Efek THR, Gaji ke-13, dan Cuti Bersama Terhadap Ekonomi RI
Sebuah kabar gembira dan suka cita diterima oleh aparatur sipil negara (ASN) ketika mendengar pengumuman Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait pencairan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 tahun 2023, Rabu (29/3/2023).
Hal tersebut menambah kegembiraan para ASN seluruh Indonesia yang pada minggu sebelumnya atau tepatnya Jumat (24/3/2023), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga mengumumkan penambahan cuti bersama menjelang Hari Raya Idulfitri tahun ini setelah rapat terbatas dengan Presiden Jokowi.
Kepastian pemberian THR dan Gaji ke-13 ini tentu menjadi sebuah kabar yang menggembirakan bagi masyarakat, apalagi di tengah tekanan ekonomi akibat kenaikan kebutuhan pokok masyarakat saat Ramadan dan menjelang Lebaran 2023, yang dimulai sejak tahun lalu dampak kenaikan harga BBM.
Dan seperti biasanya pula, selain para ASN yang menerima THR, para pekerja/buruh di sektor swasta juga akan menerima THR. Ini setelah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga mengeluarkan kebijakan para pengusaha untuk memberikan THR tahun ini.
Menteri Keuangan dalam kesempatan sebelumnya selalu menyampaikan bahwa pengeluaran yang dilakukan pemerintah di tengah tekanan ekonomi apalagi sejak pandemi Covid-19 adalah bentuk dari fungsi APBN sebagai fungsi stabilisasi, distribusi dan sebagai shock absorber.
Baca Juga: Karpet Merah untuk Dokter Asing?Pada tahun 2023, di tengah membaiknya pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi domestik, masih terdapat risiko ketidakpastian yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi global, ketidakstabilan kondisi geopolitik akibat perang Rusia kontra Ukraina, serta pengetatan kebijakan moneter yang memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi serta harga komoditas.
Fungsi APBN sebagai shock absorber artinya APBN menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian, termasuk rasa keadilan dan kepatutan, dan ini jelas sekali. Selama dua tahun terakhir akibat pandemi Covid-19, perekonomian kita melemah dan daya beli masyarakat turun, dan di sini peran stabilisasi dan distribusi APBN sebagai stimulus bagi perekonomian nasional.
Dijelaskan oleh Menteri Keuangan dalam konferensi pers, THR dan Gaji Ke-13 tahun 2023 tersebut, bahwa pemberian THR dan Gaji Ke-13 merupakan strategi stimulasi ekonomi nasional melanjutkan kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif, terarah, dan terukur untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi, dengan mengendalikan inflasi dengan tetap menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai program perlindungan sosial dan peningkatan konsumsi masyarakat.
Untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional, menuju normalisasi aktivitas masyarakat pascapandemi Covid-19 tersebut, pemerintah berupaya untuk mempertahankan tingkat daya beli masyarakat.
Caranya melalui pemberian THR dan Gaji Ke-13 bagi karyawan, aparatur negara, dan pensiunan sebagai upaya untuk mendorong konsumsi kelas menengah sebagai bagian dari strategi utuh dalam percepatan pemulihan ekonomi melengkapi kebijakan untuk kelompok masyarakat yang lain, dalam batas kemampuan keuangan negara.
Pemberian THR dan Gaji Ke-13 setiap tahunnya diharapkan dapat menjadi salah satu langkah strategis untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi Covid-19 yang berada di kisaran 5% menjadi target pemerintah saat ini, setelah anjlok di minus 2,07%. Bahkan di tahun 2023 ini pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di angka 5,3%.
Pemberian THR dan Gaji Ke-13 kepada ASN yang juga diharapkan diikuti oleh para pelaku usaha ini bukan satu-satunya cara pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Langkah lain adalah dengan tetap diberikannya cuti bersama Idul Fitri 2023 dan dibukanya keran kebebasan masyarakat untuk melakukan mudik.
Lalu apa hubungan antara THR, Gaji Ke-13 dan cuti bersama dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi?
