AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejak­saan Tinggi Maluku, Se­lasa (4/4) menyita se­jumlah dokumen yang berkaitan dengan ka­sus dugaan korupsi proyek pengadaan aplikasi Sim­des.id milik puluhan desa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2019.

Dokumen tersebut di­sita dari Kantor Di­nas Pemdes sebagai alat bukti untuk penyi­dikan kasus tersebut.

“Penanganan per­kara pada penyidikan Simdes Bursel, hari ini penyi­dik menyita barang bukti. Ba­rang bukti dimaksud berupa dokumen yang terdiri dari 10 item,” ungkap Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku Wahyudi Kareba ke­pada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (4/4).

Menurutnya, dokumen yang di­sita tersebut akan didalami untuk me­nguak siapa yang paling berta­nggung jawab dalam kasus tersebut.

Dokumen tersebut juga dapat digunakan sebagai kepentingan audit kerugian negara.

Baca Juga: PT Tetap Vonis RL 5 Tahun & Denda 8 M

“Koordinasi audit masih dilaku­kan dengan pihak inspektorat,” tandasnya.

Minta Inspektorat

Setelah naik ke tahap penyidikan,  Kejaksaan Tinggi Maluku berkoor­dinasi dengan Inspektorat Provinsi Maluku mengaudit perhitungan ke­rugian negara, kasus dugaan korup­si proyek pengadaan aplikasi Sim­des.id milik puluhan desa di Kabu­paten Buru Selatan Tahun 2019.

Dalam tahapan ini sejumlah do­kumen yang diperlukan untuk ke­pentingan perhitungan kerugian negara telah diserahkan ke pihak auditor.

“Dokumen audit sudah diserah­kan, saat ini penyidik terus berko­ordinasi dengan pihak auditor agar proses tersebut tidak ada masalah,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati  Maluku, Wahyudi Kareba kepada Siwalima di ruang kerjanya, Rabu (1/3).

Sambil menunggu hasil audit, lanjut Wahyudi, pihaknya juga me­lakukan sejumlah rangkaian peme­riksaan saksi untuk menetukan sia­pa aktor dibalik raibnya uang negara dalam proyek ini.

“Pemeriksaan saksi-saksi juga jalan sambil menunggu hasil audit,” tuturnya.

Ampera Demo

Sebelumnya, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Ma­hasiswa Peduli Rakyat (AMPERA) Maluku, melakukan demonstrasi di Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku, Rabu (1/3).

Massa yang dikoordinir Aldis Loilatu selaku Sekjen Ampera Ma­luku itu meminta, Kejaksaan Tinggi Maluku menetapkan Plh Sekda Bursel, Umar Mahulette sebagai ter­sangka  kasus dugaan korupsi pro­yek pengadaan Aplikasi Simdes.Id milik puluhan desa di Kabupaten Bursel.

“Berdasarkan bukti-bukti yang dikantongi Ampera, kita minta agar Kejati Maluku segera tangkap Plh Sekda Bursel Umar Mahulette seba­gai tersangka dalam perkara ini, ka­rena saat itu Umar Mahulette men­jabat selaku Kadis PMD (Pember­dayaan masyarakat Desa) Bursel,” pinta Loilatu.

Kata dia, selama ini di Kabupaten Bursel banyak terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan para pe­mangku kepentingan. Hanya saja, belum ada aparat penegak hukum yang menyentuh perbuatan yang dilakukan para pejabat tersebut.

“Kita tahu bersama, mantan Bu­pati Bursel TSS (Tagop), sudah ditangkap KPK karena kasus ko­rupsi, namun hal ini tidak pernah menjadi efek jera kepada para pemim­pin di daerah, malah aksi korupsi merajalela. Hanya saja persoalan ini tidak diketahui penegak hukum, karena itu kami turun ke jalan me­nyuarakan hal ini,” seru Loilatu sembari memegang bingkai foto mantan Kades PMD yang kini menjabat Plh Sekda Bursel.

