AMBON, Siwalimanews –  Politikus senior PDIP Maluku mengancam akan melaporkan pinjaman dana PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) ke Komisi Pembe­rantasan Korupsi.

Ancaman ini diduga ka­rena Gubernur Maluku Murad Ismail bersama bawahan­nya gagal mengelola dana tersebut bagi kepentingan masyarakat Maluku.

Buktinya, pengelolaan ang­garan Rp13 miliiar untuk pembangunan infrastruktur air bersih di Pulau Haruku maupun di Kota Ambon serta infrastruktur lainnya tidak dapat dimanfaatkan masya­rakat.

Politikus senior PDIP, Yusuf Leatemia mengung­kap­kan, pihaknya se­rius melaporkan karena di­duga beberapa infrastruktur pem­bangunan tidak diawasi secara baik oleh gubernur dan Dinas PU

Kepada Siwalima, Sabtu (22/1) Leatemia mengung­kapkan, salah satu proyek yang diduga  sarat korupsi ter­jadi pada pembangunan infrastruktur air bersih di Negeri Kailolo dan Pelauw yang hingga kini belum juga tuntas dikerjakan oleh kon­traktor.

Baca Juga: Pengadilan Eksekusi Enam Bangunan di Tantui

Terhadap permasalahan ini, kata Leatemia, gubernur  dinilai melakukan pembiaran terhadap penggunaan dana PEN yang berakibat pada kerugian yang dialami masyarakat dua negeri tersebut.

“Banyak sekali pembangunan infrastruktur dengan dana SMI yang sampai saat ini belum juga tuntas, salah satunya di Haruku menya­ngkut air bersih, sehingga harus dilaporkan ke KPK untuk diusut,” tegas Leatemia.

Sebagai kepala daerah sekali­gus penanggungjawab pinjaman dana PEN, gubernur mestinya me­ngawasi pembangunan infra­struktur yang bersumber dari pinjaman itu agar dinikmati oleh masyarakat, tetapi kenyataannya pekerjaan tersebut tidak selesai.

Padahal, air bersih merupakan kebutuhan mendesak masyarakat dua negeri yang ada di Kecamatan Pulau Haruku itu, dan jika itu terjadi maka gubernur dinilai gagal memastikan pinjaman SMI bagi kesejahteraan masyarakat Maluku.

Kata dia, dalam hasil patauan media langsung di Negeri Pelauw dan Kailolo, terlihat jelas jika pem­bangunan sarana dan prasarana air bersih seperti bak penam­pu­ngan air dan sumur memang telah selesai dikerjakan oleh kontrak­tor, namun pekerjaan ini terbengkalai lantaran jaringan air belum ter­pasang dan dialirkan ke rumah-rumah masyarakat.

Tak hanya itu, pada sumur bor yang berada didekat kantor Camat Pulau Haruku juga terkesan tidak dikelola dengan baik, sebab ter­lihat sampai dengan saat ini proses pemasangan jaringan pipa­nisasi belum dilakukan dan bahkan air terbuang begitu saja.

Bahkan, untuk salah satu sumur bor yang berada di Dusun Nama Negeri Pelauw juga sampai saat ini belum tuntas walaupun bebe­rapa bulan lalu telah selesai dila­kukan pengeboran tetapi air yang didapatkan tidak sesuai dan dibor kembali namun tak kunjung tutunta

Selain itu, peralatan jaringan pipanisasi juga tidak terurus dan dibiarkan terlantar ditepi jalan raya maupun lubang jaringan dan tidak tertanam baik kerumah warga maupun pada bak penampung yang telah selesai dibangun.

Karena itu, Leatemia berharap KPK dapat mengusut dugaan ko­rupsi kasus pembangunan infra­struktur air bersih di Pulau Haruku karena telah merugikan masya­rakat setempat

Gubernur Maluku, Murad Ismail yang dikonfirmasi Siwalima di Kantor Gubernur pada Jumat (21/1) dan Sabtu (22/1) tidak ada ditempat, karena sementara berada di Makassar mengikuti kegiatan Maluku Baileo Exhibition (MBE).

Begitu juga Kepala Bidang Cipta Karya PUPR, Ella Sopalauw ketika dikonfirmasi Siwalima di kantornya meminta agar Siwalima membuat janji melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, namun hal itu sudah disampaikan sejak Selasa (18/1) namun sampai saat ini tidak ada konfirmasi balik dari pihak PPID.

Harus Diusut

Sementara itu, Praktisi hukum Djidon Batmomilin meminta aparat penegak hukum yakni jaksa dan polisi segera melakukan peng­usutan terhadap proyek Jumbo di pulau Haruku.