Secara logika, pemberian THR dan Gaji Ke-13 (Bulan Juni 2023) akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, begitu juga dengan cuti bersama lebaran kali ini.
Kedua kebijakan itu jika dilakukan secara simultan atau bersamaan, maka akan sangat berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika pemberian THR tidak disertai dengan diberlakukannya cuti bersama, maka ini tidak akan terlalu berdampak signifikan.
Masyarakat memang mendapatkan tambahan pendapatan dari THR, tetapi tidak mempunyai akses yang banyak atau kesempatan yang luas untuk mengeluarkan pendapatannya dikarenakan masih tetap diberlakukannya pembatasan dan pengetatan mobilitas masyarakat.
Masyarakat akan cenderung untuk menahan belanjanya dengan menabung (saving) atau pun jika belanja/konsumsi hanya untuk kebutuhan sehari-hari saja selama tinggal di rumah di masa libur Lebaran. Begitu pun sebaliknya jika cuti bersama diberlakukan dan dibolehkannya mudik tanpa disertai pemberian THR, maka masyarakat pun akan memiliki kecenderungan untuk tetap tinggal di rumah, tanpa adanya konsumsi untuk melakukan perjalanan.
Bagaimana jika kedua kebijakan ini dilakukan secara bersamaan?
Dengan kebijakan pemberian THR dan adanya cuti bersama tahun 2023 ditambah pula dibolehkannya masyarakat melakukan mudik, yang waktunya panjang, yaitu mulai 19 hingga 25 April 2023 setara dengan 7 hari kalender apalagi dibolehkannya para ASN mengambil cuti bersamaan dengan cuti bersama ini, maka pemerintah secara halus akan “memaksa” masyarakat mengeluarkan pendapatannya dari THR dan bahkan dari tabungannya selama larangan mudik sejak pandemi Covid-19.
Masyarakat pastinya akan mengeluarkan pendapatannya dari THR dan tabungan tersebut untuk melakukan perjalanan mudik panjang, perjalanan pariwisata, konsumsi di tempat tujuan mudik, memberikan “angpao” lebaran kepada sanak saudara di kampung halaman dan konsumsi lainnya.
Jika proyeksi pemerintah benar terjadi maka cash-flow aliran dana akan bergerak kencang. Industri pariwisata meningkat, penghasilan pelaku usaha UMKM di sepanjang jalur dan tujuan mudik dan pelaku industri perjalanan pun akan hidup kembali.
Jika menilik dari anggaran THR 2023 yang disediakan pemerintah untuk para ASN dan pensiunan sebesar Rp 38,9 triliun dan Gaji Ke-13 yang akan dibayarkan di bulan Juni 2023 nanti sebesar Rp 38,9 triliun (komponen pembayaran dan penerima sama dengan THR), dan prediksi Kementerian Perhubungan bahwa jumlah pemudik tahun ini diperkirakan 123,8 juta orang, maka dapat diprediksi dan diasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan meningkat tajam dan menuju proyeksi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Tak ada gading yang tak retak, demikian peribahasa mengatakan. Bahwa tren peningkatan konsumsi masyarakat dalam menyumbang angka pertumbuhan ekonomi dengan adanya kebijakan THR dan Gaji Ke-13 Tahun 2023 ini pasti akan banyak tantangannya.
Pemerintah berusaha menjaga tren positif ini. Beberapa kebijakan Presiden Jokowi sebelumnya menjadi bukti nyata pemerintah menjaga tren positif tersebut.
Seperti tidak diberlakukannya lagi tes Covid-19 untuk pelaku perjalanan yang sudah menerima vaksin penguat dan akan dimulainya era endemi dari pandemi adalah bukti keseriusan pemerintah untuk menggairahkan kembali perekonomian. Oleh: Anto Dwi Purwanto Aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan. Saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal merangkap sebagai Pelaksana Tugas Kepala Seksi Pencairan Dana pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Pamekasan di Jawa Timur.(*)
Tinggalkan Balasan