnya.
Kata dia, tindakan ini sudah melanggar UU Pers, apalagi wartawan telah dibekali atribut jurnalis.
“Selasa besok akan kami laporkan ke Polda Maluku,” tegasnya
Ia menegaskan, pihaknya akan bersama-sama dengan AJI Kota Ambon dan IJTI Maluku untuk melaporkan insiden ini, karena ini bentuk upaya menghalang-halangi kebebasan pers.
Ia mengungkapkan, akan melaporkan ke Polda Maluku baik secara kode etik mengingat ajudan adalah anggota polisi disamping pidana umum.
“Kasus ini akan dilaporkan, baik di Propam untuk kode etik dan pidana umum untuk perbuatan menghalang-halangi kerja Jurnalis. Itu langkah Molluca TV,”ujarnya.
Sementara itu, Ketua AJI Kota Ambon, Tadjudin Buano mengatakan, apapun langkah hukum yang diambil Molluca TV, pihaknya akan mendukung.
AJI menilai, kebebasan Pers di Maluku saat ini sedang terpuruk, karena mengalami kemuduran. Pasalnya, sudah beberapa kali terjadi insiden upaya menghalang-halangi kerja jurnalis.
Selain itu, AJI juga menanggapi respon gubernur terhadap pendemo yang dianggap sudah sangat berlebihan.
Gubernur dinilai telah mengecam kebebasan berekspresi masyarakat/pemuda sebagai pendemo. Dengan itu sehingga, berdampak pada perampasan dan penghapusan materi liputan jurnalis.
“Ini peristiwa yang saling berkaitan. Ini adalah pangkal masalahnya. Ini juga sangat kami sesalkan. Karena ada dua persoalan disini, soal menghalangi kebebasan pers dan juga kebebasan berekspresi. Kalau ini dibiarkan, maka akan terjadi lagi. Ini melemahkan kerja Pers. Apapun medianya, kalau tindakan itu melukai Pers, maka harus bersatu,”tegasnya.
Dia menambahkan, pemerintah maupun pejabat, pasti tahu soal UU Pers. Hal ini perlu disampaikan karena terkadang pemerintah, pejabat atau pelaku itu beralasan bahwa mereka belum tahu soal UU atau kode etik jurnalis.
“Tidak ada alasan dan alibi apapun soal itu. Aji juga akan membahas ini internal langkah selanjutnya apa. Tapi pada dasarnya, kami akan tetap mengawal kasus ini, baik secara non letigasi, karena ini bukan hanya soal Molluca TV. Artinya satu wartawan kena akan berdampak pada wartawan yang lain. Sudah saatnya kita melawan. Karena sudah banyak kasus dan publik menganggap itu biasa saja, padahal itu serius. Apapun media kita sudah harus bersatu melawan tindakan-tindakan seperti itu,”cetusnya.
Sementara itu, Ketua IJTI Maluku, Imanuel Alfred Souhaly menegaskan, bersama AJI, IJTI akan tetap mengawal bahkan akan bersama-sama Molluca TV, melaporkan tindakan yang dilakukan Ajudan Gubernur.
“Karena itu, kami mengecam keras. Tindakan dia adalah merampas dan menghapus materi liputan wartawan. Meski video itu kemudian dikembalikan. Tapi sudah disortir dan ada yang hilang,l.
Kalimat tidak etis yang dikeluarkan Gubernur itu sudah dihapus,”jelasnya.
Sekertaris IJTI Maluku, Jaya Barends menambahkan, IJTI telah melakukan pemetaan secara khusus, sehingga apa yang dilakukan ajudan gubernur dapat disimpulkan, sangat bertentangan dengan UU Pers. Dimana sikap ajudan yang merampas hanphone milik wartawan yang didalamnya ada materi liputan wartawan, melanggar pasal 4.
“Dan pasal 2 ayat (2) karena telah melakukan sortir terhadap materi liputan/video wartawan. Dan pasal 3, bahwa selaku wartawan, dia berhak untuk melakukan liputan. Dengan itu sehingga perlu diketahui oleh publik, bahwa wartawan itu dilindungi, jadi hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan dalam bentuk berita, itu telah diatur dalam UU Pers. Ajudan harus tahu, bahwa tindakan dia dapat berakibat hukum sebagaimana pada pasal 18 ayat (1). Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Kita akan proses sesuai aturan hukum yang berlaku,”tegasnya. (S-20/S-25)
Tinggalkan Balasan