AMBON, Siwalimanews – Hanya sebagai pelaksana tugas yang sifatnya semen­tara saja, namun umur Insun Sangadji sudah melebihi seluruh kepala SKPD yang pensiun di usia 60 tahun.

Insun dilantik Gubernur Maluku, Murad Ismail pada tanggal 20 Desem­ber 2020, menggantikan Kepala Di­nas Muhammad Saleh Thio.

Sejak dilantik hingga kini, tak ba­nyak prestasi yang dibikin Insun, selain rotasi sejumlah kepala sekolah SMA yang berujung protes dan p­e­ngadaan sejumlah mobil mewah ditengah refucusing anggaran akibat Covid-19.

Sebelum diangkat Murad, Insun adalah staf pengajar pada Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan, Universitas Pattimura, Ambon.

Menurut satu koleganya di Un­patti, Insun lebih banyak mengha­biskan waktunya di laboratorium. “Beliau lebih banyak di labora­torium,” kata dosen kenalan Insun, kepada Siwalima, Sabtu (14/8).

Baca Juga: Dinas Perikanan: Banyak Remaja Jadi Nelayan di Ambon

Sebagai seorang do­sen yang ber­gelar doktor, Insun diperkenankan untuk mengajar dan menikmati fasi­litas peme­rintah sampai dia berusia 65 tahun.

Sumber tadi mengatakan, batas usia pensiun seorang dosen menca­pai 65 tahun. “Itu kalau beliau me­ngajar di kampus. Namun jika se­orang dosen yang dikaryakan untuk sementara ke instansi lain, hanya bisa menjabat sampai batas usia 60 tahun saja,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis itu.

Menurutnya, seorang dosen jika berkeinginan membangun karir di birokrasi, maka usia pensiunnya tetap 60 tahun. “Kalau mau jadi ASN Pemrov, dia harus berhenti dari Unpatti dan usianya juga tidak boleh lebih dari 60 tahun waktu disulkan,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis itu.

Sesuai aturan kepegawaian, sya­rat seorang ASN untuk duduk di ja­batan eselon dua, harus belum ber­usia 60 tahun. Itu artinya, Insun tidak bisa menjadi pejabat di pemprov.

“Itu sesuai aturan kepegawaian yang kita tahu. Jadi demikian ibu Insun sudah harus kembali ke kam­pus dan mengajar lagi seperti biasa,” tambah sumber itu.

Data yang diperoleh dari database Unpatti, Insun diketahui lahir pada tanggal 4 Juli 1961. Itu artinya persis di Hari Minggu (4/7) lalu, dia genap berusia 60 tahun.

Kebijakan Pemprov untuk mem­pertahankan Insun Sangadji, jelas menampar wajah pemerintah yang tidak menaati segala tata aturan yang berlaku bagi seorang ASN.

Dikritik Dewan

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut me­minta agar seluruh kepala OPD yang sudah memasuki usia pensiun, diganti karena khawatir akan bertab­rakan dengan aturan yang berujung kepada cacad administrasi.

Kepada wartawan di ruang kerja­nya, Jumat (13/8), Sairdekut meminta Gubernur Murad untuk segera me­ngisi jabatan tersebut dengan peja­bat yang berkompeten dan mumpuni di bidangnya.

Sairdekut menuding Badan Kepe­gawaian Daerah sebagai sumber utama persoalan penempatan peja­bat yang tidak sesuai aturan.

“BKD itu penyebabnya. Mereka yang paling tahu, karena seluruh masalah teknis menyangkut kepega­waian daerah ada di situ,” tuding politisi Gerindra itu.

Namun Kepala BKD Jasmono, buru-buru membela diri dan melin­dungi langkah pimpinannya yang keliru, lantaran mempertahankan Insun melebihi usia 60 tahun.

Jasmono mengatakan, seluruh PNS yang saat ini menjabat pelak­sana tugas pada beberapa OPD, berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku, masih berstatus PNS aktif.

“Seluruh PNS yang saat ini men­jabat pelaksana tugas pada bebe­rapa OPD berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku, masih berstatus PNS aktif,” tulis Jasmono melalui pesan WhatsApp, Minggu (15/8).

Jasmono lalu menambahkan kalau saat ini Pemprov Maluku masih da­lam seleksi pejabat eselon dua untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi pratama pada beberapa OPD yang saat ini masih dijabat pelaksana tugas.

“Untuk mengisi jabatan pejabat eselon 2 pada beberapa OPD yang saat ini masih dijabat pelaksana tugas, sementara dalam proses un­tuk dilakukan seleksi terbuka jaba­tan pimpinan tinggi pratama.

Alasan Jasmono tentu saja mengada-ada, karena masih terdapat sejumlah pejabat yang lulus seleksi hampir dua tahun lalu, hingga kini tidak juga diangkat dalam jabatan sebagai pejabat eselon dua.

Namun Sumber Siwalima di BKD Pemprov Maluku membantah per­nya­taan Jasmono. Menurut dia hingga saat ini belum ada kebijakan untuk seleksi pejabat eselon dua. “Belum ada sampai sekarang,” ujarnya Minggu (15/8).

Dia lalu menuturkan banyak ceri­tera tentang Jasomono, termasuk mengapa sampai Kepala BKD itu harus membela Insun mati-matian.

