AMBON, Siwalimanews – Tim penyelidik Kejaksaan Tinggi Maluku mulai mengusut mangkraknya proyek pembangunan 13 sekolah yang tersebar di Kabupaten Seram Bagian Barat.

Proyek milik Balai Prasarana Pe­mukiman Wilayah Maluku tahun 2021-2022, menghabiskan anggaran Rp24,5 miliar, namun hingga kini tak selesai digarap.

Pembangunan 13 sekolah yang ter­sebar pada beberapa wilayah di kabu­paten berjulukan Saka Mese Nusa itu, hingga kini tidak tuntas dikerjakan kontraktor PT Wira Karsa Konstruksi, padahal anggaran telah cair 100 per­sen, sementara batas akhir pekerjaan proyek sekolah tersebut Desember 2022 lalu.

Berbagai bukti-bukti mulai digarap lembaga aparat penegak hukum ini dengan memeriksa saksi-saksi.

Dua kepala sekolah di Kabupaten SBB, Selasa (6/6) dari pagi hingga siang hari dan dicecar terkait proyek pem­bangunan sekolah.

Baca Juga: Penembak Misterius Belum Diketahui, Polisi Tunggu Hasil Labfor

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengung­kap­kan, tim penyelidik telah memeriksa dua saksi yaitu kepala sekolah Ne­geri 2 Tiang Bendera dan Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Huamual belakang, Kecamatan Waisala, Ka­bu­paten Seram Bagian Barat.

“Tadi sudah pemeriksaan dua saksi yaitu Kepala Sekolah SD Ne­geri 2 Tiang Bendera dan Kepala Se­kolah SMP Negeri 3 Huamual Be­lakang,” ujar Kareba kepada Siwa­lima di ruang kerjanya, Selasa (6/6).

Kata dia, Kejati Maluku melalui bidang intelijen telah memeriksa dua saksi tersebut, dan diagendakan untuk pemeriksaan saksi-saksi lainnya.

“Untuk saksi lain telah juga dila­kukan pemanggilan namun hari ini dijadwalkan 2 saksi sehingga yang lain akan hadir sesuai jadwal pema­nggilan mereka,” katanya singkat, tanpa menyebutkan kapan saksi-saksi lainnya diperiksa.

Harus Diproses

Terpisah, akademisi hukum Un­patti, Sherlock Lekipiouw mengata­kan, semua persoalan yang telah menjadi rahasia umum tidak perlu lagi diperjelas, artinya jika anggaran yang cukup besar digelontorkan tetapi proyek tidak tuntas maka pasti ada masalah hukum.

“Indikasi rasionalitasnya dengan anggaran 24.5 miliar lebih tapi diakhir proyek pengerjaan tidak selesai maka patut diduga terjadi potensi pelanggaran hukum baik admini­strasi maupun pidana,” ujar Leki­piouw kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (5/6).

Dijelaskan, secara administrasi ketika anggaran telah dicairkan seratus persen sementara proyek belum tuntas maka masalah secara administrasi dalam tata kelola pengadaan barang dan jasa yang harus diproses secara hukum.

“Pendekatan hukumnya yang sederhana masa anggaran cari sera­tus persen pekerjaan belum selesai berarti ada masalah, ini yang harus diusut,” tegas Lekipiouw.

Menurutnya, upaya LSM Lum­bung Informasi Rakyat untuk mela­porkan dugaan korupsi pembangu­nan 13 gedung sekolah di SBB ke KPK merupakan hak yang diatur oleh undang-undang, sehingga sah-sah saja jika langkah tersebut di­tempuh.

Bentuk Tim

Sebelumnya Kareba memastikan pihaknya telah membentuk tim untuk mengusut pembangunan 13 proyek sekolah di Kabupaten SBB.

Kareba mengatakan, tim akan menyelidiki pembangunan sekolah yang tersebar pada beberapa lokasi di Kabupaten SBB itu.

“Kita sudah membentuk tim untuk penyelidikan terkait persoalan Balai Prasarana ini dan dalam waktu dekat tim akan bekerja,” ujarnya kepada Siwalima, Minggu (4/6).

Kareba menambahkan, jika tim menemukan ada indikasi atau fakta proses pekerjaan proyek tersebut me­ngarah pada tindak pidana ko­rupsi, maka akan ditindak lanjuti sesuai peraturan yang berlaku.

“Intinya kami tetap bekerja untuk menindaklanjuti semua laporan mas­yarakat,” ujar Kareba singkat.

Lapor KPK

Lumbung Informasi Rakyat Ma­luku sedang menyiapkan data untuk melaporkan proyek pembangunan 13 sekolah di Kabupaten Seram Bagian Barat mangkrak.

Proyek milik Balai Prasarana Pe­mukiman Wilayah Maluku tahun 2021-2022, menghabiskan anggaran Rp24,5 miliar.

Mirisnya lagi, tambahan waktu 90 hari agar proyek tersebut bisa diselesaikan, namun kontraktor maupun Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku tak mampu menuntaskannya.

“Kita sementara menyiapkan data-data untuk segera kita laporkan ke KPK, kami akan minta KPK untuk turun langsung ke SBB dan mela­kukan supervise sekaligus pemerik­saan kasus ini, karena sangat disayangkan proyek sekolah tetapi tidak tuntas dikerjakan,” ungkap Korwil LSM LIRA Maluku, Yan Sariwating kepada Siwalima melalui sambungan selulernya, Minggu (4/6).