Loilatu mengungkapkan, terdapat sekitar 80 Desa di Bursel yang me­nyetor uang ke Dinas PMD Bursel yang di Nahkodai Umar Mahulette kala itu. Hanya saja, uang tersebut diduga tidak diperuntukan kepada proyek yang tak berfungsi itu, melainkan diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.

Minta Bersabar

Tak lama berorasi massa ditemui, Ke­pala Seksi Penyidikan Kejati Maluku, YE Almahdaly. Almahdaly mengatakan tuntutan Ampera Ma­luku terkait pengusutan  kasus du­gaan korupsi proyek pengadaan Aplikasi Simdes.Id milik puluhan desa di Kabupaten Bursel sementara ditangani. Massa diminta bersabar lantaran pengusutannya hampir rampung.

“Proses sementara berjalan, se­jum­lah pemeriksaan sudah dilaku­kan, progresnya sudah mencapai 80 persen, tinggal beberapa langkah lagi rampung untuk menentukan sia­pa yang bertanggung jawab,” jelas­nya.

Usai mendengarkan penjelasan  Kasi Dik, massa akhirnya mem­bu­barkan diri dengan tertib.

Naik Penyidikan

Kejaksaan Tinggi Maluku meni­ng­katkan kasus dugaan korupsi pengadan aplikasi Simdes.id milik puluhan desa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2019.

Pengadaan aplikasi yang dikerja­kan CV Ziva Pazia ini, diduga fiktif dan anggaran yang dipruntukan juga mubasir.

Tim penyidik Kejati Maluku telah mengelar perkara dan karena dite­mukan adanya indikasi dugaan pe­nyalahgunaan keuangan, maka ditingkatkan ke penyidikan.

“Kasus ini sementara di tangani penyidik dan ada pada tahap penyi­dikan,” jelas Kasi Penkum dan Hu­mas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada wartawan di Ambon, Rabu (22/9).

Dikatakan, penyidikan kasus ini dilakukan setelah peyidik mengelar ekspos dan menemukan adanya in­di­kasi pelanggaran ditahap penyeli­dikan. “Hasil penyelidikan ada in­dikasi pelanggaran sehingga lewat hasil ekspos dinaikan ke penyidikan untuk pendalaman  lebih lanjut,” ujarnya.

Pada tahap penyidikan ini, lanjut Wahyudi, penyidik akan melaksa­nakan sejumlah rangkaian, mulai dari pemeriksaan saksi hingga perhitu­ngan kerugian negara.

“Saksi saksi akan dimintai kete­rangan termasuk koordinasi untuk audit kerugian,” tuturnya.

Sita Barang Bukti

Seperti diberitakan sebelumnya, tim penyidik Kejati Maluku mela­kukan penyitaan terhadap sejumlah barang bukti dalam dugaan korupsi proyek pengadaan aplikasi Sim­des.id, milik puluhan desa di Kabu­paten Buru Selatan tahun 2019.

Barang bukti yang disita berupa sejumlah unit komputer dari bebe­rapa pemerintah desa/negeri di Kabupaten Buru Selatan.

“Jadi barang bukti komputer yang disita dijadikan sebagai barang bukti dari pengusutan kasus ini, ada indikasi yang kemudian penyidik melakukan penyitaan,”jelas Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku kepada Siwalima,  Selasa (25/10) lalu.

Dijelaskan, adanya pelanggaran ketika CV. Ziva Pazia selaku penyedia memaksakan seluruh desa/negeri untuk membeli aplikasi Simdes serta unit komputer.

Dikatakan, pada sejumlah desa di Bursel belum tersentuh jaringan internet yang membuat keharusan tersebut tidak tepat sasaran alias mubazir. “Banyak desa belum memiliki jari­ngan internet sehingga tidak tepat sa­saran jika diharuskan untuk se­mua desa, nah dari situlah banyak komputer yang rusak akibat tidak ter­pakai yang kemudian disita se­bagai barang bukti,” ujarnya. (S-10)