AMBON, Siwalimanews – Setelah mantan Bupati Ma­luku Tenggara, M Taher Hanu­bun, A Yani Rahawarin dan Kepala BPKAD Rasyid selama dua hari diperiksa tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku, pekan lalu, giliran 4 ASN dipanggil

Empat ASN khususnya pada BPKAD Malra tahun 2020 yang akan masuk daftar pemerik­saan di hari ini, Kamis (16/11) yakni, Kepala BPKAD Rasyid, Kabid Anggaran, Resi Masak­waar dan Kabid Akuntansi, Astuti V Harbelubun dan Kabid Kesda, Andreas Tetan El

“Terkait Penyelidikan peng­gu­naan dana Covid 19 di Pem­da Malra, Penyidik Ditres­krim­sus telah mengirim unda­ngan klarifikasi kepada bebe­rapa PNS pada Pemda Malra, mere­ka diminta hadir di Dit­res­krim­sus Polda Maluku pa­da Kamis, 16 November 2023,” ung­kap Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoi­rat dalam keterangannya yang diterima Siwalima mela­lui telepon se­lulernya, Rabu (15/11).

Ohoirat menegaskan, kasus tersebut masih di tahap penyelidikan sehingga belum ada arah untuk menentukan siapa tersangka dibalik kasus tersebut.

“Kasus ini masih dalam proses penyelidikan, penyidik masih me­lakukan pengumpulan keterangan dan alat bukti, dan apabila dite­mukan adanya unsur pidana, maka penyidik akan memproses sesuai ketentuan yang berlaku,”tegasnya.

Baca Juga: Usut Korupsi Trans Seram, Jaksa Tunggu Uji Lab

Rame-rame Dukung

Dukungan kepada Ditreskrim­sus Polda Maluku untuk menun­taskan kasus dugaan korupsi Covid-19 di Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara ke tahapan pe­nyidikan terus mengalir.

Sejumlah praktisi hukum dan lembaga anti korupsi berpendapat indikasi korupsi pada penggunaan anggaran Dana Covid Malra ber­nilai ratusan miliar itu sangat nyata, sehingga tim penyidik Ditreskrim­sus Polda Maluku bisa mening­katkan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.

Indikasi nyata karena terdapat selisih anggaran yang sangat fan­tasistik pada BPKAD Pemkab Mal­ra, Inspektorat maupun di Dinas Pendidikan mencapai Rp70 miliar.

Indikasi tersebut, diduga meng­arahkan kepada unsur perbuatan melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan Negara, se­hingga dibutuhkan keterangan-keterangan saksi guna memper­kuat keyakinan penyidik terhadap dugaan korupsi dana Covid ter­sebut yang terjadi di lingkup Pem­kab Malra.

Praktisi Hukum Anthony Hatane mengungkapkan, penyidik Ditres­krimsus Polda Maluku untuk me­ningkatkan dugaan korupsi dana Covid Malra ke penyidikan, jika indikasi perbuatan melawan hu­kum telah ditemukan.

Kata dia, anggaran dugaan ko­rupsi dana Covid Malra yang di­duga merugikan Negara sangatlah fantastis mencapai 70 miliar karena ada silisih anggaran yang ditemukan, selisih tersebut sangat berpotensi korupsi.

Menurut Hatane, jika dalam pe­meriksaan yang dilakukan secara marathon oleh penyidik Ditreskrim­sus Polda Maluku dan ditemukan bukti yang cukup dari pemeriksaan tersebut, maka polisi bisa segera meningkatkan ke penyidikan.

“Nilai korupsi dalam kasus ini untuk sementara terbilang cukup fantastik, sehingga kami, mendu­kung penyidik untuk tingkatan ke tahap penyidikan,” ujar saat di­wawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (15/11).

Hatane sangat yakin, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku dalam proses penyelidikan sangat me­nge­tahui apakah sudah cukup bukti yang kuat untuk sebuah kasus dugaan korupsi itu ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

“Kami yakin penyidik Polda Maluku tak ragu untuk menegakkan hukum, tak ada yang kebal hukum termasuk koruptor dalam kasus Covid 19 Malra ini,” tegas Hatane.

