AMBON, Siwalimanews – DPRD Kota Ambon pada masa sidang II tahun sidang 2022-2023 akhirnya menetapkan 5 ranperda menjadi perda.

Keempat perda tersebut yakni, Perda tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Perda tentang Penyelenggaraan Kepemudaan, Perda tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik serta Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah, dan Perda tentang Perubahan atas Perda Kota Ambon Nomor 11 tahun 2015 Tentang Pengelolaan Sampah.

Penetapan perda-perda itu dilakukan lewat Paripurna yang berlangsung di ruang rapat utama Baileo Rakyat Belakang Soya, Kamis (2/2), yang diawali dengan penyampaian kata akhir fraksi.

Penjabat Walikota Ambon Bodewin Wattimena dalam pidatonya menuturkan, negara menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai warga negara.

Untuk itu, penyandang disabilitas berhak untuk bebas dari perlakuan tidak manusiawi, serta hak untuk mendapatkan pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat.

Baca Juga: Empat Tersangka Korupsi di RSUD Ditahan

“Pemerintah berkewajiban untuk merealisasikan hak yang termuat dalam konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan, termasuk menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik, juga soal pemerintahan, kebudayaan dan kepariwisataan, serta pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi,” tandas walikota.

Sementara terkait Perda Penyelenggaraan Kepemudaan kata walikota, bahwa potensi strategis pemuda memerlukan upaya dan kebijakan pengembangan secara terencana, terarah, terpadu dan berkelanjutan.

Dimana pembentukan perda ini  menunjukan bukti, bahwa pemerintah, masyarakat, dan pemuda, harus mendapatkan payung hukum yang jelas, sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, terkait Perda tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik, ini merupakan peraturan yang berkenaan dengan pemahaman publik. Artinya bahwa, penggunaan Bahasa Indonesia di ruang publik, kiranya dapat dipahami, ungkapan yang ditulis.

“Dengan ini maka, di ruang publik juga tidak boleh digunakan bahasa asing, baik bahasa inggris maupun bahasa asing lainnya. Tetapi bagaimana dalam rangka pelestarian budaya lokal, pemerintah harus dapat mengakomodasi keinginan warga. Misalnya jika kita ingin memperkenalkan ungkapan Bahasa Ambon seperti ‘Mangente Ambon’ menjadi berkunjung ke Ambon. Kemudian menuliskan ungkapan bahasa Ambon dibawahnya,” jelas walikota.

Hal ini kata walikota, agar semuanya dapat dimengerti dan dipahami oleh masyarakat Indonesia yang datang dari luar Ambon. Untuk Perda Pengelolaan Sampah, disusun untuk perubahan paradigma pengelolaan sampah, dari yang bertumpuh pada pendekatan akhir, diganti dengan paradigma baru, yakni memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan.

Walikota mencontohkan, sampah dapat dijadikan sebagai energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri, maka pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut, dapat dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah yang meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang.

“Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Dalam perda ini juga mengatur tentang pengelolaan sampah secara bersama-sama, yakni pemkot, dunia usaha/swasta, dan juga masyarakat,” jelas walikota.(S-25)