AMBON, Siwalimanews – Saat ini terdapat ribuan masyarakat Maluku penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK) sebesar Rp 23 ribu/bulannya kini telah dinonaktifkan pelayanan kesehatan mereka.

Untuk itu, Gubernur Maluku Mu­rad Ismail menginstruksikan kepada Dinas Kesehatan untuk memper­hatikan layanan kesehatan ma­syarakat ini.

“Saya sudah perintahkan Kadis Kesehatan untuk hal ini. Tidak ada alasan tidak layani warga yang sudah di non aktifkan dari  PBI BPJSK,” tegas gubernur dalam sambutaanya saat melantik Kasrul Selang sebagai Penjabat Sekda Maluku di Lantai VII Kantor Gu­bernur,  Senin (2/9).

Dijelaskan, jumlah warga Maluku yang di non aktifkan oleh Kemen­terian Sosial sebanyak 140.884 orang dari total 800 ribu jiwa penerima PBI BPJSK. Oleh sebab itu, meski­pun Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari rumah sakit tidak ada, namun yang terpenting adalah, pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus terlayani.

“PAD kita dari rumah sakit tidak ada, itu tidak apa-apa, yang terpen­ting masalah kesehatan masyarakat kita harus terlayani,” tandasnya.

Baca Juga: Maluku Tuan Rumah Kongres Regional Penyusunan RPJMN

Sebelumnya diberitakan, terhi­tung bulan Agustus 2019, Kemen­terian Sosial menonaktifkan 5,2 juta penerima bantuan iuran (PBI) BP­JSK di seluruh Indonesia. Diantara jumlah itu, Provinsi Maluku tercatat sebanyak 140.884 orang dari 800 ribu penerima PBI.

Kepala Dinas Sosial Maluku, Sartono Pinning kepada wartawan di Kantor Gubernur, Kamis (8/8), mengaku, penonaktifan ini berda­sarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Fakir Miskin. Selanjutnya sesuai Permensos No­mor 28 tahun 2017 tentang penge­lolaan data, maka Kementerian Sosial melakukan validasi dan verifikasi data penduduk miskin.

“Hasil validasi data dan verifikasi ternyata data penduduk penerima PBI di Maluku datanya ada yang ganda, NIK yang double, ada pe­nerima yang sudah meninggal se­hingga perlu dinonaktifkan untuk mengefisienkan anggaran negara,” ujar Pinning.

Dijelaskan, validasi yang dilaku­kan pemerintah, adalah untuk me­mastikan penerima bantuan sosial tepat sasaran. Orang miskin yang dibantu harus jelas status kependu­dukannya. Karena itu, evaluasi dan verifikasi bertujuan untuk me­mas­tikan bantuan yang diberikan tepat sasaran. Hal ini juga dalam rangka efisiensi anggaran.

“Artinya kita selamatkan sekian banyak uang itu untuk jaminan kesehatan. Setiap orang dalam sebu­lan itu diberikan bantuan PBI BPJSK sebesar Rp 23 ribu,” jelasnya.

Pinning menambahkan, jika dian­tara 140.884 PBI BPJSK yang dinon­aktifkan, ternyata ada yang meme­nuhi syarat dan akan diaktifkan kembali. Prinsipnya penonaktifkan ini bukan sesuatu yang final. Pasal­nya, dalam perjalanan dimungkinkan terbuka untuk  diaktifkan kembali.

“Jadi penonaktifkan itu belum final, masih dapat dibuka lagi, karena dana itu tetap masih ada,” tukasnya. (S-39)