AMBON, Siwalimanews – Akhirnya Ismail Usemahu datang menghadap penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku, terkait dugaan korupsi Jalan Danar-Tetoat. Sedianya Usemahu di­pe­riksa Rabu (4/12) lalu bersama bendahara Eden Liklikwatil dan ketua tim peneliti pelaksana kontrak, Richard Sopamena, namun mangkir dengan alasan masih di luar daerah.

Selama delapan jam Use­mahu dicecar tim penyidik Subdit III Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Pol­da Maluku, Senin (9/12).

Sebagai kuasa peng­guna anggaran, Usemahu di­nilai mengetahui proyek jalan yang menelan angga­ran daerah sebesar Rp7.2 miliar.

Pantauan Siwalima di Mako Ditreskrimsus Polda Maluku, Batu Meja Ambon, Usemahu tiba di Mar­kas Krimsus sekitar pukul 09.00 WIT dengan meng­en­darai mobil Toyota For­tuner putih berpelat nomor DE 1965 IU.

Usemahu yang menge­nakan setelan pakian di­nas ASN berwarna coklat, langsung menuju ruang pemeriksaan Subdit III Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Ma­luku, di lantai I gedung ter­sebut dan dicecar selama selama 8 jam lebih

Baca Juga: Cemburu, Warga Tanimbar Tusuk Istri Hingga Tewas

Kurang lebih 3 jam pemeriksaan, Usemahu ter­lihat keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 12.02 WIT untuk istirahat makan siang.

Setelah rehat selama beberapa jam, Usemahu kembali menjalani pemeriksaan pada pukul 14.00 dan selesai pada pukul 19.30 WIT.

Akui Teken SPM

Saat dicegat wartawan, Usemahu mengakui dirinya diperiksa terkait kasus jalan Danar- Tetoat Kabu­paten Malra. “Iya masih lanjut ya,” ujar Use­mahu sembari meninggalkan Mako Krimsus.

Usemahu mengatakan, permin­taan pembayaran dilakukan pada Desember 2023 saat dirinya sudah menjabat sebagai Kadis PU meng­gantikan Muhamat Marasabessy.

Usemahu juga tidak menapik bahwa dirinya yang menandata­nga­ni Surat Perintah Membayar (SPM) 100 persen di proyek tersebut.

“Saya jabat kadis itu di November 2023, dan proses pengajuan pembayaran ada di bulan Desember, dan saya lakukan penandatangan pencairan saat itu,” rinci Usemahu.

Menurutnya, penandatanganan pencairan dilakukan atas berita acara yang disodorkan bawahannya.

“Selaku PA saya disodorkan berita acara pembayaran 100 persen, kebetulan di Desember itu batas waktu pengajuan SPM untuk pem­ba­yaran. Saya itu berdasarkan pro­ses dari bawah, ada konsultan, kon­traktor, PPK dan PPTK,” ung­kapnya.

Ditanya soal apakah dirinya me­ngetahui bahwa proyek tersebut baru mencapai 50 persen namun pencairannya sudah 100 persen. Kadis mengaku tidak tahu.

“Saya tahunya sudah 100 persen berdasarkan berita acara yang di­sodorkan ke saya,” tandasnya.

Usemahu menambahkan, tidak sempat melakukan on the spot terlebih dahulu sebelum menyetujui permintaan bayar.

“Loh kan diajukan pada batas waktu pengajuan pembayaran, jadi tidak sempat on the spot. Saya lakukan penandatangan dari bawah sodorkan berita acara 100 persen, “ tegasnya lagi.

Segera Naik Status

Sebelumnya,Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena menegaskan setelah memeriksa Kadis PU Maluku, Ismail Usemahu, maka dalam pekan ini kasus ini naik status.

“Sudah beres tidak ada peme­riksaan tambahan, tinggal tunggu gelar ke penyidikan, “ jelas Soumena saat dikonfirmasi Siwalima usai pemeriksaan.

Soumena memastikan semua unsur telah terpenuhi untuk kasus tersebut ditingkatkan. “Dalam pe­kan ini. Dipastikan naik sidik, “ tegasnya.

Perlu Bukti Kuat

Terpisah akademisi Hukum Pidana Unpatti, Iqkal Taufik mengung­kapkan, untuk menjerat Usemahu, berdasar­kan pengakuannya menan­da­tangani SPM 100 persen proyek jalan Danar-Tetoat Kabupaten Mal­ra, mem­butuhkan bukti-bukti yang kuat.

