NAMLEA, Siwalimanews –DPRD Buru saat ini mulai mempermasalahkan jabatan Ketua KONI kabupaten yang dijabat oleh Djalaludin Salampessy.

Anggota DPRD Buru Iksan Tinggapy dan Maser Salasiwa mempertanyakan hal itu, lantaran Salampessy  lebih mementingkan pelepasan kontingen Popmal dari agenda rapat lintas komisi serta pembahasan dokumen KUA PPAS tahun 2023.

Iksan mengungkapkan, ada pelepasan kontingen Popmal Buru oleh KONI dan Penjabat Bupati Djalaludin Salampessy ketuanya juga .

Nugie sontak menyalahkan pengurus cabor di Buru karena memilih orang yang punya jabatan hanya satu tahun di daerah itu. Sementara posisi Ketua KONI itu lima tahun.

“Lalu tahun depan saudara penjabat bupati tidak lagi di sini, posisi Ketua KONI itu sapa yang bertanggung jawab? Tanya Iksan yang akrab disapa Nugie kepada wartawan di Buru, Rabu (16/11).

Baca Juga: Kasus Covid Meningkat, Pemkot Didesak Sosialisasi Prokes

Nugie melihat ini kesalahan-kesalahan yang paling fenomal dan fatal. Makanya dalam pemilihan Ketua KONI, ketika Nugie dalam posisi sebagai ketua PODSI ditanya memilih siapa, langsung menyebut nama Sekda Muh Ilyas Hamid.

Lantas yang disesalinya hanya satu suara saja yang memilih Ilyas Hamid dan yang lainnya memilih Djalaludin Salampessy.

“Padahal mereka lagi berbuat kesalahan, memilih orang yang pada saatnya nanti akan meninggalkan jabatan itu. Jabatan ketua KONI lima tahun kok,”ujar Nugie.

Menurutnya, mungkin saja satu tahun, Djalaludin sudah pindah bila tahun 2023 dalam evaluasi DPRD, fraksi-fraksi menyampaikan pendapat, bisa saja Djalaludin sudah pergi. Lalu KONInya bagaimana?.

Inilah kesalahan-kesalahan fundamental yang dilakukan di Kabupaten Buru, karena dia penjabat, karena dia bupati, lalu main tunjuk.

“Nanti kalau beliau tinggal di pendopo sana tidak ada Ketua RT, kita tunjuk lagi menjadi ketua RT. Nanti semua ketua diambil habis,”sindir Nugie.

Anggota DPRD dari Fraksi PPP Maser Salasiwa  menegaskan, kalau marwah lembaga DPRD sudah sering dipertaruhkan akibat DPRD Buru terlalu lunak dengan penjabat bupati dan pihak eksekutif.

Dalam pembahasan APBDP misalnya, Maser termasuk yang paling ngotot agar dibahas sesuai mekanisme aturan hukum yang berlaku dan juga sesuai tatib DPRD.

“Sedikit-sedikit coffe break, bahas anggaran diawali pertemuan informal. Akhirnya terjadi, penolakan evaluasi di kantor gubernur karena APBD P telad dibahas di DPRD,” tegasnya.

Menurutnya, coffe break baik dengan penjabat bupati, sekda, maupun Tim anggaran daerah hanya pertemuan omong kosong. Karena itu mulai hari ini dan di ruang rapat pimpinan, sesuai saran teman-teman dewan, maka sudahilah  pertemuan omong kosong tersebut.

Semua pertemuan baik dengan pejabat, sekda, maupun yang lainnya harus melalui rapat resmi. Bahkan ia meminta pihak eksekutif agar segera membawa dokumen KUA PPAS APBD murni 2023, supaya segera dibahas, karena waktu sudah sangat mepet.

“Tidak perlu lagi coffe break dengan eksekutif. Hal begini mereka pura-pura gila. Kalau mereka pura-pura gila, apa kita pura-pura tuli?,” ujar Maser.

Maser juga mengingatkan, agar tidak berulang kasus APBDP di APBD murni 2023. DPRD akan semakin tegas dalam rangka fungsi pengawasan, fungsi anggaran dan juga fungsi legislasi. (S-15)