Faradiba Yusuf Palsukan Surat Kuasa Nasabah
AMBON, Siwalimanews – Direktur PT. Pelayaran Dharma Indah, Jhony de Quelju alias Siong mengungkapkan, tanda tangannya dalam surat kuasa dipalsukan oleh Faradiba Yusuf untuk sejumlah transaksi.
Siong mengaku hanya memberikan tiga surat kuasa kepada Faradiba untuk pencairan deposit.
“Saya hanya membuat tiga surat kuasa untuk pencairan deposit. Surat kuasa yang lain atas nama saya itu palsu,” kata Siong saat memberikan kesaksian pada sidang lanjutan kasus korupsi dan TPPU di BNI Ambon di Pengadilan Negeri Ambon, Jumat (3/7).
Siong mengemukakan kekesalannya. Dia berujar, perbuatan Faradiba membuatnya sangat kesal. Dia bahkan tidak tahu-menahu soal transaksi penarikan dan penyetoran yang terjadi di rekeningnya.
“Saya tidak pernah memerintahkan siapapun untuk menyetorkan uang atau melakukan penarikan uang,” katanya dengan suara sedikit meninggi.
Baca Juga: Setubuhi Anak Dibawah Umur, Warga Porto Dituntut 10 Tahun BuiSiong tercatat menjadi salah satu nasabah emerald atau nasabah prioritas di Bank BNI Cabang Ambon. Dia juga ikut mendepositkan uang sejumlah Rp. 125 miliar. Dari depositnya tersebut, ia mengaku mendapatkan cashback sebesar Rp. 3,1 miliar.
Dalam catatan yang ditemukan, rekening Siong mendapatkan transfer kurang lebih Rp. 30 miliar dari Bank BNI KCP Aru dan Tual. Uang tersebut termasuk dari kerugian negara Rp. 58,950 miliar dalam kasus tipikor ini. Namun, Siong mengaku tidak tahu sama sekali soal penggelapan dana nasabah yang dilakukan Faradiba Yusuf.
“Saya baru tahu ketika semua rekening saya diblokir pihak bank pada 3 Oktober hingga 12 oktober 2019,” ucapnya.
Siong juga mengaku kesal karena pernah meminta pihak BNI mencetak rekening koran tetapi ditolak. Ia bahkan sempat menelepon menantu Walikota Ambon Richard Louhanapessy, Nolly Soumena.
“Saya agak kesal saya minta print rekening mereka tidak mau. Saya sampai telepon Pak Nolly, dia bilang tidak bisa lagi diblokir semua,” katanya.
Siong lalu meminta bantuan Kepala Cabang BNI Surabaya Dian Anggraeni untuk mencetak buku rekeningnya. Karena saat itu juga, pihak perpajakan hendak memeriksa keuangannya. “Saya baru lihat nama orang yang mentransfer disitu. Saya tanya ke Dian, dia tidak tahu sama sekali. Dia cuma bantu saya ngeprint,” ujar Siong.
Siong mengaku, pertama kali mengenal Faradiba Yusuf pada pertengahan Agustus 2019 lalu melalui perantara Natalia Kilikily. Dia mengatakan, tidak ada pembicaraan khusus saat itu.
Pada 17 September 2019, Faradiba lalu meneleponnya dengan maksud mengajaknya membuka rekening deposit di BNI. Dia lalu menyetujui hal tersebut melalui Whatsapp, setelah Faradiba menjelaskan jumlah cashback yang akan diterima.
“Awalnya saya ditelepon. Tapi karena saya sedang menyetir, saya bilang lewat WA saja. Dia minta saya deposit Rp. 350 miliar, tapi karena uang tidak cukup, jadi cuma Rp. 125 miliar saja,” ujarnya.
Setiap kali membuka deposit, nasabah wajib membuat rekening baru lagi. Siong mengaku, memiliki lima rekening BNI. Tiga diantaranya dibuat oleh Faradiba dengan nomor rekening 0820060203, 08220060829 dan 0820049465. “Saya juga punya beberapa rekening lain, seperti BCA, Panin dan Sinarmas,” katanya.
Dia menjelaskan, dia membuat empat slip penarikan saat mendepositkan uang tersebut. Awalnya, dia mengirimkan uang Rp. 70 miliar dari rekening BCA, dari rekening Sinarmas Rp. 25 miliar, lalu dari rekening BCA Rp. 28 miliar, dan dari rekening sinarmas Rp. 2 miliar.
Setelah ia mentransfer uang tersebut, Faradiba Yusuf dan Natalia datang ke Surabaya pada 17 September 2019 untuk mengucapkan terima kasih dengan membawa kue. Faradiba lalu menyodorkan dua surat kuasa kepada Siong.
“Lalu saya bilang, saya tidak mungkin beri surat kuasa ke ibu. Ibu itu bukan karyawan saya. Saya juga sempat tanya ini untuk apa, katanya untuk pencairan uang saya,” tuturnya.