“Dia harus membela ibu Insun, karena beliau itu saudaranya pak gubernur. Apalagi, belakangan ini nama Jasmono santer terdengar akan didepak dari jabatannya itu,” ujar sumber itu.

Mobil Dinas

Sebagaimana diberitakan, Dinas P dan K Maluku menggelontorkan anggaran Rp2 miliar untuk membeli 8 unit mobil dinas baru. Anggaran yang tidak sedikit itu dikeluarkan oleh dinas yang dipimpin Insun untuk membeli 1 unit Mitsubishi Xpander 1.5L Exceed seharga Rp291.500.000, satu Toyota Fortu­ner 2.7 SRZ seharga Rp607 juta dan enam unit Toyota Avansa Velos 1,3 MT seharga 1.458.000.000.

Dalam data sirup www.lkpp.go.id yang diperoleh Siwalima, Selasa (4/5), pembelian mobil-mobil tersebut tercatat dalam kode rencana umum pengadaan Nomor 28318830 dengan nama paket belanja modal alat ang­kutan darat bermotor (Mitsubishi Xpander 1.5L Exceed (4X2) A/T-VIN 2019) dengan nama KLPD Peme­rintah Daerah Provinsi Maluku sa­tuan kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tahun anggaran 2021, volume pekerjaan 1 paket.

Sumber Siwalima, di Dinas PK Maluku yang namanya enggan ditulis menyebutkan, saat ini dinas tidak terlalu membutuhkan pengadaan mobil baru, ketimbang pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di daerah terdepan, terpencil dan ter­tinggal (3T) di Maluku.

“Kan sarana dan prasarana pendi­dikan di Maluku masih sangat ku­rang, apalagi di daerah terdepan, ter­pencil dan tertinggal. Ngapain juga beli mobil dinas banyak semen­tara mutu pendidikan di Maluku kalah dari provinsi lain,” jelasnya.

Kebutuhan

Sekretaris Dinas P dan K Maluku, Husen mengatakan, pembelian dela­pan unit mobil operasional, sudah sesuai mekanisme pengadaan ba­rang dan jasa yang tertuang dalam Perpres 12 tahun 2021.

Peruntukan 8 unit mobil dinas dimaksud sudah sesuai dengan ke­butuhan, untuk memperlancar tugas kedinasan.

Katanya, delapan unit mobil dinas ini diperuntukan untuk satu unit mobil fortuner kendaraan operasi­onal kepala dinas.

“Ibu kepala dinas masih meng­gunakan mobil pinjaman dari BPS­DM Provinsi Maluku. Tiga unit mo­bil Avanza untuk operasional eselon III yang selama ini belum memiliki kendaraan operasional, yakni Bidang Pembinaan SMA, Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus dan Bidang Pembinaan Ketenagaan,” rinci Husen dalam rilisnya kepada Siwalima (Rabu 5/5) lalu.

Tuai Kritik

Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku menyesalkan pengadaan delapan unit mobil dinas di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku.

Koordinator LIRA Maluku, Yan Sariwating menilai, dinas yang dipimpin Insun Sangadji itu tidak peka terhadap situasi dan kondisi sosial masyarakat Maluku yang saat ini sementara dilanda pandemi Covid-19.

Menurut dia, semestinya Dinas P dan K lebih mengutamakan pening­katan mutu pendiidkan, hal itu lantaran Covid-19 sudah merusak tatanan dunia pendiidkan.

“Anggaran begitu besar digelon­torkan untuk belanja mobil dinas di situasi Covid ini tidak sebanding dengan nilai dari mutu yang didapat para pendidik. Anak-anak kita belajar dari rumah, berupaya untuk tidak tertinggal akibat Covid, tapi dinas justru lebih mementingkan belanja mobil untuk kesejahteraan oknum-oknum di dinas. Ini kan miris,” kata Sariwating.

Terpisah, dosen FKIP Unpatti, Heppy Lelepari menilai kebijakan Insun melakukan pengadaan mobil dinas merupakan kebijakan yang salah sasaran dan tidak memiliki urgensi bagi dunia pendidikan di Maluku.

Menurutnya, saat ini dunia pendi­dikan sementara berupaya untuk meningkatkan kualitas mutu pendi­dikan baik dari aspek sarana dan prasarana sekolah maupun kualitas sumber daya guru banyak yang belum sarjana dan bersertifikasi.

“Dinas seharusnya memiliki kebi­jakan untuk melakukan program pendampingan dan pelatihan bagi guru yang akan ikuti pendidikan profesi guru ketimbang membeli fasilitas mobil, ini tidak tepat,” tegasnya.

Apalagi lanjut Lelepari, dalam beberapa waktu lalu pejabat kadis mengatakan pihaknya membutuhkan anggaran 1.5 triliun lebih untuk membangun dunia pendidikan, sehingga kebijakan mobil dinas ini peruntukannya tidak sesuai dengan  urgensi pendidikan di Maluku.

Senada dengan Lelepari, dosen FKIP lainya, Samuel Ratiauw meng­ungkapkan kebijakan pengadaan mobil tidak tepat sasaran di tengah pandemi Covid-19. “Kebijakan itu dapat dikatakan tidak tepat,” ujar Ratiauw. (S-32/S-50)