Menurut dia, saat ini adalah momentum untuk menaikkan kasus Covid ke penyidikan dan hal itu bisa menjawab kegelisahan publik soal pengusutan kasus tersebut.

“Banyak tanggapan yang me­nyebut bahwa dari aspek permu­laan yang cukup dan barang bukti juga ada niatan jahat sudah men­jadi syarat mutlak bisa menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidi­kan,” ujarnya.

Oleh karenanya, lanjut dia, agar penyidik Polda Maluku tidak ragu untuk memutuskannya dengan segera. Sebab, katanya, elemen mas­yarakat akan terus memberi­kan dukungan kepada penyidik Polda Maluku untuk membuat terang penyelewengan anggaran tersebut.

“Kami mendukung Polda agar tidak ragu untuk menaikkan status kasus Covid 19 Malra dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan dan bila terbukti dengan dukungan minimal dua alat bukti yang cukup, maka sudah seharusnya tetapkan para tersangka kasus Covid 19 Malra dan dipastikan tidak ada yang kebal hukum, “ tandasnya.

Tingkatkan ke Penyidikan

Terpisah, Aktivis Laskar Anti Ko­rupsi, Ronny Aipassa juga mendu­kung Ditreskrimsus Polda Maluku untuk menaikkan kasus dana Covid-19 Malra ke tahapan penyidikan.

Menurutnya, selisih anggaran an­tara laporan keuangan BPKAD dan Inspektorat menunjukkan ada­nya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh oknum tertentu.

Bukti perbedaan laporan keua­ngan tersebut lanjut Aipassa, dapat digunakan sebagai pintu masuk dan juga alat bukti untuk menen­tukan tersangka.

“Kalau bagi saya dari selisih ang­garan antara laporan keua­ngan BPKAD dan Inspektorat itu saja sudah dapat menjadi alat bukti, tinggal dicari lagi dari kepala OPD yang tidak mengetahui adanya rekofusing anggaran,” ujar Aipassa.

Aipassa pun mendorong jika dua alat bukti telah dikantongi maka Dit­res­­krimsus Polda Maluku jangan lagi berlama-lama untuk mening­kat­kan status ke tahap penyidikan. Hal ini bertujuan agar memberi­kan ke­pastian hukum bagi masya­ra­kat se­bab bagaimana pun akibat perbua­tan ini masyarakat telah dirugikan

70 M Bermasalah

Sementara itu informasi yang di­peroleh Siwalima terindikasi ang­ga­ran dana Covid Malra berpotensi korupsi. Hal ini karena anggaran tersebut mengalami perubahan, dan peru­bahan tersebut juga tidak diketahui pimpinan-pimpinan OPD.

Kepada Siwalima, Selasa (31/10) sumber yang meminta nama­nya tak dikorankan ini menye­but­kan, dalam laporan pertanggungja­waban dana covid anggaran yang awalnya tertera sebesar Rp36 miliar di tahun 2020.

Selanjutnya anggaran tersebut direvisi menjadi Rp40 miliar.

“Anggaran total awalnya 36 miliar, kemudian direvisi menjadi 40 milar, dalam dokumen perta­nggungjawa­ban keuangan pada BPKAD ternyata jumlahnya bukan lagi 40 miliar tetapi naik 96 miliar, berbeda lagi pada laporan pertang­gungjawaban ba­gian Inspektorat anggaran menjadi 110 miliar,” ujar sumber itu.

Sumber ini kemudian memper­tanyakan APBD ditetapkan tahun 2020 lalu datanya bisa berubah-ubah. Dimana tidak ada data tetap refocusing dan alokasi dana Covid tahun 2020 di Kabupaten Malra.

Selain itu dari jumlah anggaran tersebut, lanjut sumber, terindikasi ada selisih 70 miliar yang diduga dikorupsi namun ada dalam do­kumen pertanggungjawaban ba­gian keuangan Pemkab Malra.

Mirisnya lagi, kata sumber itu, rata-rata pimpinan-pimpinan OPD di lingkup Pemkab Malra sama sekali tidak mengetahui anggaran refocusing dan alokasi dana Covid tersebut.