Siong melanjutkan, ia lalu menandatangani surat kuasa tersebut. Pada 26 September 2019, Theresia Baginda meneleponnya, memberitahukan ada orang dari pihak BNI membawa surat kuasa. “Lalu saya iyakan, tapi saya bilang, saya tanda tangan untuk tiga slip saja. Saya bilang ke pegawai saya itu, setelah itu kamu fotokan dan kirim ke saya. Karena itu nominalnya besar, jangan sampai salah,” ceritanya.
Pada 1 Oktober 2019, sesuai dengan perjanjian, uang yang didepositkan masuk ke rekening Siong. Termasuk dengan cashback. Bahkan, Siong juga mendapatkan uang Rp. 500 juta (tidak ada dalam perjanjian).
Namun, uang yang dikembalikannya itu tidak sesuai dengan surat kuasa yang telah ditandatangani. Seharusnya hanya tiga transaksi sebesar Rp. 70 miliar, Rp. 30 miliar dan Rp. 25 miliar. Siong malah mendapatkan 11 transaksi dengan pecahan kecil. “Saya marah kan. Saya juga bilang ke dia, jangan main-main dong. Kok tidak masuk sekaligus? kenapa pecahan seperti ini?, Lalu Faradiba bilang ke saya, katanya jangan khawatir, ini kan kita pakai sidik jari karena kepala cabang sedang tidak ditempat. Mau tidak mau harus dipecahkan,” ceritanya.
“Terakhir itu juga uang saya sisa Rp. 5 miliar belum dikirim, lalu saya bilang ke dia masih kurang. Dia jawabnya malah salah menulis nama,” lanjutnya.
Faradiba juga tidak menyertakan tanda tangan dalam bukti RTGS yang dilakukan. Siong sempat menanyakan hal tersebut, Faradiba hanya menjawab, tidak apa-apa yang penting uangnya dikembalikan.
Siong juga tidak curiga sama sekali terkait deposit tersebut. Pasalnya, bisa dibilang, cashback yang ditawarkan Faradiba sangat fantastis. Dulu, Siong juga pernah melakukan deposit di BNI. Saat itu, ia mendepositkan Rp. 1 miliar dan hanya mendapatkan Rp. 2 juta.
Soal keterangan transaksi ke rekeningnya untuk transaksi pelunasan kapal, Siong membantahnya. Dia mengatakan, ia tidak memiliki bisnis pembuatan atau pembelian kapal di Ambon. “Saya biasanya untuk pembelian kapal itu lewat bank mandiri,” tuturnya.
Siong mengatakan, percaya begitu saja atas apa yang dikatakan Faradiba. Karena dia berpikir, Faradiba adalah salah satu pemimpin di bank BNI yang menjabat sebagai kepala pemasaran.
Bahkan, setelah transaksi itu, Faradiba masih sempat menawarinya melakukan deposit lagi. Namun, Natalia Kilikily menyampaikan kepadanya untuk tidak perlu mengikuti lagi.
“Saya ditawari lagi dua hari setelah uang saya dikembalikan. Tapi saya tanya dulu ke Natalia, dia bilangnya ngga usah. Setahu dia, kalau deposit itu tidak ada penarikan nasabah,” jelasnya.
Mendengar kesaksian Siong, hakim kembali marah-marah. Dia menyayangkan kebijakan bank yang membolehkan transaksi dilakukan dari rumah atau dijemput oleh pihak bank. Menurutnya, hal itu yang membuat pegawai bank tergiur untuk melakukan korupsi.
“Kalian ini pengusaha mau dilayani di rumah. Orang gajinya cuma Rp. 1 juta – Rp.2 juta, kalian beri milyaran. Gimana ngga dibawa lari?,” kata hakim Pasti Tarigan.
Dia meminta para pengusaha tidak memanfaatkan fasilitas tersebut. “Kalian tolong jangan begitu ya. Meskipun fasilitas bank begitu, tapi jangan. Hal ini membuat orang cepat korupsi. Kalau begini siapa yang mau disalahkan?,” ketusnya.
Majelis hakim juga menyayangkan nasabah tidak curiga sama sekali soal deposit yang ditawarkan dengan jumlah cashback yang besar.
Sidang Faradiba Cs yang terdaftar dengan Nomor perkara 5/Pid.Sus-TPK/2020/PN Ambon itu digelar secara online di ruang sidang Candra. Para hakim, jaksa pengacara dan saksi hadir langsung dalam persidangan.
Sedangkan, terdakwa Faradiba Yusuf dan terdakwa Soraya Pelu alias Aya berada di Lapas Perempuan. Terdakwa lainnya, Marce Muskita alias Ace selaku pemimpin BNI Cabang Pembantu Masohi, terdakwa Krestiantus Rumahlewang alias Kres selaku pengganti sementara pemimpin Kantor Cabang Pembantu Tual, terdakwa Joseph Resley Maitimu alias Ocep selaku pemimpin Kantor Cabang Pembantu Kepulauan Aru, terdakwa Andi Yahrizal Yahya alias Callu selaku Pemimpin BNI Kantor Kas Mardika berada di Rutan Kelas II A Ambon. (Cr-1)
Tinggalkan Balasan