Menurutnya, pekerjaan proyek tersebut di beberapa lokasi belum semuanya tuntas dikerjakan, semen­tara batasan waktu telah berakhir sejak Desember 2022 dan anggaran telah dicairkan 100 persen.

Karenanya, LIRA mengecam keras tindak kontraktor maupun pihak Balai Prasarana dan Pemukiman Wilayah Maluku yang tidak becus mengerjakan proyek pembangunan sekolah itu.

“Bayangkan saja jika proyek pem­bangunan 13 sekolah itu dikerjakan maka dengan sendirinya dapat mem­bantu masyarakat di SBB, khusus­nya dalam hal pelayanan pendidi­kan,” katanya.

Karena itu, dirinya memastikan secepatnya data-data terkait mang­kraknya proyek ini akan segera dilaporkan ke KPK.

Dia menyebut, pihaknya menda­pat­kan informasi bahwa, dugaan ketidakberesan proyek ini terjadi pada Pejabat Pembuat Komitmen Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku yang lama.

“Kami dapat info proyek ini ter­bengkalai akibat PPK yang lama, dimana PPK yang baru diganti itu anggaran sudah cair 100 persen, dan PPK yang lama itu tinggalkan hu­tang kepada pihak rekanan ratusan juta. Kami masih kumpulkan data-data untuk  kami laporkan,” katanya.

Maladministrasi

Terpisah Kepala Ombudsman Perwakilan Maluku, Hasan Slamat menyayangkan proyek yang hingga kini belum tuntas dikerjakan.

Hasan menegaskan, dengan ter­bengkalainya sejumlah proyek seko­lah tersebut maka indikasi terjadinya mall administrasi.

Maladministrasi ini diakibatkan penangganan berlarutnya proyek sekolah yang sangat penting bagi masyarakat di Kabupaten SBB.

“Kami juga mendapatkan laporan terkait proyek sekolah di Kabupaten SBB yang tersebar pada beberapa lokasi yang belum dikerjakan. Kami menduga terjadi maladministrasi karena penundaan berlarut itu bisa menimbulkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi,” ujar Slamat saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (4/6).

Dalam penangganan proyek seko­lah tersebut, lanjut Slamat, pasti sudah ada kesepakatan atau baik antara pihak kontraktor dan peme­rintah dalam hal ini Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku sesuai dengan ketentuan waktu penyele­saian proyek tersebut.

Jika penanganan proyek ini ber­larut-larut dan tidak tuntas atau terbeng­kalai maka itu menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang un­tuk melaku­kan penyelidikan  mau­pun penyi­dikan, hal ini karena dugaan maladministrasi itu diduga terjadi.

Ditambahkan, Ombudsman se­bagai lembaga pengawas pelayanan publik melihat proyek sekolah ini bagi kepentingan masyarakat dan masyarakat di SBB sudah dirugikan dengan mangkraknya proyek ter­sebut. Sehingga maladministrasi sangat nyata.

Dorong Usut

Sementara itu, akademisi Hukum Unidar Rauf Pellu mengatakan, aparat penegak hukum baik kepo­lisian maupun kejaksaan tidak boleh tinggal diam dengan dugaan korupsi dalam pembangunan fasilitas pen­didikan. “Kejaksaan dan kepolisian sebe­narnya tidak boleh tinggal diam dan bahkan tidak perlu menunggu infor­masi penyelewengan keuangan nega­ra ini dipublikasikan media, tapi harus ada inisiatif untuk mengusut,” ujar Pellu melalui telepon selulernya, Minggu (4/6).

Dikatakan, aparat penegak hukum harus memiliki keberanian untuk me­ngusut proyek yang dibiayai de­ngan anggaran negara tetapi mang­krak alias tidak tuntas dikerjakan kontraktor.

Jika aparat penegak hukum tidak memiliki keberanian atau cuek dengan semua bentuk pelanggaran hukum maka apa lagi yang diha­rapkan masyarakat.

Apalagi dugaan korupsi tersebut berkaitan dengan pengerjaan pro­yek sarana dan prasarana pendidi­kan yang mestinya kualitas peker­jaannya diperhatikan secara baik oleh Balai Prasana Pemukiman Wilayah Maluku dan kontraktor.

Menurutnya, Balai sebagai pemilik proyek juga tidak boleh membiarkan kasus ini terjadi tetapi sebaliknya harus mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut jika memang balai merasa tidak ada keterlibatan oknum-oknum dalam balai.

“Kenapa kejaksaan dan kepolisian harus takut dalam mengusut kasus ini, anggarannya besar loh, balai juga kalau merasa ada yang tidak sesuai kontrak harus dilaporkan agar diproses,” tegasnya.

Pellu pun berharap adanya kese­riusan dari penegak hukum dalam mengusut kasus dimaksud agar setiap pembangunan di Maluku dapat dinikmati dengan baik oleh masyarakat.

Dia bahkan memberikan apresiasi jika LSM akan melaporkan kasus ini ke KPK mengingat anggarannya sangatlah besar.(S-26/S-20)