Kata Iqbal saat diwawancarai Siwalima melalui telepon seluler­nya, Senin (9/12), pengakuan Use­mahu menekan SPM harus dilihat dari dua unsur yakni, unsur admi­nistrasi atau unsur pidana.

Untuk unsur pidana, kata dia, tim penyidik harus menggali lebih dalam apakah SPM yang diteken oleh Kadis PU sebagai KPA itu dila­kukan untuk memperkaya pihak lain.

“Menurut saya terlalu dini untuk menjerat kadis, tetapi pengakuan kadis ini bisa dikembangkan dengan bukti-bukti pendukung, apakah kadis dengan sengaja menandata­ngani SPM sehingga cair 100 per­sen, ataukah kadis teken itu untuk me­nguntungkan pihak lain,” ujarnya.

Dikatakan, perlu bukti-bukti pendukung dari unsur pidana untuk membongkar kasus ini.

Sehingga penyidik tidak salah. Karena pengakuan kadis saja be­lumlah cukup dan perlu bukti-bukti pendukung untuk mengali unsur pidananya, apakah kadis bertang­gung jawab penuh.

“Karena jangan seperti kasus proyek pasar langgur akhirnya kon­traktor dan kadis bebas di peng­adilan, sehingga penyidik harus men­cari atau menggali bukti-bukti pendukung, karena pengakuan saja kadis saja tidaklah cukup,” katanya.

Iqbal menyayangkan banyak pejabat di negeri ini yang akhirnya terjerat kasus hukum akibat tidak teliti dan tidak hati-hati dalam melakukan tugas dan kewenangan terkait dengan proyek-proyek infrastruktur.

“Sangat disayangkan sekali hal ini bisa terjadi, karena sebagian besar para pejabat di hukum itu teken SPM tanpa melakukan pemeriksaan secara teliti dan seksama,” katanya.

Bukti Korupsi Kuat

Akademisi Hukum Unpatti, Re­mon Supusepa mengatakan, proses penyidikan suatu kasus korupsi biasanya dilakukan secara bertahap mulai pengumpulan data dan kete­rangan hingga pemeriksaan saksi.

Namun, jika dalam kasus peker­jaan proyek, penyidik dapat mela­kukan pemeriksaan lapangan untuk mengujinya sejauh mana proyek tersebut dikerjakan.

“Pemeriksaan lapangan itu memang dapat dilakukan terhadap proyek seperti jalan, jembatan mau­pun proyek lain dan itu harus dila­kukan sebagai bahan bukti,” ungkap Supusepa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (7/12).

Dijelaskan, dalam pemeriksaan lapangan penyidik tentu akan me­lihat semua hal yang sebelumnya ada dalam pemeriksaan saksi guna memperkuat keyakinan penyidik.

Dalam konteks jalan Danar-Tetoat, Supusepa menegaskan jika terdapat proyek yang belum tuntas atau tidak sesuai dengan kontrak, maka indi­kasi penyimpanan telah ada. “Kalau memang ada yang tidak beres maka indikasi itu ada dan harus ditin­daklanjuti ke tahap penyidikan,” tegas Supusepa.

Menurutnya, Direskrimsus harus berani untuk meningkatkan status jika sudah ada dua alat bukti yang cukup termasuk hasil audit BPKP.

Penyidik tidak boleh lamban dalam penetapan tersangka, sebab proses peradilan pidana sangat bersentu­han dengan kepastian hukum yang wajib dikedepankan penyidik. “Prin­sipnya kalau sudah ada dua alat bukti maka harus penetapan tersangka dan itu wajib,” terangnya.

Diketahui proyek yang dikerjakan oleh CV Jusren Jaya selaku peme­nang tender mulai dilakukan  pada Tahun 2023 yang bersumber dari APBD Provinsi Maluku dengan nilai kontrak sebesar Rp.7,2 miliar rupiah.

Anehnya pekerjaan baru selesai sekitar 53 persen namun pada 14 November, PPK dan pengguna anggaran melakukan pencairan 100 persen. Parahnya lagi CV Jusren Jaya menye­rahkan hasil pekerjaan atau yang disebut provisional hand over ke PPK yang kemudian dilan­jutkan dengan pencairan anggaran. Padahal sesuai ketentuan PHO dilakukan setelah pekerjaan utama proyek konstruksi dianggap selesai. (S-10/S-05)