AMBON, Siwalimanews – DPRD Maluku melalui Komisi IV akan kembali memanggil Direktur RS Haulussy, Nazaruddin guna membi­carakan masalah-masalah yang melilit rumah sakit milik daerah Maluku ini.

Kepastian pemanggilan Direktur RS Haulussy ini sampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifuddin saat diwawancarai Siwalima, Senin (10/10).

Ditegaskan, Direktur RS Hau­lussy akan dipanggil setelah ko­misi IV melakukan verifikasi surat masuk.

Dijelaskan, pemanggilan Nazarud­din sebelum diagendakan Jumat (7/10) lalu namun tidak dapat dila­kukan lantaran komisi sedang mempersiapkan agenda verifikasi. maka sekembalinya dari Maluku Tengah pemanggilan terhadap Di­rektur RS Haulussy tetap dila­kukan.

“Kita masih verifikasi kalau sudah selesai pasti kita panggil Direktur RS Haulussy, pokoknya kita tetap panggil tidak ada alasan lain,” tegas Rovik.

Baca Juga: Ribuan Prajurit Ramaikan Jalan Sehat HUT TNI

Komisi IV kata Rovik gerah dengan sikap direktur yang terkesan tidak menghargai panggilan komisi selama beberapa kali berturut-turut, dan untuk panggilan ketiga jika direktur tidak hadir maka panggilan paksa akan dilakukan sesuai meka­nisme DPRD.

Menurutnya, Komisi IV tidak memiliki kepentingan pribadi apa­pun  selain memastikan hak-hak tenaga kesehatan yang melayani Covid-19 dapat dibayarkan secara adil,  arti­nya apa yang dikerjakan harus se­suai dengan pekerjaan yang dila­kukan.

“Kami tidak ingin orang kerja keras mendapatkan sedikit lalu yang tidak bekerja dapat lebih banyak, ka­rena itu tidak ada pilihan lain kita panggil, biar kita tahu juknis pem­bagian yang baru ini seperti apa,” ujar Rovik.

Apalagi, Direktur RS Haulussy telah mengesampingkan kesepaka­tan antara DPRD dan dirinya agar menggunakan juknis yang lama, tetapi direktur mengambil keputusan diluar kesepakatan tersebut.

Rovik pun memastikan, jika Di­rektur RS Haulussy kembali mangkir maka akan menyurati kepolisian untuk melakukan panggilan paksa, sebab tata tertib DPRD memberikan ruang untuk tindakan tegas ter­sebut.

DPRD Kecam

Seperti diberitakan sebelumnya, DPRD Maluku khususnya Komisi IV mengecam sikap Direktur RS Hau­lussy, Nazaruddin yang tidak mengindahkan panggilan dewan.

Dua kali lembaga legislatif itu mengundang Nasaruddin guna membahas masalah-masalah di rumah sakit berplat merah itu, termasuk pembagian jasa medis tahun 2021 yang sampai saat ini masih tarik ulur dan belum diberikan.

Alhasilnya Komisi IV mengancam akan memanggil paksa Direktur RS Haulussy dengan melibatkan aparat penegak hukum, jika tidak mengin­dahkan lembaga legislatif  sebagai wakil rakyat.

Kecaman ini dilontarkan, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifuddin saat diwawancarai wartawan di Kantor DPRD Maluku, Kamis (6/10).

“Direktur Haulussy beralasan sementara menguji PIM III, dia ikut PIM II dan sekarang menguji PIM III, makanya saya juga bingung pihak RS datang kesini untuk apa, katanya ingin merubah manajemen RS Haulussy, kalau begitu fokus kesitu dan  tidak usah ikut PIM-PIM lah,” kesal Rovik

Komisi IV DPRD Maluku, kata Rovik, telah melayangkan panggilan kedua kepada Nazaruddin, tetapi tidak hadir untuk membahas hak-hak tenaga kerja yang selama ini telah bekerja sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19.

Nazaruddin kata Rovik, mestinya memberikan perhatian serius terha­dap permasalahan pembagian jasa Covid-19 tahun 2021 yang hingga saat ini belum terbayarkan, karena alasan petunjuk teknis yang belum ada kesepakatan bersama.

Karena itu, Komisi IV DPRD pun menunda pembahasan jasa Covid-19 dengan catatan jika Nazaruddin juga tidak hadir, maka akan dilakukan tindakan tegas dengan melibatkan aparat kepolisian guna menghadir­kannya di gedung DPRD.

“Mekanisme kita jelas. Kalau besok tidak rapat lagi maka kita akan surati Polda atau Polres sesuai dengan tata tertib DPRD, kita bisa panggil paksa,” tegas Rovik

Rovik menegaskan Komisi IV memiliki tanggung jawab untuk memastikan hak-hak tenaga kese­hatan dibayarakan artinya jangan sampai orang-orang di garis terde­pan yang kerja setengah mati tidak mendapatkan hak yang seharusnya didapatkan.

“Jujur saja, kalau menurut saya pribadi anggota DPRD Provinsi Maluku Dapil Kota Ambon  sudah selayaknya Direktur ini diganti, cari yang mau lah ngurusin RSUD. Ada banyak kok kader-kader kita di RSUD itu, buat apa ambil yang dari luar kalau dari dalam ada,” cetusnya

Minta Jatah Besar

Komisi IV DPRD Maluku kecam dengan kebijakan sepihak yang dilakukan Direktur RS Haulussy, Nazaruddin yang meminta jatah besar dari pembagian jasa Covid-19.

Padahal dalam rapat bersama dengan Komisi IV DPRD beberapa waktu lalu telah disepakati agar ma­najemen RS Haulussy tetap me­ng­gunakan Juknis yang ditandata­nga­ni eks Plt Direktur RS Haulussy saat itu Zulkarnain, alhasil Nazarud­din tetap memintakan jatah 30 persen.

Berdasarkan petunjuk teknis yang baru, tim jasa atas arahan direktur me­naikan presentase struktur yang didalamnya terdapat direktur men­jadi 4 persen, sedangkan 45 persen untuk eselon III sebanyak 12 orang dan eselon IV diberikan 25 persen dengan jumlah 12 orang.

“Bayangkan saja direktur seorang diri meminta 30 persen untuk se­orang diri, itu angka yang terlalu besar,” ujar anggota Komisi IV DP­RD Provinsi Maluku, Andi Munas­wir kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (6/10).

Dari 4 persen yang menjadi bagian struktural tersebut, Direktur juga meminta 30 persen dimana jumlahnya jika dikalkulasikan dengan total jasa perda yang mencapai Rp3,9 miliar akan lebih besar jika dibandingkan dengan dokter spesialis.

“Ini kan yang menjadi masalah dari tim jasa sebelum, sebab mereka tidak terima karena tidak pernah pembagian jasa direktur jauh lebih tinggi dari dokter spesialis yang lebih banyak bekerja dibawah,” ujar Munaswir.

Apalagi, kata Munaswir, presen­tase pembagian itu berlaku juga bagi pembagian jasa klaim BPJS Covid-19 yang mencapai Rp38 miliar, dan itu sangat tidak adil sebab tenaga dokter dan perawat yang melayani digarda terdepan dalam penanganan Covid-19 harus mendapatkan jatah yang lebih kecil.

Karena itu, Komisi IV akan me­minta pertanggungjawaban Nazaru­d­din terkait dengan arahan dan permintaan besaran pembagian jasa kepada tim jasa yang baru, sebab pembagian jasa harus didasarkan pada aspek keadilan. (S-20)