“Contohnya di Dinas Pendidikan yang tidak ada refocusing namun dalam laporan pertanggungja­wa­ban keuangan ternyata ada, sebe­sar Rp13 miliar. Sehingga mengin­dikasi bahwa dokumen ini tidak pernah ada di pimpinan OPD. Dan diduga hanya dipegang oleh ba­gian keuangan dan bupati saja. Karena kalau dokumen-dokumen itu ada, maka tentunya pimpinan OPD mengetahui,” ujar sumber itu lagi.

Dia menyebutkan bahwa seba­nyak 20 OPD dari 42 OPD di lingkup Pemkab Malra yang refocusing anggaran dana Covid tersebut.

Selain itu, banyak kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan Covid dimana kegiatan tersebut murni menggunakan dana APBD Malra, tetapi dalam laporan perta­ng­gungjawaban justru mengguna­kan dana covid.

Tak Bisa Dipertanggung Jawabkan

Seperti diberitakan sebelumnya, penggunaan dana Covid-19 tahun 2020 di Kabupaten Maluku Teng­gara, kuat dugaan tak bisa diperta­nggungjawabkan.

Adapun penggunaan dan pe­man­faatan anggaran yang berasal dari refocusing anggaran dan realisasi kegiatan pada APBD dan APBD perubahan tahun anggaran 2020 yang digunakan untuk pena­nganan dan penanggulangan Covid 2019 di Kabupaten Malra berbau korupsi.

Dana Rp52 miliar seharusnya digunakan untuk penanggulangan Covid-19, dialihkan Bupati Malra untuk membiayai proyek infrastruk­tur, yang tidak merupakan skala prioritas sebagaimana diamanat­kan dalam Instruksi Presiden No 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realisasi anggaran, da­lam rangka percepatan penanga­nan Covid-19.

Berdasarkan daftar usulan refocusing dan relokasi anggaran un­tuk program dan kegiatan pena­nga­nan Covid-19 Tahun 2020 kepa­da Men­teri Dalam Negeri dan Menteri Ke­uangan sebesar Rp52 miliar.

Padahal, berdasarkan Laporan Pertanggung Jawaban Bupati Malra tahun 2020, dana refocusing dan realokasi untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 hanya sebesar Rp36 miliar, sehingga terdapat selisih yang sangat mencolok yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Pemkab Malra sebesar Rp16 miliar.

Anggaran Rp52 miliar itu bersum­ber dari APBD induk senilai Rp3,833. 000.000 pada post peralatan kese­hatan sama sekali tidak dapat dirincikan secara pasti jenis barang yang dibelanjakan, jumlah/volume barang dan nilai belanja barang per peralatan, sehingga patut diduga terjadi korupsi.

Selain itu, pada pos belanja tak terduga, pada DPA Dinas Keseha­tan TA 2020 senilai Rp5,796.029. 278,51 yang digunakan untuk be­lanja bahan habis pakai berupa masker kain (scuba) dan masker kain (kaos) sebesar Rp2,6 miliar, sehingga sisa dana pos tak terdua sebesar Rp3.196.029.278,51, sisa dana ini tidak terdapat rincian penggunaannya sehingga patut diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan kerugian Negara senilai Rp3.196.029. 278,51.

Sesuai dengan laporan hasil pe­meriksaan BPK Perwakilan Maluku atas laporan keuangan Kabupaten Malra TA 2020 menyatakan bahwa, belanja masker kain pada Dinas Kesehatan tidak dapat diyakini kewajarannya.

Sejumlah kejanggalan yang ditemukan yaitu, pencairan SP2D dari kas daerah dilakukan sebelum barang diterima seluruhnya. Hal ini merupakan bentuk kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran dan/atau perbuatan melawan hukum.

Dengan demikian, diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan ne­gara mengalami kerugian sebesar Rp9. 629.029.278,51 yang berasal dari DPA Dinas Kesehatan Kabu­paten Malra TA 2020 pada mata anggaran (1) belanja peralatan kese­hatan senilai Rp3.833.000.000.000. (2) belanja tak terduga untuk belanja masker kain scuba dan kai koas senilai Rp2.600. 000.000 dan sisa dana BTT yang tidak dapat diperta­nggung jawabkan senilai Rp.3.196. 029.278,51. (S-10/S-20)