“Anggaran yang dikeluarkan untuk proyek tersebut sangat besar sebanyak 13 M namun realisasinya tidak berjalan secara maksimal di lapangan,”kata Batmomolin ke­pada Siwalima  melalui telepon se­lulernya, pekan lalu.

Menurutnya, jika dilihat dari pe­manfaatan air merupakan kebu­tuhan yang sangat penting bagi masyarakat.

“Jadi kalau anggaran sudah kucurkan namun proyek tersebut tidak berjalan dilapangan secara maksimal maka penyidik atau jaksa, polisi seharusnya melaku­kan tindakan penyelidikan dan penyidikan,”tegasnya.

Aparat penegak hukum juga bisa memanggil tim pengawasan yang bertugas mengawasi dua proyek air bersih tersebut di Pulau Haruku.

“Harus dilakukan monitoring ter­hadap pekerja, supaya masyarakat benar menikmati hasil air bersih. mubazir kan anggaran begitu besar namun tidak bisa dirasakan oleh masyarakat dengan baik,” ungkapnya.

Oleh karena itu, pengacara senior ini berharap, jaksa atau pe­nyidik harus melakukan tindakan untuk menyelamatkan anggaran negara.

‘“Jangan sampai aparat pene­gak hukum  juga tutup mulut dalam masalah ini sehingga dinilai ada kongkalikong,” katanya.

Ditempat terpisah, Fileo Pistos Noya mengungkapkan untuk ma­salah proyek Air bersih tanpa laporan  jaksa atau polisi  sudah ha­rus melakukan penyelidikan.

“Jadi saya lihat bahwa dana negara yang udah dikucurkan seharusnya sesuai dengan fakta lapangan, namun berbanding terbalik dengan fakta dilapangan,” ujarnya.

Ia menilai, peranan penyidik ha­rus lebih tegas terhadap per­soalan ini.  “Dan saya tahu terkait pem­beritaan ini sudah naik di koran beberapa kali dan pihak jaksaan dari Masohi pernah melakukan on the spot. Saya tidak tahu apa jaksa masuk angin atau apa, dia me­nelepon saya menanyakan  lokasi air bersih, saya menjelaskan se­belum kasus ini naik dipermukaan, jaksa tersebut  dipin­dahkan dari Masohi ke Tenggara,” katanya.

Temuan BPK

Sementara itu berdasarkan infor­masi, BPK menemukan adanya dugaan penyalahgunaan angga­ran di Dinas PU Maluku terhadap pinjaman dana SMI Rp700 miliar.

Dana yang seharusnya diguna­kan untuk pemulihan ekonomi masyarakat di tengah kondisi Covid-19 diduga disalahgunakan sebesar Rp8 miliar.

Untuk menutupi indikasi penya­lahgunaan tersebut, Pemprov ber­upaya melakukan lobi-lobi ditingkat pusat dan akan membayar Rp2 miliar, sementara sisanya diduga akan dibagikan kepada para peja­bat di BPK.

Penjabat Sekda Maluku, Sadli Ie ketika dikonfirmasi Siwalima, Minggu (23/1)  terkait dugaan te­muan BPK tersebut mengung­kap­kan dirinya belum mendapatkan Informasi  terkait temuan BPK Rp8 miliar itu.

Katanya, hingga saat ini belum ada informasi terkait terhadap te­muan BPK  penyalahgunaan anggaran Rp 8 M yang diketahui penggunaan dana SMI yang dipakai untuk pembayaran 2M.

“Sampai saat ini belum ada informasi terkait temuan tersebut, saya sementara di Makassar,” ujarnya.

Sebelumnya, ketika dikonfirmasi dengan Kepala Subbagian Hubu­ngan Masyarakat dan Tata Usaha  BPK Perwakilan Maluku, Ruben Sidabutar, Selasa (17/1) mengung­kapkan, BPK telah melakukan pe­meriksaan belanja daerah Provinsi Maluku tahun 2021.

Ia enggan berkomentar lebih jauh  dengan alasan proses penyu­sunan laporan hasil pemeriksaan masih berjalan.

“Kemarin telah melakukan peme­riksaan belanja daerah Provinsi Maluku tahun 2021. Saya belum tahu ada ganya temuan terkait pe­nggunaan tersebut, karena masih proses penyusunan laporan hasil pemeriksaan,” jelas Ruben ke­pada Siwalima melalui pesan whats-appnya.

Ia membantah adanya informasi bagi-bagi uang kepada orang BPK Perwakilan Maluku. “Terkait dengan informasi adanya bagi-bagi sisa dana untuk orang-orang di BPK, itu tidak benar sama sekali,” tegasnya. (S-50/S-51)